Mohon tunggu...
Ramadianto Machmud
Ramadianto Machmud Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism

Email: ramadianto.machmud@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pembenaran Bukanlah Kebenaran

8 Desember 2019   00:37 Diperbarui: 8 Desember 2019   22:13 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pixabay/Alexas_Fotos

Cara berpikir memenuhi kebutuhan jasmani tidaklah salah. Mendapat kedudukan, kaya, mempunyai kehormatan, sanggup membeli, serta sanggup memberi dan sebagainya, tidaklah salah. Tapi bila kita fokus dan berhenti disitu bisa tersesat. 

Hal itu juga bisa salah! Maksudnya? Sebab yang dibutuhkan bukan hanya itu. Maka dari sesuatu yang salah bisa dianggap benar, bila bersinggungan langsung dengan pemenuhan kebutuhan jasmani. Itulah sejatinya sebuah keinginan.

Bila menganggap semua hal-hal yang biasa itu menjadi sebuah kebiasaan tanpa memperkarakan kebiasaan itu apakah benar atau salah, maka kita hidup dalam kebohongan. 

Sehingga banyak hal yang perlu dipertanyakan, agar kita hidup benar dan bukan sekedar dibenarkan oleh sebab karena kita hidup.

Seumpama kita hidup dari hasil pembenaran dan tanpa mengerti apa maksudnya pembenaran itu, maka kebenaran tidak ada pada kita. Dan pastinya kebenaran itu tidak dihitung, bahkan tidak dianggap sebagai pembenaran sebuah kebenaran. 

Oleh karenanya perlu mengetahui secara utuh dan sempurna, makna hidup hasil pembenaran berdasarkan kebenaran. Dan itu tidaklah instan, butuh proses dan prosesnya lama, bahkan sampai matipun masih berproses. 

Mudah-mudahan bila saat (mati) itu tiba, kita tidak lagi mempersoalkan itu.

Dapatkah kita menjauhkan keinginan itu, tanpa meniadakan kebutuhan? Hasratlah yang menggerakkan itu semua. Dan ketika hasrat itu tidak terpenuhi, tidak serta merta membuat kebutuhan kita tidak terpenuhi. Itulah kebenaran yang ada, bukan hasil pembenaran.

Kita sendirilah yang menganggap idealnya sesuatu itu, berdasarkan hasrat akan keinginan dan bukan apa yang kita butuhkan. Sering pula kita menganggap sesuatu yang biasa dilakukan, sehingga itu menjadi sebuah pembenaran. 

"Tidak boleh tidak, bahkan menjadi sebuah keharusan. Menjadi sesuatu yang wajib dalam hidup. Kalau tidak seperti itu, tidak bisa!"

Berpikir dengan benar, bukan berpikir dari hasil pembenaran. Apa yang ingin orang lain lakukan terhadap dirimu, perbuatlah demikian!Dan apa yang tidak kita inginkan orang lain perbuat terhadap kita, perbuatlah sebaliknya demikian kepada orang lain!

Ini bukanlah tentang pemenuhan kebutuhan jasmani, tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan rohani. Janganlah munafik! Sebab yang selama ini disinggung hanyalah pemenuhan kebutuhan jasmani. 

Pembentukan pemenuhan kebutuhan rohani, tidak pernah disinggung. Seharusnya kualitas pemenuhan kebutuhan rohani, tidak dapat diukur dari segi banyaknya jumlah.

Cara berpikir seperti itu, bukanlah cara berpikir yang benar. Jadilah teladan yang baik! Cukupkanlah apa yang ada padamu, jangan mengharapkan lebih, sebab kita bukan berasal dari dunia ini. 

Memang semua memerlukan pemenuhan kebutuhan jasmani, tapi inti dari semua itu merujuk pada pemenuhan kebutuhan rohani. Pembentukan karakter, bukan pembentukan fisiknya saja. Bila karakter berubah, tentu berubah juga fisiknya.

Fisik (tampilan) kita bisa berubah, apabila karakter yang ada di dalam diubah terlebih dahulu. Kita semua sepakat dalam hal ini, bahwa masalah tidak akan pernah habis selama kita hidup. 

Selama itu pun bila asumsi kita terhadap masalah itu sesuatu hal yang salah, maka seluruh hidup kita pun berada pada masalah yang salah. Sehingga cara kita mencari jalan keluar sering melakukan pembenaran dan bukan mencari kebenaran dari masalah itu sendiri.

Contoh sederhana, bila ada hukum yang mengatur tentang bagaimana seharusnya kita hidup di suatu daerah dan kita tidak mematuhinya, maka kita selamanya akan hidup dalam masalah yang salah. 

Kemudian kita dianggap sebagai pembangkang, pemberontak, dan sebagainya. Sebab kita sendiri yang menolak hukum yang sudah ada lebih dulu. 

Selanjutnya untuk melakukan pembenaran, dicarilah alasan yang pas dan dianggap bagus sebagai bentuk perlawanan dari hukum itu. Padahal kebenarannya kita hanya menumpang hidup di daerah itu, dan berlagak seolah-olah kitalah penguasanya. 

Tidakkah hal itu merupakan tindakan keji sekaligus kesesatan?

Kita diajarkan untuk berbuat hal yang benar, bukan tindakan dari hasil pembenaran. Sebab tindakan yang dihasilkan dari sebuah proses pembenaran akan melahirkan gesekan dan pastinya gesekan tersebut merupakan hasil pembenaran dan bukanlah cerminan dari wujud kebenaran itu sendiri. 

Maka akan terasa menyakitkan bila kita mengetahui kebenaran suatu masalah tidak sesuai yang kita harapkan. Oleh sebab kita hidup dari proses pembenaran yang selama ini kita anggap sebagai kebenaran.

Banyak sekali dari kita yang menyelewengkan hukum sebagai jalan pemenuhan kebutuhan jasmani. Maka perkataan "tidak ada manusia yang sempurna", merupakan satu di antara banyak sekali tindakan pembenaran. 

Padahal dari semua ciptaan, manusia adalah makhluk sempurna. Diciptakan menurut gambar penciptanya, itulah sebenarnya kebenaran.

Maksudnya apa? Tidak ada kebenaran dari hasil pembenaran. Sebab kebenaran adalah kebenaran sejati. Pembenaran merupakan hasil persaingan antara akal dan perasaan, sedangkan kebenaran adalah hasil dinamis antara akal dan perasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun