Mohon tunggu...
Ramdan Hamdani
Ramdan Hamdani Mohon Tunggu... Guru, Penulis -

Nama Lengkap : Ramdan Hamdani, S.Pd\r\nPekerjaan : Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Masalah Sosial,\r\nBlog : www.lenteraguru.com\r\nNo Kontak : 085220551655

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saat Setiap Rezim Berbeda “Selera”

9 Januari 2015   00:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:31 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Penghentian Kurikulum 2013 yang dilakukan secara mendadak beberapa waktu lalu, ternyata tidak hanya menimbulkan kegaduhan di kalangan pendidik maupun peserta didik, namun juga mengundang “gesekan” antara Mendikbud dan mantan Mendikbud. Selaku pencetus Kurikulum 2013, Muhammad Nuh yang kala itu menjabat sebagai Mendikbud merasa bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini merupakan sebuah “pembajakan” terhadap “program unggulan” yang pernah digagasnya. Sementara Anies Baswedan selaku Mendikbud saat ini menganggap bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh Muhammad Nuh untuk menerapkan Kurikulum 2013 di seluruh sekolah merupakan keputusan yang tergesa-gesa. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh timnya, disimpulkan bahwa Kurikulum yang telah menghabiskan dana triliunan rupiah tersebut masih “setengah matang” dan oleh karenanya tidak layak untuk dilanjutkan.

Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah, satu hal yang pasti bahwa guru dan peserta didiklah yang paling merasakan dampak dari “malpraktik” yang dilakukan oleh kedua rezim tersebut. Bongkar pasang kurikulum yang dijadikan agenda rutin saat terjadi pergantian kepempinanan, membuat tujuan pembelajaran yang ingin dicapai semakin tidak jelas dan tanpa arah. Guru diperlakukan layaknya “budak” yang harus tunduk dan patuh pada majikannya. Sementara siswa harus rela dijadikan “kelinci percobaan” oleh para pengambil kebijakan.

Di sisi lain orangtua pun harus ikut menanggung beban dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan saat ini. Tidak adanya kejelasan tentang pengadaan buku ajar berdasarkan Kurikulum 2006, membuat orangtua khawatir harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membeli buku-buku bagi keperluan pembelajaran anaknya. Hingga detik ini, pemerintah sendiri belum mau bersuara tentang persoalan buku tersebut. Namun demikian, orangtua tetap berharap bahwa pemerintah akan memberikan buku ajar secara cuma-cuma sebagimana saat Kurikulum 2013 diberlakukan.

Dalam pandangan penulis, perbedaan “selera” dalam mengelola sebuah negara sebenarnya merupakan hal yang wajar. Setiap pemerintahan tentunya memiliki tujuan masing-masing yang menjadi prioritasnya. Namun demikian, kebijakan yang dikeluarkan tersebut sebisa mungkin tidak menimbulkan “goncangan” dalam kehidupan masyarakat. Setiap kebijakan strategis hendaknya dikaji terlebih dahulu secara matang, setelah itu baru diterapkan secara bertahap.

Di samping itu pemerintah pun diharapkan mampu menempatkan kepentingan guru dan siswa di atas segala-galanya. Masa depan anak didik kita terlalu berharga jika hanya dijadikan ajang coba-coba oleh para penguasa. Sebagai calon-calon pemimpin bangsa, sudah seharusnya pemerintah mempersiapkan mereka dengan sebaik-baiknya. Meningkatkan kompetensi guru serta menyediakan sarana dan prasarana belajar yang memadai merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Dengan demikian, besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk pengelolaan pendidikan pun benar-benar berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan di tanah air.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun