Mohon tunggu...
Ramadhan Angga Notonegoro
Ramadhan Angga Notonegoro Mohon Tunggu... Human Resources - Sejatine urip iku gawe urup

Pelajar di Sekolah Kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Board Game" Indonesia Mendunia, Bagaimana Sikap Kita, Milenial?

12 November 2018   06:26 Diperbarui: 14 November 2018   19:57 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: thewirecutter.com

Masih ingatkah anda tentang peristiwa tsunami Aceh tahun 2004 silam? Duka yang dalam menyelimuti setiap penghuni semesta saat itu. Puluhan ribu manusia tewas tersapu gelombang tsunami yang menimpa dua propinsi paling barat Nusantara.

Namun ada cerita unik dari sebuah pulau bersama Simeuleu, sebuah pulau yang berada paling dekat dari pusat episentrum gempa ini justru hampir semua warganya selamat dari tsunami. Adalah tradisi Smong yang membuat mereka semua selamat dari terjangan dahsyatnya tsunami yang menerjang desanya. Nenek moyang mereka secara turun-temurun menitiskan tradisi itu dengan dongeng-dongeng dan kidung kepada anak cucu mereka.

Dan saat ini, kehebatan Smong sudah hadir dalam sebuah game papan. Dan hebatnya lagi tahun ini game ini resmi mendunia.

Sedikitnya tujuh developer game asal Indonesia memamerkan karyanya pada ajang pameran yang diselenggarakan di Essen, Jerman pada akhir Oktober lalu.

Lain Smong lain Buto Ijo dan Timun Mas, dari 1100 developer game dari 50 negara game Buto Ijo dan Timun Mas akan di jual di 26 negara setelah Blue Orange Games, sebuah Board Game Company asal Prancis, membeli lisensinya.

Rata-rata game dari Indonesia memang diadopsi dari cerita rakyat Indonesia dan aktivitas keseharian di Indonesia. Dilansir dari dw.com sebanyak 24 permainan papan yang berasal dari Indonesia hadir di Spielmesse 2018 di antaranya Orang Rimba buatan studio Hompimpa, Bam Bam Race dan Waroong Wars dari studio Tabletoys, Aquatico, Smong dan Mahardika dari studio Manikmaya. 

Studio lain yang ikut serta adalah Maen Main, Coralis Entertainment Morfosic dan Masbro. Harga yang dipatok untuk satu game itu sekitar 15 hingga 45 euro atau sekitar 780.000 rupiah per set game nya. Saat itu ratusan set game terjual dalam pameran tersebut.

Sikap Kita Generasi Milenial

Pariwisata menempati 5 besar sektor industri yang paling banyak menyumbang pendapatan negara kita. Beragam budaya dan kreativitas anak kecil hingga orang dewasa tidak ada habisnya di negeri kita. 

Bukan tidak mungkin mainan tradisional anak-anak era 90an atau sebelum itu bisa dijadikan dalam sebuah game. Bayangkan jika petak umpet atau gombak sodor (entah apa nama permainan ini di daerah anda) bisa menjadi game yang dimainkan menggunakan kacamata VR. Kita bisa bermain dengan teman masa kecil kita di luar kota bahkan di luar negeri karena dimainkan secara daring.

Kalau saya ingat lagi masa kecil saya dulu, ketika kelas enam SD saya pernah membuat permainan ular tangga namun dengan tambahan beberapa tantangan sehingga tidak hanya ada ular dan tangga. 

Beberapa halang rintang saya tambahkan pada game papan tersebut. Salah satunya penjara, siapa yang masuk penjara harus menunggu sampai dadu mengeluarkan angka enam. 

Ada ular yang panjangnya dari angka 99 menuju angka 2, untuk rintangan yang satu ini memang misuh-able sekali. Berikutnya ada orang tua yang mengajak ke rumah, terinspirasi dari orang tua yang memarahi anaknya ketika jam 6 sore harus pulang maka ketika salah seorang player dapat angka enam 3 kali berturut-turut dari putaran dadunya maka otomatis dia harus masuk ke dalam sebuah rumah yang sudah saya gambar dengan sosok ibu di dalamnya. Untuk keluar harus mengeluarkan angka yang menghasilkan kombinasi 7 yang berarti jam masuk sekolah.

Belum lagi karangtaruna di desa saya yang dulu menjadi karangtaruna yang sangat saya kagumi kreativitasnya sampai semua anggotanya pergi merantau demi menjadi buruh pabrik dan PNS tanpa memikirkan regenerasi pemuda karangtaruna desa.

Saya tidak sedang show off betapa kreatifnya saya atau karangtaruna desa saya di Banyumas sana, saya hanya ingin menyampaikan bahwa negara kita sangat kaya akan anak-anak yang memiliki imajinasi dan kreativitas tinggi. 

Namun, entah nenek moyang siapa yang memulai duluan bahwa hidup harus kaya, untuk kaya harus jadi PNS atau kerja kantoran, kantor apapun pokoknya kantoran, motor harus bagus, rumah harus tinggi, istri harus bening dan segala derajat material lainnya. Dan sekarang, semua itu hanya menjadi nostalgia belaka generasi milenial.

Saya ada ide, bagaimana jika semua substansi nostalgia kita di masa lalu kita kemas dalam teknologi kekinian yang memajukan industri kreatif kita. Kita komersialisasi untuk menyumbang pendapatan negara dan memberikan kesejahteraan pada masyarakat kita. 

Tidak mustahil, tentu jika kita mau duduk bersama membicarakan ini semua alih-alih berdebat itu bendera tauhid atau bendera HTI, yang genderuwo sebenarnya paslon satu atau paslon dua dan tetek bengek lainnya.

Generasi milenial yang banyak disindir di meme kalau kita sudah saatnya berkeluarga itu saya yakin memiliki kekuatan yang besar tidak hanya dalam suara di pilpres dan pileg nanti, tapi punya kreativitas yang maha dahsyat untuk menanam fondasi industri kreatif kita semakin maju dan diakui dunia dengan memanfaatkan semua momen nostalgia kita di masa lalu atau budaya di daerah kita masing-masing.

Jika orang-orang barat bisa mendunia dengan teknologi yang mereka buat, bagaimana jika kita tunggangi teknologi mereka dengan budaya bangsa kita yang luhur? Jangan demo saja yang kita tunggani. Eh, bagaimana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun