Mohon tunggu...
Ramadhani Ray
Ramadhani Ray Mohon Tunggu... -

writing | Literature | disability | Human Rights | Youth | Leadership

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Ojek Online, Solusi Transportasi Aksesibel bagi Penyandang Disabilitas

19 Desember 2015   08:18 Diperbarui: 19 Desember 2015   12:51 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - memesan layanan antar dengan ojek via smartphone (thejakartapost.com)

Saya agak tergelitik dengan berita yang tersebar di media beberapa hari terakhir, yaitu mengenai Kementerian Perhubungan yang hendak melarang beroperasinya ojek online. Memang, sudah banyak netizen yang angkat bicara soal ini—tak setuju dengan kebijakan tersebut. Selain keberadaan ojek online yang menjadi “penyelamat” di kala kemacetan merajarela, larangan tersebut dirasa tidak bijak karena tidak diikuti dengan penertiban ojek pangkalan yang jelas-jelas sudah jauh lebih lama menjadi transportasi publik tak resmi.

Kali ini saya tidak akan membicarakan itu di sini. Saya kira, sudah banyak orang yang mengulas bagian itu dan membuat banyak orang lain mengangguk setuju. Akan tetapi, ada hal lain yang saya rasa masih belum terpikir oleh kebanyakan orang tentang keberadaan ojek online ini. Ya, seperti judul tulisan ini; bahwa ojek online menjadi solusi transportasi aksesibel bagi para penyandang disabilitas.

Saya adalah seorang penyandang low vision (lemah penglihatan) yang juga berkegiatan di ranah advokasi isu disabilitas. Itulah sebabnya, mengapa saya punya banyak teman dengan berbagai ragam disabilitas. Itu pula sebabnya, saya tergelitik untuk mengulas isu ojek online ini dari sudut pandang penyandang disabilitas.

Sudah sejak lama—bahkan sebelum kemunculan ojek online—ojek merupakan transportasi yang acap menjadi andalan para tunanetra. Alasannya, sederhana saja. Menggunakan ojek membuat penumpang akan diantar tepat sampai ke tujuan. Memang, fungsi ini juga bisa dilakukan oleh taksi. Bedanya, tak ada pengemudi taksi yang berkenan memarkir mobilnya sejenak, kemudian mengantarkan penumpangnya hingga pintu depan gedung tujuan, atau bahkan sampai ke dalam ruangan. Nah, layanan semacam inilah yang justru sering diterima penumpang tunanetra dari pengemudi ojek yang ditumpanginya. Dengan kata lain, secara tak sengaja pengemudi ojek kerap menjadi “personal assistant” bagi tunanetra saat bepergian. Maka, alasan inilah yang kemudian membuat banyak tunanetra memiliki pengemudi ojek langganan. Saat hendak bepergian, kami mengontak pengemudi ojek tersebut untuk menjemput kami di tempat kami berada.

Dengan kemunculan ojek online, kebutuhan ojek bagi tunanetra pun semakin terfasilitasi. Selain tariff yang lebih rasional ketimbang ojek pangkalan, ada alasan lain yang lantas membuat ojek online menjadi solusi transportasi yang kami gandrungi. Saat ini, para tunanetra sudah dapat mengoperasikan smart phone secara mandiri melalui perangkat lunak pembaca layar yang tersedia pada telepon genggam seperti android dan IOS. Menariknya, aplikasi pemesanan ojek online yang ada cukup aksesibel bagi perangkat lunak pembaca layar pada ponsel tunanetra. Dengan demikian, kami dapat memesan ojek secara mandiri, tanpa perlu bergantung pada orang berpengelihatan awas di sekeliling kami.

Selain tunanetra, rupanya teman-teman tuli alias penyandang tunarungu-wicara juga merasa terbantu dengan kehadiran ojek online. Saya pernah membaca status facebook seorang teman tuli terkait ojek online. Singkatnya, ia mengapresiasi keberadaan ojek online yang berbasis aplikasi. Dengan pemesanan melalui aplikasi, calon penumpang hanya tinggal mengetik lokasi penjemputan dan lokasi tujuan, kemudian munculah angka tariff yang perlu dibayar. Dengan begitu, mereka yang menyandang tunarungu-wicara tak perlu menjelaskan secara verbal kepada pengemudi ojek tentang arah tujuan, pun tak perlu lagi bernegosiasi soal harga.

Pada kesempatan lain, saya berjanji dengan seorang teman tuli untuk bertemu di suatu tempat. Saat sedang menunggunya, ponsel saya berdering. Saya terheran ketika menemukan nama teman tuli saya yang muncul di layar. Pasalnya, mereka yang memiliki hambatan pendengaran, biasanya hanya berkomunikasi lewat pesan teks. Namun saya angkat juga telepon itu dan mendapati sebuah suara asing yang menyambut saya di sebrang telepon. Rupanya teman tuli saya berangkat dengan menggunakan ojek online. Kemudian si pengemudi ojek yang sepertinya agak kebingungan menemukan lokasi tujuan memerlukan tambahan informasi.

Lantaran teman saya adalah seorang tuli yang berkomunikasi dalam bahasa isyarat yang tak dipahami si pengemudi ojek, maka jadilah teman saya itu meminta pengemudi ojeknya menelepon saya dan bertanya tentang patokan jalan untuk lokasi tujuannya. Selain beberapa cerita serupa, inilah salah satu cerita yang membuat saya menyimpulkan bahwa pengemudi ojek online mungkin juga dibekali sedikit pengetahuan untuk membantu penumpang yang membutuhkan layanan khusus, seperti penyandang disabilitas.

Selain tunanetra dan tunarungu, cerita lain saya dapatkan dari penyandang tunadaksa atau disabilitas fisik. Sampai saat ini, saya mengetahui bahwa ada dua orang teman saya yang bekerja sebagai pengemudi pada salah satu provider ojek online. Mereka adalah pengguna kaki palsu. Saya tersenyum senang ketika pertama kali mendengar kabar ini. Bagaimana tidak. Di tengah sulitnya penyandang disabilitas tanah air untuk mengenyam pendidikan dan memperoleh pekerjaan, kedua kawan saya itu justru memperoleh kesempatan untuk mendulang rupiah melalui profesi mereka yang sederhana. Rasa salut saya pada provider ojek online tersebut pun semakin tinggi ketika saya membaca sharing seorang pelanggan ojek online tentang pengemudi ojek online yang pernah ia temui.

Pada facebook-nya, ia bercerita bagaimana ia tertegun ketika mendapati bahwa pengemudi ojek online yang mengantarkan pesanan makanannya ternyata berjalan timpang karena kakinya yang panjang sebelah. Kedua teman saya yang menggunakan kaki palsu barangkali tak begitu kentara sebagai penyandang disabilitas. Tetapi pada contoh cerita kedua, si pengemudi itu jelas tampak sebagai penyandang disabilitas. Meski demikian, provider ojek online tersebut tetap menerima mereka bekerja. Sebuah hal yang sangat perlu diapresiasi, mengingat masih banyak sekali perusahaan yang jauh lebih besar justru memandang penyandang disabilitas dengan sebelah mata dan tak memberi kami kesempatan untuk unjuk kemampuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun