Mohon tunggu...
Raja Mangsa
Raja Mangsa Mohon Tunggu... -

Pernah melancong ke luar negeri mendampingi kaisar, lalu sekarat ditikam cemburu sebelum akhirnya hidup bertualang lagi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Isu HAM Jangan seperti Ungkapan Maling Teriak Maling

1 September 2014   16:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:55 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1409537688504725618

[caption id="attachment_356578" align="alignleft" width="280" caption="(Sumber Foto langsungpilih.com)"][/caption]

Salah satu isu yang paling krusial dalam Pilpres 2014  adalah masalah Hak Asasi Manusia. Saling serang pun terjadi di antara dua kubu. Prabowo dituding sebagai penculik aktivis demokrasi dan dikubu Jokowi ada Wiranto dan Hendropriyono yang jadi sasaran. Tapi, justru dari Pilpres inilah terbetik kemenangan special untuk Prabowo. Dari elektabilitas yang hanya belasan saja, dalam waktu singkat 3 minggu, Prabowo sudah naik ke 47%. Itupun masih dikeroyok media dan lembaga survei. Kemenangan Prabowo terlihat jauh sebelum itu, mantan Danjen Kopassus ini didukung oleh berbagai kalangan dari Kiai, Habib, akademisi hingga artis dan anak muda yang berjiwa satria. Dari sosok penjahat HAM Prabowo tampil menjadi seorang patriot bangsa.

Isu HAM memang terus digoreng hingga hari ini. Koalisi Merah Putih bukan tak menyadari, tapi akan salah alamat kalau dipakai menyerang KMP. Selain tidak mempan karena Kasus HAM Prabowo sudah tutup buku, sebagai pejabat militer (ketika itu) dia sudah melaluinya secara ksatria di Mahkamah Militer. Bahkan kalau ini diteruskan bisa menjadi blunder bagi kubu Jokowi.

Belum lama ini tersiar berita Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memenuhi undangan Tim Transisi Jokowi-JK untuk membahas sejumlah isu HAM berat. Mereka meminta pemerintahan Jokowi-JK untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut.

“Korban masih menunggu penyelesaian. Supaya presiden terpilih bisa memberikan satu langkah pasti terhadap kasus-kasus ini,” kata komisioner Komnas HAM, Nurcholis, di Rumah Transisi, Jl. Situbondo, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2014).

Rombongan Komnas HAM tiba di Rumah Transisi sekitar pukul 11.30 WIB. Selama pertemuan kira-kira dua jam dengan salah satu Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto, mereka membahas kasus-kasus yang penyelidikannya telah selesai dilakukan Komnas HAM.

Kasus yang penyelidikannya telah rampung dilakukan Komnas HAM diantaranya kasus Tanjung Priok, Timor Timur, dan kasus Adipura. Menurut Nurcholis, akan ada pertemuan lanjutan untuk membicarakan upaya yudisial dan nonyudisial terhadap kasus-kasus tersebut. “Prioritas mana yang bisa dibawa ke pengadilan. Mana yang rekonsiliasi. Diharapkan model penyelesaian menghindari penggunaan uang negara yang berlebihan,” tambah dia.

Disisi lain, The Indonesian Human Right Monitor (Imparsial) mendesak pemerintahan Jokowi-JK untuk menuntaskan tujuh kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu pada 100 hari pertama masa pemerintahannya. Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti menyebutkan, tujuh pelanggaran HAM berat tersebut yaitu, kasus penghilangan paksa terhadap 13 aktivis, kasus kerusuhan Mei 1998, kasus Talangsari, kasus Trisakti-Semanggi, kasus penembakan misterius pada masa pemerintahan Soeharto, dan kasus Wasior-Wamena.

"Jokowi-JK dalam 100 hari pertama masa pemerintahannya harus segera melakukan koordinasi dengan Komnas HAM dan Jaksa Agung untuk mempercepat proses penyidikan tujuh kasus pelanggaran HAM yang telah diselidiki oleh Komnas HAM," kata Poengky di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (29/8).

Poengky menjelaskan, untuk menyelesaikan ketujuh kasus tersebut Jokowi-JK bisa menerbitkan keputusan presiden (Kepres) untuk pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc. Sementara kasus yang diusulkan pihaknya untuk diselesaikan terlebih dahulu adalah kasus pelanggaran HAM berat yang telah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu kasus penghilangan paksa terhadap 13 aktivis HAM pada masa orde baru.

Untuk mendukung program tersebut, Jokowi diminta untuk berhati-hati dalam orang menunjuk orang yang akan ditempatkan sebagai Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Menteri Pertahanan (Menhan)Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), serta Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Dia menuturkan bahwa keempat jabatan tersebut harus diisi oleh kalangan sipil yang mempunyai perspektif perlindungan HAM, keberanian, dan political will untuk segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

"Jokowi-JK harus bebas dari politik balas budi dan tidak akan memberikan ruang kepada para pelanggar HAM berat, koruptor, dan pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk menjabat sebagai menteri atau pejabat eselon 1 dan 2," tegasnya.

Terkait hal tersebut, Imparsial menilai beberapa nama yang tidak pantas untuk menduduki sejumlah jabatan dalam kabinet Jokowi-JK karena diduga terlibat kasus pelanggaran HAM berat. Di antaranya adalah, mantan Kepala BIN A. M. Hendropriyono, mantan Panglima TNI Wiranto, mantan Panglima Kodam Jaya Sutiyoso, mantan Komjen Kopassus Muchdi Purwoprandjono, dan mantan Wakil Kepala BIN As"ad Said Ali.

Poengky memaparkan, di antara mereka diduga kuat terlibat kasus kekerasan di Talangsari Lampung dan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. "Wiranto diduga memiliki masalah atas tragedi Trisakti, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Semanggi I dan II, serat tragedi kekerasan di Timor Leste. Sutiyoso diduga terlibat kerusuhan 27 Juli 1996 dan kasus terbunuhnya lima wartawan asing di Timor Leste pada 1975. Muchdi diduga terlibat kasus penghilangan paksa dan pembunuhan Munir bersama As"ad Ali," paparnya.

Kita tidak ingin hidup dalam kebohongan terus menerus. Namun kita juga bangsa yang ingin maju kedepan sejajar atau malah mengalahkan bangsa-bangsa lain. Tak ingin terpaku di masa lalu. Untuk itulah KMP dibentuk dan dipermanenkan. Koalisi Merah Putih Dibentuk Bukan Untuk Menangkan Prabowo-Hatta. Solidnya KMP, karena koalisi beranggotakan 7 partai politik itu bukan sekadar alat untuk memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Seperti kata Ketum Partai Golkar ABurizal Bakrie, "Di dalam mukadimah pembentukan Koalisi Merah Putih tidak ada satu pun yang menyatakan bahwa koalisi didirikan untuk menangkan Prabowo-Hatta," kata pria yang akrab disapa Ical itu kepada wartawan di kediaman pribadinya, Jakarta, Senin (25/8).

Dia menyampaikan, sesuai mukadimah Koalisi Merah Putih dibentuk demi tiga tujuan. Yaitu, mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, melindungi kebebasan beragama, dan yang terakhir menjamin kebebasan hak asasi manusia. Karena itu, lanjutnya, jelas bahwa Koalisi Merah Putih memiliki tujuan jangka panjang di luar memenangkan pemilu. Namun, semuanya akan dilakukan dengan tetap berada di luar pemerintahan.

Jadi jelas koalisi ini untuk jangka panjang, bukan memenangkan Prabowo-Hatta. Bukan juga untuk mengganggu pemerintah. Kita akan terus melakukannya di DPR maupun melalui pemerintah daerah. Terkait anggota koalisi, Ical memastikan tetap kompak. Malahan, tambahnya, Koalisi Merah Putih membuka pintu lebar-lebar jika ada partai lain yang mau bergabung, termasuk PDIP.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun