Mohon tunggu...
Ramdhani Nur
Ramdhani Nur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lebih sering termenung daripada menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

#N y a l o n

16 Maret 2014   15:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

N Y A L O N

Oleh: Ramdhani Nur

Memang dirasa agak kepagian. Belum juga jam delapan, namun Ariestine sudah berniat membuka pelayanan salonnya. Di seberang jalan, toko kelontong Koh Abung pun masih tutup. Pandangannya tadi sempat melirik jendela kamar di atasnya. Lampunya saja masih menyala. Pasti Wati, si pelayan toko itu, juga belum datang. Di lain hari saat salonnya dibuka lebih telat, Wati kerap didapatinya tengah berkongkow di kios pulsa Cang Amar. Entah sedang mengisi pulsa atau minta didownloadkan 3gp, yang jelas Wati terlihat lebih genit ketimbang saat bersama majikannya sendiri. Tentu saja. Koh Abung itu selain sudah tua, ya tipikal penggerutu juga.

Prosesi membuka salon milik Ariestine sederhana saja. Tidak serepot toko kelontongnya Koh Abung. Cukup dengan menarik tirai, membuka kunci, dan membalikkan gantungan penanda OPEN/CLOSE di pintu masuk. Sudah. Kalau didapati sekitar halaman depan salonnya agak kotor, Ariestine segera membersihkannya sendiri. Kali ini pun begitu. Tangannya sudah bergerak dengan sapu lidi. Dua gelas plastik air mineral, sisa bungkus permen, dan plastik-plastik berserak sudah terkumpul. Di antaranya tersembul bekas kotak pengaman lelaki. Ariestine menggeleng. Mau jadi apa kota ini! Menjelang tutup semalam, dirinya memergoki pasangan abege bersenda mesra di bawah tiang listrik penuh tempelan stiker calon legislatif. Bisa jadi ini hasil kreativitas mereka. Uh! Ariestine yang bagi sebagian orang dianggap tak punya keseimbangan kesantunan dan kepatutan bagi masyarakat banyak pun – disebabkan ketidakjelasan alat jenis kelaminnya -- masih punya prinsip untuk isu-isu miring dan tegang seperti itu. Baginya ini sebuah kesalahan. Generasi harus diselamatkan!

“Rajin amat, Neng Tince!” sapaan setengah guyon itu terlontar. Plus ditegaskan kadarnya dengan cekikikan saat orang yang dimaksud menoleh. "Kikikikik!"

Susanto yang melontarkannya. Warga sini juga. Entah menjabat apa. Yang jelas bukan Ketua RT, apalagi RW. Asal usul pun tidak jelas, mengaku asli orang Cimahi tapi riwayatnya tidak sinergis dengan namanya. Hanya saja tiap ada urusan tentang warga dan sumbangan selalu dia yang menangangi.

“Apa? Iuran apa lagi sekarang?”

Ariestine merespon. Diusaikan acara menyapu halamannya. Reaksinya tidak berlebih. Kalau dirasa sedikit judes, itu wajar. Selalu saja jika tentang iuran, sumbangan, patungan, dll dari mulut Susanto selalu membuat hatinya keki.

“Oh … oh ...! Kalem dulu atuh, Ceu! Saya nggak sedang mungut sumbangan. Kikikikik!”

“Terus apaan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun