Mohon tunggu...
Ramadhan tahir
Ramadhan tahir Mohon Tunggu... Seniman - Membaca ,menulis, berbicara

Lahir dari keluarga yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku "Why Nation Failed?"

14 Januari 2021   13:39 Diperbarui: 14 Januari 2021   13:53 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan
Peradaban yang dilahirkan oleh Negara -- Kota, Negara Republik, Kerajaan maupun kekaisaran tidak terlepas dari seberapa jauh kepiawaian seorang pemimpin dalam mengelola atau mengurus Negara. Seorang pemimpin harus mampu menegakan konsepsi ideology yang menjadi asas dan dasar dalam bernegara, seorang pemimpin mampu mengerakan organisasi pemerintahan secara Spartan ataupun stimulan dan menetapkan strategi -- strategi untuk memujudkan cita -- cita dan tujuan bersama dalam bernegara.
Seperti organisme hidup, begitupulah perjalanan hidup sebuah Negara. Sebagai satu kesatuan  politis, suatu Negara dapat berusia panjang ataupun pendek, tergantung sejauh mana kualitas pengelolahan suatu Negara tersebut. Eksistensi Negara seluruhnya harus memiliki asas manfaat bagi rakyatnya dalam kerangka keadilan, kebebasan, dan solidaritas bangsa. Tugas dari Negara untuk mendukung dan melengkapkan usaha masyrarakat untuk membangun suatu kehidupan yang sejahtera, di mana rakyat dapat hidup dengan sebaik dan seadil mungkin, maka tujuan Negara adalah penyelengaraan kesejahteraan umum.
Kesejahteraan umum tidak identik dengan jumlah kesejahteraan semua anggota masyarakat, kesejahteraan umum sekaligus kurang dan lebih dari jumlah semua kesejahteraan individual dalam masyarakat. Kurang karena Negara selalu hanya dapat menyelengarakan kondisi -- kondisi kesejahteraan bagi warga -- warganya tidak dapat memastikan bahwa mereka semua memang sejahtera. Kesejahteraan individual tidak hanya tergantung dari apa yang disediakan oleh masyarakat dan Negara, tetapi juga dari individu yang bersangkutan. Lebih karena masyarakat sendiri adalah lebih dari penjumlahan semua individu yang menjadi anggota - anggotanya.
Atas dasar kesejahteraan umum sebagai keseluruhan syarat -- syarat kehidupan sosial dan kelangsungan hidup sebuah Negara, maka tugas -- tugas dari Negara agar terciptanya masyarakat yang sejahtera para ilmu ahli Negara mengkategorikan tugas Negara dalam 3 hal :
Negara harus memberikan rasa aman dan perlindungan kepada para penduduk dalam wilayah cakupannya, perlindungan terhadapat ancaman dari luar negeri dan dalam negeri, perlindungan terhadap ancaman penyakit atau terhadap bahaya -- bahaya lalu lintas juga dapat di masukan disini.
Negara mendukung atau langsung menyediakan pelbagai layanan kehidupan masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Termaksud pelayanan kesehatan, pendidikan, pembagunan dan telekomunikasi, mengembangkan ekonomi bangsa dengan tujuan agar semua masyarakat minimal dapat hidup bebas dari kemiskinan dan ketergantungan ekonomi yang berlebihan.
Negara menjadi wasit yang tidak memihak antara pihak -- pihak yang berkonflik dalam masyarakat serta menyediakan suatu system yudisial yang menjamin keadilan dasar dalam hubungan sosial masyarakat.
Lalu bagaimana kita menjawab mengapa terdapat Negara yang makmu/kaya dan Negara yang miskin, dan apa yang mejadi penyebabnya ? ada beberapa teori atau argument dari para pemikir ilmu -- ilmu sosial untuk mejelaskan pertanyaan -- pertanyaan ini
Dalam buku mukadimah karya Ibn Khaldun mengatakan bahwa keadaan kesejahteraan Negara tergantung letak geografinya atau Ibn Khaldun menyebutnya kawasan iklim, dalam karyanya Ibn khaldun mengatakan bahwa kawasan iklim yang arealnya tandus, kosong, dan padang pasir akan lebih sedikit peradabannya daripada  kawasn iklim yang dimakmurrkan, peradabannya lebih maju, bangsa dan penduduknya lebih banyak.
Ibn khaldun membagi kawasan iklim menjadi tujuh kawasan yang juga di ukur dari arah barat hingga ke timur, kawasan iklim yang pertama  dimulai dari barat ke timur bersamaan dengan garis khatulistiwa (equator) dan kearah selatan, di kawasan ini penuh dengan tanah lapang dan lengang, padang pasir dan sebagian tanah di makmurkan, namun ia tampak tidak di makmurkan. Kemudian di bagian utaranya adalah kawasan iklim kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh. Setelah kawasan ketujuh ini juga terdapat tanah kosong dan padang pasir hingga sampai laut utara sebagaimana daerah yang terletak setelah kawasan iklim pertama. Akan tetapi tanah kosong di daerah utara jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tanah kosong di bagian selatan.
Senada dengan Ibn Khaldun, filsuf perancis Monstesquieu menyatakan bahwa orang -- orang yang berada di iklim tropis cenderung malas dan kurang rasa ingin tahu, mereka tidak berkerja keras dan tidak inovatif dan ini adalah alasan meraka miskin, Montesquieu juga menjelasakan fenomena institusi politik dengan melihat factor geografis dengan menyatakan orang malas cenderung di kuasai oleh para penguasa oteriter. Tidak heran demokrasi susah bertumbuh kembang di daerah tropis., Jared Diamond dalam argument modern dari hipotesa geografinya mengatakan bahwa penyakit tropis khusunya malaria memiliki konsekuensi yang sangat merugikan bagi kesehatan dan karena itu menurunkan produktifitas tenaga kerja. Maka dari itu tempat -- tempat yang beriklim sejuk memiliki keuntungan relative atas daerah -- daerah beriklim tropis.
Adapun teori atau argument budaya yang mejelaskan atas pertanyaan di atas, Max Weber dalam bukunya Protestant Ethics and the spirit oc capitalism menyatakan bahwa etika protestan adalah salah satu factor terpenting bagi munculmya kapitalisme. Atribut budaya tertentu seperti etika, halangan budaya dan agama menjadi factor penyebab bagi kurangnya produktifitas sebuah masyarakat.
Yang berikutnya argument tentang kebodohan atau ketidak pedulian, yang mana ketidaksetaraan dan kesenjangan dalam masyarakat di sebabkan oleh ketidak mampuan para penguasa/pemimpin untuk membuat Negara -- Negara miskin menjadi kaya, argument atau teori ini menyatakan kemiskinan dalam sebuah Negara di sebabkan para pemimpin banyak memiliki kegagalan dalam mengatur Negara mereka atau salah urus Negara, Negara yang makmur dan kaya raya di sebabkan Negara tersebut di anugerahi para pemimpin yang bisa menyelesaikan masalah sedangkan Negara yang miskin dan keterbelakang di karenakan dipimpin oleh pemimpin yang tidak tahu dalam menyelesaikan masalah.
Walaupun teori -- teori atau argument di atas bisa memberikan penjelasan atas ketimbangan dan kesenjangan sosial namun tidak menuntup kemungkinan teori di atas terdapat kekurangan dan cela -- cela sehingga tidak begitu relevan lagi dalam kondisi kenegaraan dewasa ini, Daron Acemoglu dan James A. Robinson dua orang pakar ekonomi politik ini membantah atas teori -- teori di atas dalam bukunya Why Nation Fail -- The origins of power, Prosperity and Proverty yang di terjemahkan pertama kali dalam bahasa Indonesia dengan judul Mengapa Negara Gagal -- Awal mula kekuasaan, kemakmuran dan kemiskinan. Acemoglu dan Robinson dalam bukunya menjelaskan bahwa tidak ada hubungan suku bangsa, budaya dan letak geografis dalam menentukan pertubuhan ekonomi suatu Negara. Maka dasar tujuan paper ini adalah bagaimana mengungkap pandangan -- pandangan dari kedua tokoh ekonomi politik ini.

Pertanyaan
1. Apa -- apa saja pokok pemikiran Daron Acemoglu dan James. A Robinson dalam bukunya Why Nation Fail -- The origins of power, Prosperity and Proverty ?
2. Dan bagaimana korelasinya dengan perkembangan ekonomi politik di Negara Indonesia dalam kurun waktu lima (5) tahun terakhir ini ?

Pembahasan
Daron Acemoglu dan James A Robinson seyogyahnya menolak atas teori letak geografis, budaya dan Hipotesis kebodohan atas terjadinya kemiskinan di suatu Negara, kedua tokoh ini menjelaskan bahwa hipotesis Geografis yang terjadi terhadap Negara yang beriklim tropis rakyatnya akan melarat yang mana berdampak pada etos kerja, teori ini di bantahkan oleh kedua tokoh ini dengan melihat kemajuan pesat Negara -- Negara tropis seperti Singapura, Malaysia dan Botswana, lalu kemudian bahwa penyakit -- penyakit di daerah tropis, terutama malaria memberi dampak yang sangat buruk terhadap kesehatan dan produktivitas tenaga kerja.
Kesenjangan ekonomi tidak bisa dijelaskan menurut iklim atau penyakit, atau oleh versi mana pun dalam hipotesis geografi, Acemoglu dan Robinson mencontohkan kondisi kota Nogales, antara korea utara dan korea selatan, atau jerman barat dan jerman timur sebelumnya runtuhnya tembok berlin, hipotesis geografi sudah tidak relevan lagi untuk menjelaskan kondisi kesenjangan ekonomi pada suatu Negara dewasa ini.
Hipotesis geografi bukan saja gagal menjelaskan asal usul kemakmuran suatu Negara serta tidak akurat fokusnya, tetapi juga tidak mampu menerangkan kesenjangan distribusi kemakmuran. Acemoglu dan Robinson mengungkapkan bahwa apa yang menjadi sebab musabab mengapa banyak Negara seperti jepang dan china bisa begitu lama tertidur sebelum akhirnya bangkit dan mencapai pertumbuhan yang fenomenal.
Tak beda dengan hipotesis geografis, hipotesis kebudayaan juga gagal menjelaskan aspek -- aspek lain dari peta distribusi kemakmuran Negara dunia masa kini. Tentu saja banyak Acemoglu dan Robinson mencontohkan kesenjangan yang terjadi di korea utara dan korea selatan, yang mana kedua Negara ini memiliki corak budaya yang sama,tingkah laku yang sama bahkan nenek moyang yang sama namun terdapat kesenjangan yang lebar terhadap kedua Negara ini, perbedaan ini timbul atas konsekuensi dan keberadaan berbagi institusi  politik -- ekonomi dan sejarahnya.
Acemoglu dan Robinson menawarkan ramuan dan teori yang baru untuk menjelaskan kenapa terdapat Negara yang makmur kaya raya dan Negara miskin. Perbedaan ini terjadi karena disebabkan oleh perbedaan institusi ekonomi yang ada berikut tata hukum atau perundangan yang memengaruhi mekanisme ekonomi dan insetif yang tersedia bagi segenap rakyatnya. Institusi -- institusi ekonomi yang bersifat inklusif seperti yang tumbuh subur di korea selatan dan amerika serikat, yang memungkinkan warganya berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekonomi yang memaksimalkan warga Negara untuk menentukan pilihanya. Institusi -- institusi ekonomi yang bersifat inklusif harus menjamin warga negaranya atas kepemilikan asset atau property oleh perorangan atau swasta, yang di tunjang oleh pelayanan publik yang memberikan semacam ajang persaingan yang adil bagi semua pihak untuk berniaga dan bermitra, membuka kesempatan bagi perusahaan -- perusahaan baru untuk bersaing dan memberi kebebasan bagi warga untuk menentukan sendiri jalur kariernya.
Institusi -- institusi ekonomi yang bersifat inklusif akan menciptakan pasar yang inklusif yang bukan saja memberikan kebebasan bagi rakyatnya untuk memilih jenis pekerjaan atau gaya hidup sesuai dengan talenta meraka, tetapi juga memberikan arena persaingan yang adil bagi siapa saja yang ingin berperan di dalamnya. Orang -- orang yang memiliki gagasan, konsep atau ide cemerlang bisa merintis usaha, para pekerja akan tertarik untuk melibatkan diri di dalam aktivitas -- aktivitas yang bisa mengoptimalkan produktivitas mereka, sementara perusahaan yang kurang efesien bisa di gantikan dengan perusahaan yang lebih efesien. Institusi -- institusi ekonomi yang bersifat inklusif juga memberikan akses yang seluas -- luasnya bagi berfungsinya dua mesin kemakmuran yaitu teknologi dan pendidikan. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan hampir selalu di barengi dengan penyempurnaan teknologi yang melipatgandakan produktivitas masyarakat (tenaga kerja), serta lahan dan modal (bangunan, mesin -- mesin produksi dan sebagainya). Teknologi tak dapat dipisahkan dari pendidikan, keterampilan, kompetensi dan kemampuan tehnis angkat kerja yang semua itu bisa di peroleh di sekolah, di rumah, dan di tempat kerja.
Kemampuan dari institusi ekonomi untuk mengoptimalkan potensi pasar inklusif dapat mendorong inovasi teknologi, membangun sumber daya manusia, mengarahkan talenta dan keterampilan waraga Negara sangat penting dalam upaya merangsang pertumbuhan ekonomi. Dan institusi ekonomi ada karena ia diciptakan sendiri oleh masyarakat. Seabagai entitas bersama masyarakat adalah bagaimana terwujudnya Politik yang inklusif. Politik adalah sebuah proses ketika segenap Negara sedang berusaha menetapkan perangkat hukum atau peraturan yang akan mengatur kehidupan berbangsa.
Institusi politik yang ada di tengah -- tengah masyarakat merupakan penentu utama hasil akhir dari pergulatan politik tersebut. Acemoglu dan Robinson mengemukakan bahwa ada beberapa prinsip yang menentukan insetif politik, prinsip -- prinsip itu menentukan cara memilih struktur pemerintahan dan berikut hierarki kewenangannya. Institusi politik akan mengatur siapa saja yang mempunyai kekuasaan dan untuk tujuan apa kekuasaan itu akan di gunakan. Jika distribusi kekuasaan itu tidak merata dan tidak di control, maka berbagai institusi politik tersebut cenderung menjadi kekuasaan absolute. Karena di bawah kekuasaan yang absolut akan membentuk institusi ekonomi ekstraktif lebih memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, sebaliknya jika institusi politik yang membagi kekuasaan tidak di genggam oleh perorangan atau kelompok, melainkan di bagi merata dalam sebuah koalisi atau melibatkan banyak kelompok akan membawa suatu Negara dalam taraf kemakmuran.
Ada keterkaitan yang kuat antara institusi politik dan ekonomi yang inklusif, Acemoglu dan Robinson menyebutkan bahwa institusi -- institusi politik yang tersentralisir dan keberagaman sebagai institusi yang inklusif.
Lalu kemudia dalam teorinya Acemoglu dan Robinson mengapa terdapat Negara -- Negara miskin dan tidak makmur, ini terjadi karena penguasa atau pemimpin dalam Negara tersebut menganut sifat politik ekstraktif yang di mana kekayaan akan di akumulasikan hanya untuk elit penguasa yang kecil. Institusi ekstraktif di cirikan dengan terkonsentrasinya kekuasaan politik di tangan segelintir orang tanpa adanya checks and balance, serta lemahnya rule of law, di dalam institusi ekstraktif akan mewujudkan sistim ekonomi yang ekstraktif pula, yang mana sumber daya yang di gunakan untuk kepentingan elit penguasa, institusi ekonomi yang ekstraktif di cirikn dengan lemahnya proteksi terhadap hak milik adanya enty barrier terhadap actor pasar yang menciptakan level of playing field berbeda bagi setiap actor serta adanya hambatan yang mencegah fungsi pasar berjalan dengan sempurna.
Hubungan sinergitas antara institusi politik dan ekonomi ekstraktif menciptkan celah yang lebar untuk melakukan pelangaran, institusi politik yang ada memberikan ruang dan kesempatan kepada kelompok elit yang memegang kendali kekuasaan untuk membangun institusi  ekonomi sesuai selera tanpa di control oleh para penentang mereka. Pada gilirannya institusi ekonomi ekstraktif hanya akan memperkaya kelompok elit yang dengan kekayaan dan kekuasaan ekonominya memungkinkan mereka untuk mengukuhkan dan melestarikan dominasi politiknya.
Kemudian Acemoglu dan Robinson melihat pertumbuhan ekonomi china dewasa ini dengan institusi politik yang ekstraktif namun memiliki institusi ekonomi yang inklusif, namun menurut Acemoglu dan Robinson institusi -- institusi seperti itu walaupun dapat mendorong pertumbuhan hingga level tertentu, pertumbuhan ekonomi seperti itu sulit di pertahankan dan tidak akan disertai dengan oleh kemunculan dari apa yang di namakan penghancuran kreatif, dan pertumbuhan ini tidak akan berumur panjang.
Bila mana pertumbuhan terjadi di bawah control berbagai institusi -- institus politik yang ekstraktif namum memiliki sifat ekonomi yang inklusif akan timbul resiko manakala institusi ekonomi tersebut berubah menjadi ekstraktif sehingga mengakibatkan mandeknya pertumbuhan. Pihak -- pihak yang memegang kekuasaan akan melihat bahwa satu -- satunya alternative yang paling mengutungkan ialah memanfaatkan kekuasaan mereka untuk membatasi kompetisi antar perusahaan, menargetkan keuntungan yang lebih besar atau kalau perlu menjarah kekayaan kelompok lain ketimbang mendukung pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung.
Lalu bagaimana korelasi teori Acemoglu dan Robinson jika kita kaitkan dengan kondisi keIndonesiaan saat ini atau dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Melihat apa yang telah di kemukakan oleh Acemoglu dan Robinson Indonesia saat ini berada dalam Institusi politik yang inklusif dengan melihat pembagian kekuasaan yang berjalan baik dan sistem pemilu, namun saya mengatakan institusi ekonomi Indonesia saat ini masih bersifat ekstraktif, ini terlihat dengan penguasaan sumber daya ekonomin masih di kuasai segelintir atau sekolompok elit penguasa, dengan banyaknya rakyat masih berpenghasilan di bawah rata -- rata, kemiskinan masih mencekam, tingkat pengangguran masih tinggi, walaupun hak politik rakyat dapat di salurkan namun tergambar lebih nyata dalam realitas kehidupan elit yang berada pada lingkaran kekuasaan makin kaya, di karenakan di dukung dengan aturan -- aturan yang medukung para elit untuk terus melestarikan dan menjaga sumber daya ekonominya, saya menyebutnya Demokrasi melahirkan Oligarki ekonomi. Cemoglu dan Robinson dalam teorinya pun menjelasakan dengan Institusi Politik yang Inklusif dan institus Ekonomi yang masih bersifat ekstraktif kelangsungan Negara tidak akan bertahan lama atau akan menuju kepada Negara gagal.
Saya mengambil contoh kasus Oligarki ekonomi Indonesia yang masih lestari di sumber daya ekonomi pertambangan.  Salah satu contoh oligarki pertambangan yang tercipta pada masa orde baru terjadi di awal tahun 1991, ketika 10% saham freport dijual ke PT indocoper Investama milik aburizal bakrie. Menurut Denise Lith Bakrie ada pebisnis papan atas Indonesia dan bersama dengan Ginandjar merupakan tim 10 yang pada saat itu sangat dekat dengan Suharto dan dapat di kategorikan dengan keluarga Suharto. Melalui penelitian Denise Lith dapat diduga bahwa freport yang pada awal masuknya dapat dikatakan illegal dan sarat akan peran oligarki turut menyumbangkan keuntungan financial bagi keluarga Suharto melalui para kroninya yang salah satunya adalah aburizal bakrei.
Setelah reformasi 1998 yang di tandai dengan lengsernya soeharto hanya membawa perubahan pada sector politik saja, meminjam bahasa Acemoglu dan Robinson, penghanucran kreatif ini hanya institusi politk dari ekstaktif ke inklusif tapi tidak pada institus -- intitusi ekonomi, praktek -- praktek oligarki setelah runtuhnya orde baru tidak banyak yang berubah bahkan stagnan dan tidak berubah sama sekali dengan kondisi ke Indonesiaan dewasa ini, data -- data dalam film documenter sexy killer hanyalah sebagian kecil praktek -- praktek oligarki yang ada dalam pertambangan batu bara. Oligarki yang menerapkan prkatek transaksional materi atau seperti apa yang dikatakan oleh Winters using wealth to protect wealth, lalu parktek oligarki itu terjadi dalam perusahaan emas yang mana kepemilikan sahamnya 60% di miliki oleh Surya Paloh Ketua Partai NASDEM, partai politik yang menjadi pendukung pemerintahan Jokowi -- Yusuf kalla pada periode 2014 -- 2019, dan menjadi pendukung utama Jokowi -- Maruf amin di pilpres 2019.
Di kubu Jokowi - Maruf amin pada Pilpres 2019, ada nama -- nama terkait langsung dengan bisnis tambang dan energy yakni Luhut Binsar Panjaitan, Fachrul Razi dan Suardi Marasambessy, mereka tergabung dengan apa yang dinamakan tim Lima, Ada nama lain seperti Harry tanoesoedibjo, Surya Paloh, Wahyu sakti trenggono, Jusuf Kalla, Andi Syamsudin Arsyad, Oesman Sapta Oedang dan Aburizal Bakrie, Sementara di kubu Prabowo -- Sandiaga Uno, lebih gamblang lagi Prabowo dan sandiaga uno adalah pemain lama di sector tambang dan energy, dan ada Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto), Maher Al Gadrie, Hasim Djojohadikusumo, sudirman said dan Zulkifli Hasan
Jika kita kembali dan bercermin pada kondisi lahirnya oligarki ekonomi pada masa orde baru, tidak begitu banyak bedanya setelah reformasi baik pemain baru atau warisan orde baru. Kesemuanya adalah oligarki ekstraktif yaitu oligarki yang tidak mengalhasilkan apa -- apa, tetapi mengunakan kekuatan modal untuk mengeksploitasi Sumber daya Alam. Kelahiran oligarki dalam politik di Indonesia dapat di indentifikasikan bermula dari awal rekrutmen politik, yang tidak didasarkan pada kapabilitas kandidat, namun pada kepemilikan materi. Lalu kemudian tidak adanya sumber pendapatan utama Negara yang di ekspor. Sementara jasa, ritel, manufaktur di Indonesia masih sangat minim produktivitasnya dan profit yang disumbangkan masih kecil. Sementara kebutuhan tambang di dunia masih tinggi seperti minyak bumi dan batu bara, sehingga hampir mayoritas pemilik modal besar di Indonesia berusaha turut serta dalam bisnis pertambangan dengan cara membiayai proses politik kandidat dalam pemilu.
Ketika kandidat tersebut terpilih maka politik balas budi akan tercipta, pemodal dan pemimpin politik akan terus berhubungan baik. Bahkan sejak diterapkannya pemilu langsung pada tahun 2004 dan pemilukada pada tahun 2005, banyak dari para pemodal yang menjadi politisi. Dengan kekuatan materinya, lebih mudah bagi mereka untuk membiayai seluruh kegiatan politik , baik dengan membentuk partai politik , calon kepala daerah, calon legislative maupun capres dan cawapres, sehingga terjadi plutokrasi dalam perpolitikan di Indonesia.
Karena sifatnya untuk akumulasi kekayaan yang sebesar -- besarnya dan mempertahankan sumber -- sumber ekonomi yang ada sehingga pola konfrontasi politik di Indonesia pasca reformasi bukan antara masyarakat melawan oligarki tetapi di antara oligarki itu sendiri (mungkin bisa kita lihat ketika pendukung Jokowi -- Maruf amin membuat poros baru dalam koalisi yaitu Nasdem, Golkar, PKB, dan PPP yang terlihat bahwa ke empat parpol ini menolak partai -- partai lain untuk bergabung dalam koalis Jokowi -- Maruf Amin). Persaingan di antara oligarki dalam mendapat dan mempertahankan kekayaan, terjadi ketimpangan pendapatan kekayaan di Indonesia, berdasarkan data Global Wealth Report 2018 yang di rilis  Credit Suisse menunjukan bahwa 15 orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk Indonesia, sementara 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk. Ini kemudia berdampak pada demokrasi Indonesia yang mana seluruh pemimpin politik di Indonesia yang di calonkan dalam pemilu termaksud pemilukada dan pileg daerah, bukanlah pemimpin yang benar -- benara lahir dari rahim rakyat, akan tetap pemimpin yang telah disediahkan oleh para oligarki demi kepentingan mereka. Maka pilihan rakyat tidaklah bebas akan tetapi di tentukan oleh oligarki atau pemodal, termaksud kedua pasangan Capres dan Cawapres pada tahun 2019.
Ini terlihat jelas bahwa institusi politik Indonesia bersifat inklusif namum institusi ekonominya masih bersifat ekstraktif, dan Acemoglu dan Robinson memprediksikan Negara yang seperti ini tidak akan berlangsung lama bahkan menuju pada kegagalan sebuah Negara.
Lalu bagaimana kita merancang dan terlepas dari ekonomi yang ekstraktif ini, yaitu dengan membentuk partai politik ideologis yang rigid dengan doktrin pancasila yang sebenar -- benarnya dan anti praktek oligarki saat ini. Elit politik yang terdidik dan memilik komitmen yang riil pada pancasila kemudian masuk dalam legislative dan eksekutif serta mengubah kebijakan politik serta mendorong penegakan hukum yang adil dan pandang bulu, dan mengadakan reformasi nilai termaksud menghilangkan praktek patronase -- klientelisme dan transaksional materialis dalam politik mulai dari proses rekrutmen politik, dunia pendidikan formal dan non -- formal, pendidikan dan sosialisasi politik melalui indoktrinasi.
Penutup
Daron Acemoglu dan James A. Robinson begitu lihai dalam melihat ekonomi -- politik kenegaraan dewasa ini dan tentunhya pasti semua rakyat tak ingin terus berada dalam kubangan kesengsaraan, untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan rakyatnya yang sejahtera dan menghindari bahaya -- bahaya dan kegagalan -- kegagalan yang telah di alami di Negara -- Negara lain. Wujud masyarakat Indonesia yang maju, yang adil, makmur dan lestari di mana terdapat kehidupan keagamaan, moral, etik dan spiritual yang subur (pengamalan sila pertama), di mana martabat, hak -- hak asasi dan kewajiban manusia di junjung tinggi  (pengamalan sila kedua), di mana terdapat solidaritas nasional dan solidaritas sosial dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa  (pengamalan sila ke tiga), di mana terdapat sistim dan kebudayaan politik demokrasi pancasila yang mengungkapkan dan menerapkan keaulatan rakyat ( pengamalan sila ke empat),  dan di mana terdapat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (pengamalan sila kelima). Dalam hal mencegah dan menghindari bahaya -- bahaya dan kegagalan yang telah dialami Negara lain, pembangunan ekonomi politik yang inklusif sebagai pegamalan pancasila adalah juga untuk mencegah dan menghindari atas krisis -- krisis yang dialami masyarakat maju di Negara -- Negara industry. Krisis mental, krisis moral, krisis spiritual, krisis martabat dan kepribadian manusia dan krisis -- krisis yang ditimbulkan oleh pilmu pengetahuan, teknologi dan pertumbuhan ekonomi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun