Mohon tunggu...
LOGIKA AWAM
LOGIKA AWAM Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

wirausaha

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Barada E, Seberapa Benar... Seberapa Salah???

18 November 2022   15:08 Diperbarui: 18 November 2022   15:11 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memang bisa dibayangkan sulit dan beratnya situasi yang dihadapi Barada E saat itu, sebagai anggota polisi yang masih pangkat terendah tiba-tiba mendapatkan satu perintah berat dari atasan yang level kepangkatannya hampir puncak.

Dan isi perintah itu juga merupakan hal yang paling berat untuk ukuran kehidupan psikologis manusia yaitu perintah untuk sebuah tindakan yang bisa mengakibatkan kematian orang lain...tapi sekaligus menjadi buah simalakama karena kalau perintah itu 'terbantah'..bisa diri sendirilah yang mendapatkan arah moncong senjata.

Pengambilan keputusan yang berat antara melaksanakan  atau (masih bisa) menolak perintah..harus hanya dengan waktu pertimbangan sekian detik.

Dan kemudian sudah terjadi..Barada E melepas tembakan..dan Brigadir Y roboh.. 

Yang tersisa kemudian hanya suatu pertanyaan..seberapa benar atau seberapa salah sikap Barada E itu..??

Sekilas memang (bagi sebagian orang) situasi dan kondisinya tersebut menjadi 'termaklumi'..karena rasanya siapa sih orangnya..apalagi sebagai "hanya" seorang bawahan untuk bisa menghidar dari situasi seperti itu..??!

Tapi kemudian sebenarnya perlu ada 'evaluasi' atas kepemakluman itu..

Mengapa perlu terevaluasi pemakluman tersebut..? karena sebenarnya "gerak cepat" Barada E dalam melaksanakan perintah 'konyol' itu sebenarnya masih bisa saja terhindarkan bila Barada E lebih memegang kepahamannya tentang nilai nilai dalam kehidupan yang lebih utama..

"Lebih utama" karena nilai nilai yang dimaksud adalah yang berkait dengan hak mendasar tentang manusia.

Atas seseorang yang belum jelas kesalahannya..terperintahkan untuk ditembak..apalagi sosok itu sudah sangat dikenalnya juga..ini mestinya bisa menggugah logika dan rasa manusiawi Barada E..untuk tidak segera begitu saja melaksanakan perintah..walau itu perintah jendral.

Karena perintah itu mudah dirasakan bahwa bukan perintah kedinasan..sehingga sekadar patuh pada SOP menjadi kurang relevan lagi..

Di situasi dan kondisi yang genting saat itu Barada E mungkin masih lebih mengikatkan diri pada hasrat dan keinginannya bersandang atribut polisi..dibanding pengikatan pada nilai nilai kehidupan yang "lebih mendasar".

Sebuah profesi...bagaimanapun  sebenarnya hanyalah SARANA...untuk dalam rangka manusia menggapai tujuan hidup yang lebih 'mulia' yaitu untuk bisa bermanfaat bagi sesama..dan yang pertanggungjawaban nantinya hanyalah kepada Tuhan..

Maka sebenarnya

bila Barada E dalam pemahaman "nilai nilai kehidupan yang lebih mendasar" di kondisi yang lebih melekat dihati dan pikiran..masih bisa Barada E menghindar dari pelaksanaan perintah liar.

Memang ada resiko bahwa bila menolak perintah bisa berakibat beralihnya arah moncong senjata kepada dirinya...tapi memang sebuah komitmen hidup kadang pertaruhannya bisa adalah nyawa.

Dan ukuran nilai hidup seseorang didunia memang tidak sekadar pada batas kematiannya...(ini berkait resiko Barada E justru yang jadi korban..) tapi bahwa kadang...(maaf) mati justru menjadi nilai 'keberhasilan dalam hidup' dibanding memilih demi hidup tapi dengan kualitas yang cacat.

Yang namanya "bertaruh nyawa" bisa dicontohkan juga..seorang tukang parkir yang beritikad menggagalkan perampokan didepan matanya..juga pada dasarnya siap bertaruh nyawa.

Pada dasarnya semua orang selayaknya siap bertaruh nyawa bila untuk menjaga dan membela komitmen-komitmen hidupnya..karena tanpa pendasaran demikian maka sebetulnya apa yang menjadi perkataannya adalah "omong kosong" belaka.

Kembali tentang masalah perintah..pada dasarnya perintah itu adalah perintah konyol..sehingga sebetulnya menjadi kurang relevan bila materi perintah itu dinilai dari sudut 'kedinasan kepolisian'...walau perintah itu dari seorang jendral polisi. Dan karena perintah konyol..maka kita coba disini di perumpamakan dengan contoh perintah lain yang dengan "bobot kekonyolan yang sama.." yaitu misalnya perintah itu berisi: Barada E diminta (maaf) meloncat dari pesawat tanpa parasut...tentu "pelaksanaan" atas perintah itu tidak mesti seperti yang kini terjadi . Karena Barada E tentu berontak...

Jadi mengapa untuk perintah "menembak teman" Barada E tidak cukup berontak..?? Disini akan terlihat kaitannya dengan kurangnya Barada E memegang nilai-nilai yang lebih utama dalam kehidupan kemanusiaan..yang sehingga Barada E mudah terbawa melaksanakan perintah yang sebenarnya bahkan tidak relevan lagi dengan tugas kedinasan.

Pada dasarnya "sah-sah" saja...hidup seseorang di dunia akan "demi apa demi bagaimana"..tapi  disini karena ada "dampak yang fatal"...yang sedikit banyak bersumber dari permasalahan tentang hal demikian..maka dalam hal ini hal demikian menjadi "terbahas"..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun