Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menyoal Pilihan Ekspresi Sinematik Sang Sutradara "Penyalin Cahaya"

27 Juni 2022   18:30 Diperbarui: 27 Juni 2022   18:31 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film ini juga terlalu menggampangkan persoalan pencurian data pribadi/Rekata Studios

Dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu kru Penyalin Cahaya menjelang rilis worldwide di OTT, membuat pro kontra di kalangan netizen terutama penonton film.

Sebagian dari mereka meminta pihak terkait untuk mencabut piala citra yang diperolehnya. Meski sampai saat ini tidak ada tanggapan dari panitia FFI.

Mendapat 12 piala citra Festival Film Indonesia (FFI) 2021 termasuk Film Terbaik, Penyalin Cahaya memecahkan rekor sebagai penerima piala citra sepanjang sejarah FFI digelar. Wow?

Sayangnya, saat FFI digelar pada November tahun lalu, film ini belum tayang secara luas. Dan film ini baru tayang secara reguler di salah satu platform OTT, dua bulan setelah FFI digelar. Itu pun diwarnai dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang diumumkan sendiri oleh rumah produksinya.

Lantas apakah film ini sangat 'worth it' sebagai film terbaik?

Penyalin Cahaya berkisah tentang Sur (Shenina Cinnamon), seorang mahasiswa yang mendapati kenyataan kalau foto mabuknya terpampang di instagram pribadinya. Ia merasa kalau ada orang yang berniat tidak baik padanya. Apalagi dengan adanya kejadian tersebut, beasiswa yang selama ini ia peroleh berpotensi untuk dicabut.

Sur tentu nggak ingin beasiswanya hilang. Maka ia mulai melakukan penyelidikan untuk mengetahui siapa biang kerok di balik unggahan foto mabuknya di instagram tersebut.

Film berjalan dengan tempo yang cukup cepat dan intens. Sebagai film mystery-crime, Penyalin Cahaya mampu memberikan impresi yang menegangkan sepanjang film. Penonton diajak berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan siapa sesungguhnya biang kerok atas terunggahnya foto mabuk tersebut.

Penyelidikan dimulai dari sahabat baiknya Amin (Chicco Kurniawan), seorang tukang fotocopi di kampus. Mereka bekerjasama agar bisa mendapat data dari smartphone/flashdisk mahasiswa yang menggunakan jasa fotokopinya. Yakni dengan cara menghubungkan smartphone/flashdisk dengan komputer di tempat fotokopi yang dijaga oleh Sur.

Masih tidak rela ia menang Pemeran Utama Pria Terbaik/Rekata Studio
Masih tidak rela ia menang Pemeran Utama Pria Terbaik/Rekata Studio
Satu hal yang menarik dari film yang tayang perdana di Busan International Film Festival (BIFF) ke-26 ini adalah pilihan ekspresi/gaya sinematik yang diambil oleh sang sutradara Wregas Bhanuteja.

Dalam karya film panjang perdananya ini, Wregas Bhanuteja bermain-main di dua ranah, realis dan surealis. 

Pada babak awal tentang penyelidikan, film berjalan dengan gaya realis (pop). Sehingga cerita Penyalin Cahaya sangat mudah diikuti oleh banyak penonton umum. Dengan pendekatan seperti ini pupus sudah anggapan dan persepsi masyarakat yang bilang kalau film 'festival' itu adalah film yang 'berat'.

Tapi saat konklusi, Wregas memilih bentuk dan gaya surealis atau teaterikal.

Terkait pilihan ekspresi sinematik sang sutradara, setiap penonton bisa melihat dan menilainya dengan kacamata sendiri. 

Hal tersebut bisa dilihat sebagai ekspresi sinematik sang sutradara yang mencoba dengan berbagai pendekatan. Sebagaimana laporan pertanggungjawaban juri FFI yang mengatakan bahwa ada film yang punya ekspresi sinematik khas anak muda (yang saya duga statement ini ditujukan untuk Penyalin Cahaya). 

Atau penonton bisa juga memandangnya sebagai bentuk inkonsistensi bercerita.

Saya sendiri melihatnya sebagai bentuk inkonsistensi. Kenapa? Karena meskipun apa yang ditawarkan Wregas saat konklusi bernilai artistik dan estetik yang tinggi, menurut hemat saya hal tersebut malah mengkhianati struktur drama yang sudah dibangun dari awal. 

Dari yang logic menjadi unlogic. Sesederhana bagaimana caranya mesin fotokopi bisa 'nyala' di atas gedung kampus, tanpa kabelnya dicolokin ke kontak listrik. Apa si 'Amelia' ini pakai baterai?

Cast-nya memang solid, apalgi Giulio Parengkuan & Jerome Kurnia yang bermain paling apik/Rekata Studios
Cast-nya memang solid, apalgi Giulio Parengkuan & Jerome Kurnia yang bermain paling apik/Rekata Studios
Satu lagi yang tidak sinkron adalah narasi yang dibawa oleh publisitas film ini, yakni sebagai film perjuangan/potret sulitnya perempuan mendapatkan keadilan dalam kasus pelecehan seksual.

Apakah benar begitu?

Justru dengan pendekatan misteri yang sok-sokan seperti investigasi, saya tidak merasa Penyalin Cahaya adalah refleksi potret tersebut. 

Alih-alih ngomongin birokrasi yang ribet dan lingkungan yang tidak peduli pada korban, Penyalin Cahaya hanya sekadar upaya untuk membuktikan kalau 'prasangka Sur adalah benar'.

Yeah, that's it!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun