Mohon tunggu...
Rakhmasari Kurnianingtyas
Rakhmasari Kurnianingtyas Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba melukis cerita lewat aksara

belajar dari mendengarkan dan melihat

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lebaran Tanpa Mudik

24 April 2022   14:34 Diperbarui: 24 April 2022   14:43 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mudik Lebaran (Foto: bola.com)

Tradisi mudik menjadi aktivitas yang menutup bulan Ramadan. Jutaan umat muslim menantikan dan mempersiapkan segala yang dibutuhkan dengan sebaik-baiknya demi mudik yang lancar dan berkesan. Dari mulai perjalanan mudik sampai bagaimana nanti setibanya di kampung halaman.

Banyak sekali yang dipersiapkan. Dari mulai dana, makanan, oleh-oleh, pakaian sampai dengan jadwal acara silaturahmi yang harus dihadiri. Semua harus diperhitungkan dengan cermat agar waktu yang sebentar di kampung halaman bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Namun tidak semua orang beruntung bisa mempunyai kesempatan mudik di kampung halaman. Banyak sekali faktor yang bisa menjadi penyebabnya. Salah satunya adalah faktor ekonomi. 

Seperti pengalaman saya pada sekitar tahun 2000an. Sebagai seorang abdi negara, saya pernah bertugas di provinsi paling ujung Indonesia yaitu tanah Papua tepatnya di kota Jayapura. Sedikit cerita pernah saya ulas juga di Kompasiana saat saya tiba situasi sedang panas karena konflik bersenjata. (baca juga Konflik Batin di Daerah Konflik)

Sebagai provinsi paling timur Indonesia, jarak yang harus ditempuh dari pulau Jawa lumayan memakan waktu yang cukup lama. Penerbangan dari Yogyakarta ke Jayapura membutuhkan waktu rata-rata 7 jam 45 menit. Dengan transit di Denpasar dan Timika. Sedangkan kalau kita berangkat dari Surabaya lama waktu terbang sekitar 5 jam 40 menit dengan transit di Makassar dan Timika.

Pada saat itu belum banyak pilihan maskapai penerbangan dari dan ke Jayapura. Hanya Garuda dan Merpati yang menjadi pilihan kita. Dengan jadwal penerbangan yang belum tiap hari. Benar-benar masih penuh dengan keterbatasan.

Dengan jarak sejauh itu, wajar jika harga tiket pesawat pun menjadi sangat tinggi. Selain juga disebabkan hanya dua maskapai penerbangan yang beroperasi sehingga harga menjadi tidak kompetitif. Pada saat itu harga tiket pesawat rata-rata Rp.2.500.000 sampai dengan Rp.3.500.000 untuk sekali jalan pada hari biasa. Jika hari raya atau hari libur tentu harga akan lebih tinggi lagi.

Sebagai pegawai baru dengan masa kerja sekitar 5 tahun, harga tiket tidak sebanding dengan gaji yang saya terima. Untuk membeli tiket sekali jalan pun tidak cukup. Hal ini lah yang menyebabkan dengan terpaksa saya tidak pernah mudik Lebaran selama saya bertugas di Jayapura.

Kesempatan pulang ke kampung justru di waktu lain. Kami memilih waktu di hari biasa di saat harga tiket masuk akal dengan kantong kami. Dan kesempatan itu kami gunakan sebaik-baiknya dengan mengambil cuti agak lama agar sebanding dengan biaya yang kami keluarkan untuk membeli tiket pulang pergi.

Akhirnya saya merayakan Idulfitri di Jayapura dengan teman-teman yang senasib. Hampir semua anak perantauan di sana waktu itu memakai rumus pulang kampung seperti itu, yaitu bukan di waktu Lebaran.

Sebenarnya ada alternatif lain jika kami ingin pulang ke pulau Jawa. Yaitu dengan menggunakan jasa angkutan kapal laut dengan harga yang lebih terjangkau. Namun kendalanya adalah lamanya waktu perjalanan. Kapal laut dari Jayapura ke Jakarta bisa memakan waktu 8 hari 7 malam. Sungguh waktu yang sangat panjang bagi kami dengan jumlah cuti tahunan yang hanya 12 hari kerja tiap tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun