Mohon tunggu...
Rama Duta Abdullah
Rama Duta Abdullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sisi Gelap Dunia Sosial Media

21 Juni 2021   21:15 Diperbarui: 21 Juni 2021   21:50 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Melonjaknya kegiatan bersosial media saat ini sangatlah drastis. Hampir semua orang memiliki sosial media tidak melihat umur, gender, atau strata sosial. Banyak artis di Indonesia yang sudah membuat sosial media untuk anaknya yang baru saja lahir. Dengan ia membuat akun anaknya membuat banyak kalimat selamat atau mengucapkan kebahagian atas kelahiran sang buah hati. Mereka juga beralasan membuat akun ini untuk menjadikannya sebagai album atau kenangan dan juga menjadi cerita hidup dari anak-anak mereka ketika besar nanti.

Banyaknya sosial media seperti Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok yang sedang ramai saat ini, dan banyak lainnya yang membuat orang-orang semakin mudah untuk memasuki dunia sosial media ini. Untuk membuat akun sosial media pun sangatlah mudah, bahkan tidak sedikit orang yang mempunyai beberapa akun sosial media.

Setiap akun media sosial itu memiliki perbedaan masing-masing, ada yang untuk memperlihatkan sisi baik mereka untuk pencitraan dan yang lain untuk melihat sisi lain mereka. Itu membuat keberagaman sosial media ini.

Kehidupan bersosial media juga bisa dijadikan peluang orang-orang untuk mendapatkan informasi. Hal ini jauh lebih mudah diakses, bisa dibaca dimana saja, dan biasanya jauh lebih cepat informasi itu untuk sampai ke pembaca.

Sesuci-sucinya kehidupan bersosial media, tidak sedikit juga sosial media ini memiliki sisi gelapnya. Dari hate speech yang berada dikolom komentar, fitnah-fitnah yang didapat dari para netizen, bahkan hingga keterror pembunuhan lewat Direct Message Instagram. Hal ini membuat banyak orang menjadi jauh lebih berhati-hati untuk bersosial media.

Hate speech yang mereka dapati biasa menyinggung ras, agama, bahkan fisik. Hujatan ini tidak menyinggung satu orang dari sosial media tersebut, bahkan hingga semua ras dan agama juga ikut tersinggung. Ini membuat semakin memperkeruh dunia per-sosial media ini.

Di Indonesia sendiri hal ini sudah sangatlah sering terlihat di berbagai platform sosial media apapun. Indonesia sendiri sudah di cap oleh Digital Civility Index (DCI) bahwa warganet Indonesia menempati posisi terbawah di Asia Tenggara atau bisa dibilang sebagai negara paling tidak sopan di sosial media.

Salah satu contohnya adalah ada seorang seleb tiktok yang ber-nickname Una menjadi buah bibir dikalangan para remaja khususnya wanita akhir-akhir ini. Mereka menganggap bahwa Una membawa efek buruk terhadap pasangan mereka. Disetiap video Una terdapat hujatan-hujatan dari para wanita itu. Semua berkata bahwa sosok Una ini "Sok Imut" agar mengundang kaum adam untuk melihat videonya.

Dan cenderung yang menghujat akun Una ini adalah dari kaum Hawa itu sendiri. Mereka berkata bahwa mereka insecure melihat kecantikan Una di Video tersebut. Mereka juga mengatakan bahwa pasangan mereka menjadi lebih sering memasang video Una di whatsapp status ketimbang wajah mereka.

Contoh kasus dari sisi kelamnya dunia bersosial media ini juga baru saja dialami oleh teman saya sendiri. Ia berkata bahwa ada beberapa pesan baru yang didapatnya dari Instagram, Whatsapp maupun dari messaging Facebook. Ia mengaku bahwa tidak mengenal siapa yang menghubunginya ini. Tanpa memberi tau, sang pengirim ini mengirim alamat rumah teman saya ini, padahal ia tidak mengenal sang pengirim ini dan sang pengirim ini akan mendatangi rumahnya dalam waktu dekat.

Akun yang meneror dirinya ini menghubunginya dengan kalimat yang lumayan kasar. Karena hal itu ia akhirnya memblokir akun tersebut dan berharap untuk tidak ada lagi hal seperti ini terjadi pada dirinya. Hal ini bisa membuat orang yang di terror ini menjadi memiliki trauma tersendiri. Menjadi cenderung lebih pendiam, bersifat tertutup, dan tidak sebebas sebelumnya.

Dampak yang didapat cukup diperparah jika sang peneror ini terus menghubunginya dan ia tidak berani bercerita ke teman-teman atau keluarganya, agar ia bisa memiliki sisi privasinya agar ia bisa mendapatkan proteksi dari orang luar untuk dirinya sendiri.

Biasanya akun yang meneror ini adalah akun yang bersifat anonymous yang tidak diketahui nama ataupun fotonya. Mereka membuat akun kosong yang mempunyai pengikut sedikit dan ditujukan untuk membuat hate speech atau hinaan di sosial media. Dengan cara ini, oknum tersebut bisa tidak diketahui identitas sebenarnya.

Menurut UU ITE Pasal 45 Ayat (1) yang berisi "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).",

Pada Pasal 45A Ayat (2) yang berisi "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dan pada Pasal 45B yang berisi Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Tujuan pemerintah untuk membuat ini adalah agak menakut-nakuti oknum terkait yang sering memberikan hujatan atau terror-terror di internet khususnya di sosial media. Semoga cara ini bisa membuat orang-orang jera dan semakin bijak di dunia berinternet khususnya di Indonesia. Karena sopan santun berinternet di Indonesia sudah dinilai cukup parah.

Adanya internet ini memang sangat memudahkan segalanya, bisa memenuhi semua kebutuhan kaum milenial yang dimana semuanya serba cepat. Mereka cukup duduk santai dirumah sudah bisa menikmati hiburan dengan mudah. Tetapi dengan mudahnya berinternet sekarang membuat privasi seseorang menjadi sangatlah tipis. Maka dari itu banyak kejahatan sosial media yang hadir dimasyarakat.

Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya sosialisasi bersosial media di Indonesia. Ini membuat netizen Indonesia juga sangat mudah terpancing atau terprovokasi atas masalah yang besar maupun masalah yang kecil. Sehingga mereka belum bisa mengontrol emosi ketika sudah berada di dunia sosial media ini.

Karena sosial media ini mencakup bukan hanya satu daerah, bahasa, ras, hingga Negara. Pada Januari 2021, angkanya mencapai 4,2 miliar atau tumbuh 13,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dirinci, rata-rata lebih dari 1,3 juta pengguna baru di media sosial setiap harinya sejak 2020. Ini yang seharusnya bisa memicu untuk kegiatan berinternet di sosial media ini menjadi jauh lebih di hati-hati lagi.

Dengan adanya peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah ini, harusnya membuat Netizen Indonesia menjadi jauh lebih tenang. Karena mereka sudah terlindungi dengan adanya peraturan tersebut dan sudah tidak ada lagi terror terror yang dibuat oleh oknum tidak bertanggung jawab ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun