Mohon tunggu...
Muhammad Raihan
Muhammad Raihan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Welcome

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Agama di Indonesia

7 Desember 2019   10:33 Diperbarui: 7 Desember 2019   10:54 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa, berada di antara benua Asia dan Australia serta Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang memiliki keberagaman dari segi bahasa, budaya, suku dan ras. Indonesia juga merupakan tempat tinggalnya beragam agama, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Mayoritas masyarakat di Indonesia beragama islam.

Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. 

Konsep geopolitik Indonesia berlandaskan pada pandangan kewilayahan dan kehidupan bangsa. Tak hanya faktor geografi saja, wawasan nusantara juga mengutamakan kepentingan masyarakat dalam aspek lain seperti sosial, budaya, politik, pertahanan, keamanan, dan ekonomi. Wawasan nusantara ini merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap lingkungannya.

Bangsa Indonesia memandang wawasan nusantara sebagai visi dan perwujudan kebhinekaan atau keberagaman yang ada di Indonesia. Maka dari itu dibutuhkan peran serta antara masyarakat dan pemerintah saling menjaga pertahanan dan keamanan Indonesia agar terbangunnya rasa persatuan bangsa Indonesia.

Karena negara Indonesia merupakan negara kepulauan dimana keberagaman dan perbedaan adalah hal yang pasti di Indonesia, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara pemerintah mempersatukan perbedaan itu menjadi sebuah kebersamaan?

Multikulturalisme merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan mengenai ragam kehidupan dalam masyarakat di dunia baik yang menyangkut nilai, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.

Agama sebagai sesuatu yang suci dan sebuah jalan untuk mencari kebenaran sangat tidak pantas bila dijadikan sebagai alasan pembenaran dalam melakukan suatu hal. Agama adalah hal yang bersifat pribadi yang menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan. Urusan yang berkaitan dengan agama seharusnya menjadi urusan yang berbeda. Jika agama dipegang oleh negara, maka membawa konsekuensi bahwa agama menjadi berpotensi untuk diperalat oleh sesuatu yang bernama politik. Sehingga hilanglah sifat murni dari agama (Faridah & Mathias, 2018).

Agama dan politik adalah dua subtansi yang sangat berbeda. Agama bersumber dari wahyu tuhan yang sifatnya pasti atau absolut dan agama adalah ajaran tentang nilai yang seharusnya dilakukan manusia agar kehidupan mereka menemukan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sedangkan politik adalah segala urusan yang menyangkut negara atau pemerintahan melalui suatu sistem politik yang menyangkut penentuan tujuan dari sistem tersebut dan cara pencapaian tersebut, yang berarti politik tidak akan bisa lepas dari yang namanya nilai agama karena nilai agama yang menjadi patokan nilai moral,estetika serta nila etika lahir. Jadi, politik tidak akan pernah ada dan hadir tanpa adanya nilai agama yang merupakan awal mula adanya nilai kebenaran.

Isu agama dan politik yang terjadi yaitu pada tanggal 2 Desember 2016, dimana sedikitnya ribuan massa menuntut Ahok, aksi ini terpicu karena penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering disebut Ahok yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. Aksi ini dikenal dengan gerakan 212. Pada tanggal 2 Desember 2019, gerakan 212 melakukan reuni di Monas dengan tujuan untuk mempersatukan umat islam seluruh Indonesia untuk silaturahmi dan mengingatkan kembali perjuangan umat muslim atas penistaan agama yang dengan kata lain berjihad.

Suatu pertentangan juga terjadi saat pemilihan presiden 2019 April lalu. Dalam pemilihan presiden yang dilaksanakan pada bulan April lalu tidak lepas pula dalam isu agama dan politik. Joko Widodo mengusung Kiai Haji Ma'aruf Amin sebagai Calon Wakil Presiden. Menurut peneliti senior LIPI Prof. Syamsuddin Haris, masuknya Kiai Haji Ma'aruf Amin dalam ranah politik berpotensi menimbulkan politisasi ulama dan politisasi agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun