Diberlakukannya standar penilaian berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari pengembangan delapan Standar Penilaian Pendidikan (SNP) merupakan sebuah terobosan yang patut kita apresiasi. Pemberlakuan standar baru tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan khususnya yang berkaitan dengan pencapaian hasil belajar siswa. Melalui pemanfaatan teknologi informasi ini, laporan penilaian yang dihasilkan pun akan lebih mudah diolah dan dianalaisis sehingga mampu melahirkan output secara objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun ruang lingkup standar penilaian tersebut meliputi pengembangan tes, pengembangan aplikasi tes, pengembangan infrastruktur tes, serta pelaksanaan tes.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan melalui pemanfaatan teknologi informasi tersebut sudah selayaknya kita dukung penuh. Proses evaluasi berbasis aplikasi memang menjadi sebuah kebutuhan di tengah besarnya tuntutat akan efektivitas serta efisiensi di bidang pendidikan. Dalam hal ini guru akan lebih mudah dalam mengukur kemampuan peserta didiknya tanpa harus direpotkan dengan aktivitas memeriksa hasil pekerjaan mereka. Di samping itu soal-soal yang diujikan pun dapat ditampilkan dalam bentuk yang menarik sehingga ketegangan yang biasanya mewarnai pelaksanaan ujian dapat dikurangi.
Namun demikian, upaya sekolah untuk memenuhi standar penilaian berbasis TIK tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Selain diperlukan anggaran yang cukup besar untuk mempersiapkan infrastruktur yang dibutuhkan, kesiapan sumber daya manusia (SDM) dalam mengembangkan aplikasi penilaian pun menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh sekolah. Di samping itu kemampuan guru maupun siswa dalam mengoperasikan peralatan komputer juga masih menjadi pekerjaan rumah terutama bagi sekolah-sekolah yang memiliki keterbatasan sarana.
Adapun keputusan pemerintah terdahulu yang menghapuskan mata pelajaran TIK dari struktur kurikulum secara tidak langsung telah berdampak pada ketersediaan perangkat komputer di sekolah. Sejak kebijakan yang mengundang polemik tersebut dikeluarkan, tidak sedikit laboratorium komputer yang dimiliki oleh sekolah-sekolah berubah fungsi menjadi ruang kelas maupun gudang. Akibatnya, pengadaan perangkat komputer pun tidak lagi menjadi prioritas sekolah sehingga kegiatan evaluasi belajar berbasis TIK seperti yang diharapkan oleh pemerintah sangat sulit untuk dilaksanakan.
Agar penilaian berbasis TIK tersebut dapat benar-benar direalisasikan, diperlukan peran aktif pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pendukung yang dibutuhkan oleh sekolah-sekolah. Pemerintah hendaknya tidak berlepas tangan dalam hal pembiayaan untuk merealisasikan “proyek mercusuarnya” tersebut. Selain itu pelatihan bagi para guru pun mutlak dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menggunakan atau bahkan mengembangkan aplikasi yang akan digunakan dalam proses evaluasi. Dengan demikian, upaya sekolah dalam meningkatkan layanan pendidikan yang lebih baik bagi masyarakat pun dapat benar-benar terwujud.
Ramdan Hamdani
www.pancingkehidupan.com