Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 101 x Prestasi Digital Competition (68 writing competition, 23 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pemerataan Pendidikan dengan Gotong Royong

29 Mei 2016   23:51 Diperbarui: 30 Mei 2016   20:26 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengumpulan Donasi Berupa Coin Untuk Pendidikan, Gotong Royong Pembiayaan I Sumber Foto : Andri M

Coin-coin berserakan dan menumpuk didepan diri daku. Banner panjang dijadikan alas tempat daku menghitung coin-coin itu. Daku tidak sendiri tetapi bersama teman-teman lannya dari Komunitas Coin A Chance. Coin untuk pendidikan, daku menyebutnya untuk Coin A Chance. Bila diartikan dari bahasa inggris ke Bahasa Indonesia sebetulnya memiliki arti coin kembalian. Gerakan ini merupakan aktivitas pengumpulan dan penghitungan coin dimana hasilnya nanti di donasikan kepada anak Indonesia yang belum mendapatkan pemeretaan pendidikan pada usia sekolah di jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menegah Atas (SMA).

Apakah pemerataan pendidikan merupakan peran pemerintah saja ?? .... ada yang mengatakan IYA ada juga yang mengatakan IYA dan harus ada keterlibatan masyarakat. Kalau daku memandang IYA dan perlu peran masyarakat untuk membantu pemerataan pendidikan bagi yang belum terjangkau. Gerakan aktivitas pemeretaan pendidikan seperti Coin A Chance menurut daku patut di tiru karena pendidikan harus dipandang sebagai ikthiar kolektif seluruh bangsa. Sehingga pendidikan tidak bisa dipandang sebagai sebuah program pemerintah saja.

Komunitas Coin Untuk Pendidikan (Coin A Chance) yang didirikan oleh Hanny Kusumawaty dan Nia Sudjarwo tempat daku bernaung mengajak semua elemen masyarakat untuk terlibat. Karena pendidikan bukan sebagai tanggung jawab pemerintah saja, tetapi perlunya keterlibatan seluruh elemen bangsa. Masyarakat seharusnya merasa memiliki masa depan bangsa sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator. Gotong-rorong seluruh eleman masyarakat itulah kata yang tepat menurut daku

Saat ini daku lihat sudah banyak bermunculan gerakan-gerakan dari LSM, Ormas, dan Perusahaan yang peduli terhadap dunia pendidikan. Perkembangan ini sudah cukup bagus dan memang masih diperlukan lebih banyak jumlahnya. Yang patut dilakukan adalah memberi contoh dan tidak segan-segan untuk memfasilitasi gerakan, LSM, dan dunia usaha yang bersedia membantu dunia pendidikan. Gerakan untuk menumbuhkan rasa memiliki disemua kalangan agar sama- sama peduli terhadap problematika pendidikan dan semua bersedia menjadi bagian dari ikhtiar untuk meyelesaikan masalah.

 

Gotong Royong Budaya Yang Baik

Gotong Royong menurut daku merupakan budaya bangsa yang luhur dimana suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. Usaha kolektif yang sukarela ini bisa kita jumpai pada saat kerja bakti, pembangunan tempat ibadah, prosesi keagamaan, dan lain-lain.

Dalam dunia pendidikan juga tidak luput dari gotong royong dimana masyarakat secara sadar dan bersama-sama membentuk sebuah kegiatan pendidikan. Banyak hal dapat kita lihat contohnya di masyarakat menyangkut pendidikan seperti pengajian, taman belajar anak, sekolah-sekolah gratis, pengumpulan donasi dan lain sebagainya. 

 

Contoh Nyata Bagaimana Gotong Royong di Dunia Pendidikan

Dua bulan lalu daku menonton sebuah film yang mengisahkan sosok didunia pendidikan. Saat itu Kompasiana menyelenggarakan Kompasiana Coverage Film "Surat Cinta Untuk Kartini". Film ini memang lebih menceritakan sosok seorang tukang pos yang mencintai Kartini walupun kisah ini fiktif. Tetapi ada pembelajaran dari film tersebut bagaimana sosok tukang pos itu bersama anak-anak disekitarnya gotong royong membangun tempat belajar di pinggir sungai untuk Kartini mengajar.

Sosok Kartini yang membangun pusat pendidikan setelah menikah mencontohkan bahwa ia tidak berpangku tangan melihat keadaan disekitarnya tetapi menggerakkan diri. Tidak hanya Kartini terdapat sosok Kartika di Jawa Barat, Ki Hajar Dewantoro di Yogyakarta dan pahlawan pendidikan lainnya yang menggerakkan dirinya untuk memperjuangkan pendidikan yang ada di depan mata mereka. Gotong Royong sebuah kunci dimana masyarakat membantu mereka menelurkan pendidikan tersebut.

Di kesempatan yang berbeda di tanggal 22 desember 2015, bertempat di Gedung The East lingkar Mega Kuningan Jakarta Selatan, Kompasiana dan IndonesiaX menyelenggarakan Kompasiana Coverage yang bertajuk "Peran Online Education dalam Pembentukan Karekter bangsa". IndonesiaX merupakan online courses salah satu dan pertama yang menggunakan metode massive open online course (MOOC) di Indonesia yang betul-betul independent dimana tidak berbayar atau gratis.

Platform Indonesia X menyediakan kursus2 yang tidak hanya akademik tetapi juga life skill dimana komposisinya akademik 30 persen dan life skill 70 persen. Pendidikan itu bukan berarti sekolah formal, kursus juga merupakan pendidikan. Apa yang dilakukan Indonesia X dengan mengumpulkan para ahli bergotong royong dengan kursus gratis merupakan terobosan yang patut di apresiasi.

Selain itu daku pernah mengunjungi sebuah konsep sekolah asrama dengan sistem dimana para lulusan sekolah asrama itu dianjurkan untuk menyisihkan penghasilannya ketika sudah berkerja untuk membantu adik kelasnya. Sekolah asrama itu yaitu Sampoerna Boarding Schooll. Awalnya daku mengira sekolah ini menggunakan sistem biasiswa ternyata sekolah ini menyebutnya dengan Program Pembiayaan Lunak. Program pembiayaan lunak ini berasal dari perusahaan atau lembaga pendonor tetapi setelah lulus dan bekerja diharapkan para alumni berpartisipasi. 

Daku pernah membaca tentang Indonesia Mengajar dimana gerakan ini merekrut, melatih, dan mengirim generasi muda terbaik bangsa ke berbagai daerah di Indonesia untuk mengabdi sebagai Pengajar Muda (PM) di Sekolah Dasar (SD) dan masyarakat selama satu tahun. Pelopornya, Anies Baswedan memulai gerakan Indonesia Mengajar pada tahun 2009 untuk menjadi lebih dari sekadar program, tetapi sebagai gerakan untuk mengajak bersama masyarakat yang berikhtiar untuk ikut berperan aktif mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai wujud upaya melunasi janji kemerdekaan.

Indonesia Mengajar (IM) percaya bahwa pendidikan dasar untuk anak-anak diseluruh pelosok Indonesia wajib disampaikan dan didampingi oleh generasi terbaik bangsa. Didasari juga oleh janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka IM mengambil inisiatif untuk mendampingi sekolah dasar–sekolah dasar di berbagai pelosok Indonesia dengan merekrut, membekali,dan menempatkan sarjana-sarjana terbaik bangsa yang memiliki semangat mengabdi untuk mengajar di sebuah SD selama satu tahun. Para pemuda yang dikirim sebagai guru sekolah dasar (SD) ke daerah disebut sebagai Pengajar Muda.

Masih banyak contoh lain di masyarakat bagaimana masyarakat bergotong royong memajukan pendidikan. 

**oo00oo**

 

Ki Hajar Dewantara menyebut sekolah yang didirikannya dengan nama Taman Siswa. Ia membangun Taman Siswa bukan bagian dari sekolah negara tetapi usahanya membantu bangsa ini menelurkan sebuah tempat belajar. Sama seperti  kelahiran Muhammadiyah yang mengajak murid-murid pertamanya gotong royong membangun tempat pendidikan anak-anak. 

Konsep taman adalah tempat dimana anak-anak berada dengan rasa yang menyenangkan. Anak datang  ke taman dengan  senang hati, dan berada di taman  juga dengan senang hati. Pada saat harus meninggalkan taman maka anak merasa berat. Sekolah yang menyenangkan bagi siswa memilki karakter. Ada baiknya sekolah melibatkan semua komponen, baik dari guru, orang tua dan siswa dalam proses pembelajarnya relevan dengan budaya gotong royong.

Salam hangat - Blogger Rusuh berambut undercut - Andri Mastiyanto

Email : mastiyan@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun