Mohon tunggu...
Rama Guna Wibawa
Rama Guna Wibawa Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis terus sampe lupa caranya berhenti, kecuali adzan, makan dan Bucin

Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Isalam Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Satgas Lumpuh, Pelecehan Kukuh

26 Januari 2023   13:57 Diperbarui: 26 Januari 2023   14:04 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang wanita yang sedang mengalami kekerasan seksual, Source : Berita Kolut 

Apakah kampus sebagai tempat lahirnya orang-orang intelektual aman dari pelecehan ?

Sebagian besar para pelaku tindakan kekerasan seksual merupakan orang yang dekat dengan korban, masih banyak para oknum pendidik yang menjadikan mahasiswa sebagai objek pemuas hasrat seksual. Mahasiswa yang seharusnya mendapat perlindungan justru dijadikan sebagai pelampiasan.

Hadirnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Diharapkan mampu menjadi angin segar dan secercah harapan bagi seluruh warga kampus.

Namun faktanya, pelecehan seksual masih dianggap remeh dan dinormalisasi bagi kebanyakan orang tanpa pernah memikirkan dampak yang dialami korban atas maraknya kasus pelecehan seksual.

Sungguh memprihatinkan, mahasiswa yang digadang-gadang sebagai generasi bangsa pembawa perubahan justru dirusak dan dinodai pertumbuhan masa depannya yang indah.  

Dilihat dari data Catatan Tahunan (CATAHU) 2021 Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2010-2020), angka kekerasan seksual terhadap perempuan banyak mengalami peningkatan, mulai dari 105.103 kasus pada tahun 2010 hingga mencapai 299.911 kasus pada tahun 2020 atau rata-rata kenaikan 19,6% per tahunnya.

Memang kekerasan seksual dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, termasuk dalam ranah pendidikan. Di antara beberapa jenjang pendidikan, perguruan tinggi menempati urutan pertama dalam hal terjadinya kasus kekerasan seksual terbanyak dengan kurun waktu tahun 2015-2021. Wow!

Menurut Foucault (dalam Gordon, 2018) terjadinya kekerasan seksual karena beberapa faktor, diantaranya budaya patriarki yang mengakar kuat di Indonesia, budaya victim-blaaming yang kerap terjadi, pihak kampus yang menutupi kasus pelecehan seksual dengan dalih nama baik kampus dan adanya relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban.

Soal relasi kuasa, Seperti yang dilakukan dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP) Universitas Sriwijaya (Unsri) Aditya Rol Asmi (34) yang melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap mahasiswanya dan dituntut enam tahun tindak pidana penjara.

Selain itu, terjadi pula di kampus Universitas Andalas (Unand) Fakultas Ilmu Budaya yang melakukan pelecehan terhadap delapan orang. Satu diantaranya mengalami trauma, karena pelecehan yang ia terima cukup berat yakni pemerkosaan.

Kasus ini viral menjadi perbincangan hangat netizen dengan melalui salah satu akun instagram @infounand yang diunggah pada Rabu 21 Desember 2022 dengan tajuk " Ancam Tidak Lulus Mata Kuliah, Oknum Dosen Lecehkan Mahasiswa".

Namun apakah hal ini dapat terjadi di Kampus kalian ? Kemungkinan dapat pula terjadi, bagaimana tidak, sesuai amanah Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS di Perguruan tinggi , bahwa perguruan tinggi wajib membentuk Satuan tugas (Satgas PPKS). Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Akan tetapi Satgas PPKS kebanyakan begitu lumpuh tidak maksimalnya melaksanakan kerja-kerja keorganisasian, maka tidak heran kekerasan seksual kerap terjadi di lingkungan kampus dan kukuh untuk diberantas hingga ke akar-akarnya.

Satgas PPKS bertugas Sebagaimana yang diatur dalam Babke IV pasal 34, diantaranya menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, melakukan survey paling sedikit 1 kali dalam 6 bulan, mensosialisasikan pendidikan kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta pencegahan dan penanganan kekerasan seksual bagi warga kampus.


Selain itu, masih dalam permendikbud soal pencegahan perguruan tinggi salah satunya harus menyediakan layanan pelaporan kekerasan seksual dan memasang tanda informasi berisi pencatuman layanan aduan kekerasan seksual dan peringatan bahwa kampus perguruan tinggi tidak menoleransi kekerasan Seksual.

Apakah hal-hal yang diatas ada di kampus kalian ?

Saat ini jangan Tanyakan kenapa mahasiswa --mahasiswi Indonesia tidak banyak Speak Up soal terjadinya pelecehan seksual.

Namun tanyakan ditempat mana dan ruang mana tempat mahasiswa untuk speak up ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun