Mohon tunggu...
Ramy D Humam
Ramy D Humam Mohon Tunggu... -

Arsitek yang kebanyakan nonton TV Series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Penting Ikut Organisasi Saat Kuliah?

8 Oktober 2017   20:53 Diperbarui: 8 Oktober 2017   20:58 11054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih ingat betul di ingatan saya apa isi pidato Presiden Eksekutif Mahasiswa di upacara penyambutan mahasiswa baru tiga setengah tahun silam. Sesuatu tentang "mahasiswa kupu-kupu dan mahasiswa kura-kura". Oke, mungkin gak ingat betul, tapi intinya tentang itu. Pak presiden menyerukan kepada adik-adik barunya kalau jadi mahasiswa jangan cuma jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang), jadilah mahasiswa kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat). Mahasiswa kupu-kupu digambarkan seperti kupu-kupu, indah (nilainya) dan bisa terbang cepat (menuju kelulusan). 

Mahasiswa kura-kura, seperti layaknya kura-kura, sering digambarkan sebagai sosok yang lambat (lulusnya). Namun walau lambat, menjadi mahasiswa kura-kura bisa mendapat manfaat yang jauh lebih banyak dan berharga daripada mahasiswa kupu-kupu (katanya). Ternyata sepanjang perkuliahan, dikotomi ini sering sekali disampaikan dalam pelbagai kesempatan, terutama oleh para mahasiswa aktivis organisasi. Kupu-kupu dan kura-kura rasa-rasanya sudah hampir mengalahkan kucing-anjing, tikus-kucing, atau singa-hyena dalam kompetisi menjadi duo binatang paling dikenal seantero negeri.

 Namun, karena  yang sering menyampaikan dikotomi kupu-kupu dan kura-kura ini adalah dari kalangan mahasiswa kura-kura, sering kali penyampaiannya diiringi lenguh-sarkas, senyum-nyinyir, atau tatap-menghakim terhadap golongan 'kupu-kupu'. Tujuannya cuma satu: untuk menekankan pentingnya berorganisasi.

Namun apakah berorganisasi kala kuliah itu memang benar penting?

Sudah barang tentu, jika kita memilih untuk mengikuti organisasi, ada biaya peluang (opportunity cost) yang harus dibayar, yakni waktu dan tenaga, dimana keduanya itu bisa digunakan untuk hal-hal lainnya, termasuk mengerjakan tugas-tugas kuliah dan kepentingan akademik lain. Inilah yang menjadi pertimbangan utama orang memilih untuk tidak berorganisasi: takut performa akademiknya terganggu. Tak bisa disalahkan juga karena ada kalanya IPK yang kinyis-kinyis menjadi prasyarat, misalnya untuk mendapatkan beasiswa.

Langsung pulang setelah kuliah (baca: terlihat pulang karena tidak ikut kumpul dengan teman-teman organisasi) juga sebenarnya tidak selamanya buruk dan nirfaedah. Bisa saja Karyo terlihat langsung pulang setelah kuliah, tapi siapa yang tahu kalau di rumahnya dia kerja remotedengan karir yang cemerlang. Bisa saja Mafu'ah tak tertarik organisasi, tapi siapa yang tahu kalau di rumahnya dia sibuk membuat artwork karena kebanjiran komisi dari luar negeri lewat akun deviantart-nya dan dengan itu bisa membiayai kuliahnya sendiri tanpa duit orangtua. 

Bisa saja Cecep tak pernah ikut kepanitiaan karena dia sudah cukup disibukkan sebagai narablog kenamaan yang sering diminta mengisi talkshow. Di zaman dihital seperti sekarang ini, banyak sekali hal yang bisa kita lakukan dari rumah. Banyak sekali pekerjaan yang bisa dilakukan di zaman ini, yang sebelumnya tidak ada dan tidak pernah terpikirkan. Mungkin zaman dulu wajar saja ketika kita menganggap orang yang langsung pulang setelah kuliah, "tidak punya apa-apa" selain akademis, tapi di era informasi dengan segala kemungkinan dan kesempatan ini, langsung menghakimi seperti itu kepada para kupu-kupu rasa-rasanya sudah tidak relevan lagi.

Dari aspek sosial yang sering dibanggakan anak 'kura-kura' pun, jangan dikira anak 'kupu-kupu' era digital tidak bisa mendapatkannya lewat media sosial, komunitas-komunitas daring, sesekali hadir di acara kopi darat dan bertemu orang sehobi dengan pelbagai latar belakang. Bahkan kegiatan-kegiatan sosial seperti penggalangan dana dan relawan, kerap kali diawali dari petisi daring (baca: bisa dilakukan dari rumah).

Namun selama empat tahun kuliah, saya melihat, terkadang tidak selalu seperti itu adanya. Memang logikanya, jika kita tidak mengikuti organisasi, kita akan memiliki lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas, tapi ternyata, mereka yang tidak ikut organisasi juga masih banyak yang tugasnya keteteran. Tak terhitung berapa kali saya mendengar kawan-kawan saya bermunajat, "duh semester depan gak mau ikut apa-apa deh, mau fokus ke kuliah buat perbaiki nilai". 

Eh ketika mereka sudah tidak ikut apa-apa pun, tetap saja empot-empotan. Menghilangkan variabel organisasi atau kegiatan non-akademik dalam kehidupan kemahasiswaan kita, ternyata tidak serta-merta akan menaikkan aspek akademiknya. Sebaliknya, banyak juga yang selalu aktif organisasi, memegang posisi-posisi penting di kepanitiaan, tapi tetap prima di sisi akademik, tugas selalu selesai, IPK tinggi serta kulit berseri-seri tanpa kantung mata sama sekali.

Sebenarnya ini konsisten dengan apa yang disebut sebagai Parkinson's Law. Dalilnya, "suatu pekerjaan akan membengkak (dalam perspepsi) untuk memenuhi waktu yang tersedia untuk mengerjakannya". Jadi jika kita dikasih tugas kuliah dan memiliki waktu tiga hari senggang untuk mengerjakannya, pekerjaan itu akan membengkak sedemikian rupa sehingga akhirnya diselesaikan dalam waktu tiga hari, walaupun sejatinya tugas itu bisa selesai hanya dalam waktu tiga jam saja. Pada akhirnya akan sama saja dengan orang yang mengerjakannya 3 jam sebelum deadline.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun