Mohon tunggu...
Raja Mangsa
Raja Mangsa Mohon Tunggu... -

Pernah melancong ke luar negeri mendampingi kaisar, lalu sekarat ditikam cemburu sebelum akhirnya hidup bertualang lagi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dua Presiden PR Bagi Ahli Konstitusi

12 September 2014   18:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:53 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika membaca koran-koran selama sebulan ini, kita menjadi bingung karena di Indonesia saat ini ada dua Presiden. Satu Presiden yang masih berkuasa, bernama Susilo Bambang Yudhoyono, presiden keenam Indonesia yang masih berkuasa hingga akhir masa jabatannya. Satu lagi Joko Widodo, calon presiden terpilih hasil Pemilu Presiden. Meski Jokowi baru pada akhir Oktober nanti akan dilantik menjadi presiden ketujuh, tapi KPU sudah mengesahkan kemenangannya.

Setelah putusan MK yang menolak gugatan Prabowo-Hatta, mayoritas rakyat sudah melihat Jokowi sebagai Presiden. Jadi kenyataan ada dua Presiden, bukan lagi seolah-olah, tapi memang nyata. Padahal faktanya Jokowi masih gubernur DKI, tapi sudah blusukan ke wilayah lain di tanah air. Bahkan sudah mengirim utusan ke luar negeri, seperti Surya Paloh ke China dan menerima Tony Blair.

Apalagi Jokowi membuat Tim Transisi, yang berprilaku seperti Menteri di Kabinet. Hal ini yang sempat menimbulkan kegusaran SBY. Karena Tim Transisi berani mengatur menteri di kabinet SBY. Tak hanya menteri-menteri tapi Panglima TNI pun jadi bingung. Jokowi juga mendapatkan pengawalan Paspampres, KPU telah menyerahkan pengawalan keamanan Jokowi dari Polri ke Paspampres. Plus mobil dinasnya. Aksi nyata Jokowi sebagai Presdien terlihat dari pernyataan-pernyataan terkait rencana kebijakan nasional, seperti rencana kenaikan harga bahan bakar minyak dan RUU Pilkada.

Memang Konstitusi kita hanya mengatur periode pemerintahan presiden dan wakil presiden adalah lima tahun, sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 7 UUD 1945. Tidak aturan teknis lain, baik di dalam UUD maupun undang-undang yang menjelaskan sejak kapan presiden dan wakil presiden memulai dan mengakhiri masa jabatannya.

Di sinilah letak adanya kontradiksi hukum yang sangat nyata mengenai persoalan ini antara KPU dan MPR. KPU lembaga sah sebagai penyelenggara pemilu. KPU yang menentukan seluruh tahapan pemilu, termasuk tahapan pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2014, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 3 (6) UU Nomor 42/2008 juncto PKPU Nomor 4/2014.

Akan tetapi, secara hukum Jokowi-JK belum dapat menjalankan fungsinya hingga pelantikan sumpah dilakukan oleh MPR. Konstitusi menyatakan pelantikan dilakukan di hadapan MPR (Pasal 3 UUD). MPR sebagai pemangku hajat pelantikan ditentukan waktunya oleh KPU, bukan menentukannya sendiri.

Dua presiden inilah yang terjadi, keduanya secara de jure masih sah secara hukum. SBY masih menjadi presiden karena belum adanya pelantikan/penyumpahan Jokowi di MPR. Tapi sudah ada Presiden baru , Jokowi merasa sudah menjadi presiden karena telah adanya SK KPU mengenai penetapan dirinya sebagai presiden untuk periode 20014-2019.

Momen unik ini pertama kali terjadi transisi pemerintahan dalam sistem pemilu langsung sejak 2004. Harus segera dicari solusinya, ini preseden baru. Ini gawat darurat, bisa memicu konflik. Para pembuat hukum harus segera bekerja untuk membuat aturan. Sehingga mekanisme transisi pemerintahan presiden lebih pasti.

Dalam hal ini kita tidak lupa memberi apresiasi tinggi kepada mantan Capres Prabowo. Tentu akan sangat merepotkan bila kubu Prabowo bisa masuk lewat celah ini. Tapi, syukurlah kubu Prabowo bisa menahan diri untuk tidak mengail di air keruh. Meski dinyatakan kalah oleh MK, tapi pemilih Prabowo tidak sedikit, 47% suara mendukungnya. Beruntung Koalisi Merah Putih segera menunjukkan sifat legowo, mau menerima kekalahan dan segera bekerja. Bila Koalisi Merah Putih meneruskan aksinya menggugat maka akan lain ceritanya.

Kita berandai-andai, andai MK mengabulkan gugatan kubu Prabowo, hingga terjadi Pemilihan Suara Ulang, tentu waktu menjadi lebih panjang lagi. Bisa jadi Rakyat Indonesia pun akan memiliki tiga Presiden, Presiden Berkuasa, Presiden Pilpres (ulang) dan Presiden versi KPU. Ini memang berandai-andai saja, dan masa-masa itu sudah lewat.

Untuk pakar hukum konstitusi, selamat Anda punya tugas baru, agar Indonesia segera keluar dari ruang gawat darurat konstitusi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun