Saya takut. Kalau-kalau, Tuhan datang ke rumah saya. Sungguh saya merindukan, dan memiliki keinginan untuk bertemu langsung dengan Tuhan. Tapi saya ragu, apakah saya bisa menyambutnya dengan baik. Tidak ada sofa empuk yang memiliki sandaran kaki, tidak memiliki pendingin ruangan, untuk sekedar famili atau saudara, saya saja sungkan, apalagi Tuhan. Meskipun Tuhan adalah sosok sederhana dan tidak memikirkan hal tersebut, tapi sebisa mungkin, anda akan memberikan sambutan terbaik, bukan.
Alkisah, suatu hari, apabila Gusti datang ke rumah saya, saya hanya mampu menghidangkan kopi hangat, dan mempersilakan Dia duduk di kursi seadanya.
"Gusti, kalau-kalau ingin main ke rumah saya, coba hubungi saya dulu saja, saya akan potongkan ayam dan beresin semuanya. Saya malu, tempat saya ini kotor dan reyot. Se engga nya kan Gusti bisa makan disini." Ujar saya.
"Ah, Saya kan niatnya main, ketemu kamu. Saya kan juga pengen main-main kesini, ga usah mikir repot-repot lah" Jawab Gusti.
Akhirnya kami berbincang-bincang. Kopi hangat dan kacang dalam toples. Hanya itu yang bisa saya hidangkan. Di luar hujan deras dan dingin sekali. Memang udah waktunya untuk musim hujan seperti ini, pikir saya.Â
Sesekali candaan dan tawa lepas terdengar di ruang tamu saya. Ya pasti terdengar, ruangannya sempit. Tetangga juga pasti dengar, tembok sebelah juga ruang tamu Pak RT.
Seketika, saya bertanya kepada Gusti.
"Gusti, sampeyan kan mau ulang tahun. Mau minta apa, Gusti? Nanti saya bilang keluarga saya buat siapin semuanya".
"Wah tumben kamu baik, ga biasanya kamu seperti ini" Jawab Gusti
"Hehe, jelek-jelek gini kan saya juga ingin ngerayain dong Gusti. Saya kasih apa gitu? Biar Gusti aja ngendiko (berkata), nanti saya nurut".
"Kalo kamu gitu, saya minta kamu taat, ya? Kamu mau nurut kan katanya tadi?" Jawab Gusti lagi.