Mohon tunggu...
Rahmi Edriyanti
Rahmi Edriyanti Mohon Tunggu... Dosen - Lulusan Ekonomi Islam

Penulis pemula yang sedang belajar menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekspor Produk Pertanian di Indonesia, Cara Menghadapi Tantangan Standar yang Ditetapkan dalam Perdangan Internasional

22 Mei 2019   22:22 Diperbarui: 22 Mei 2019   22:57 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertanian Parabek Bukittinggi (Sumber: Rahmi Edriyanti)

Indonesia di kancah internasional tentu sangat dikenal luas sebagai negara yang memiliki potensi alam yang amat luar biasa. Negara yang bak surga dunia dan membuat iri negara-negara lain. Dengan potensi alam yang demikian menakjubkan ini, Indonesia diharapkan dapat berproduksi untuk ekspor jauh lebih banyak dibandingkan impor. Namun, hal ini bertolak belakang dengan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia pada April 20019 yang lalu, dimana secara umum ekspor migas dan non migas Indonesia menurun drastis menjadi 12.596,9 juta dollar dari yang sebelumnya 14.496,2 dollar. Lalu bagaimana seharusnya pemerintah Indonesia menyikapi penurunan tersebut? Akankah Indonesia mampu meningkatkan produk pertanian Indonesia di dunia internasional?

Produk pertanian merupakan instrumen perdagangan yang sensitif dan sangat penting dalam organisasi perdagangan internasional terutamanya negara-negara berkembang. Meskipun ekspor pertanian dapat menyumbang pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) yang tinggi bagi negara-negara  berkembang. Akan tetapi negara-negara berkembang akan menghadapi tantangan dalam teknologi dan standar yang qualified dengan negara maju. Negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika sangat memperhatikan nasib para petaninya. Tidak tanggung-tanggung mereka mensubsidi para petaninya, hampir 50 persen budget mereka kerahkan agar petaninya terlindungi dan produktivitas meningkat. Menurut Cato Institute, Amerika Serikat mengeluarkan 20 juta dollar untuk subsidi pertanian. Kemudian, negara Cina juga memberikan subsidi yang besar kepada petaninya. Lebih dari pada itu, negara-negara maju juga berupaya dalam mengontrol harga pada komoditas pertanian, tarif ekspor dan menghambat impor petani asing.

Sejatinya kondisi pertanian Indonesia akan menjadi lebih baik apabila pemerintah benar-benar fokus memperhatikan nasib pertaniannya. Berkaca pada era 80-an dimana Indonesia saat itu dapat melakukan swasembada beras. Untuk menjadi pengekspor beras lagi saat ini justru tidaklah begitu sulit karena pengalaman yang sudah pernah didapatkan. Namun sayangnya, pemangkasan subsidi pertanian menjadi ancaman besar bagi produktivitas pertanian Indonesia baik itu untuk konsumsi di dalam negeri maupun di luar negeri. Lebih-lebih kebijakan pemerintah saat ini agaknya cenderung untuk melakukan hal serba instan dalam konsumsi seperti impor besar-besaran produk pertanian yang mampu kita adakan sendiri di negara ini.

Selain itu, Indonesia juga harus banyak belajar dari negara-negara maju seperti negara Belanda yang dulu pernah menjajah Indonesia. Belanda saat ini masuk peringkat kedua negara pengekspor terbesar di dunia. Padahal wilayah negara tersebut lebih kecil daripada Indonesia yang notabene negara kepulauan.


  • Perjanjian Perdagangan Internasional yang Menguntungkan 

Terjadinya ekspor disebabkan adanya perjanjian bilateral (antara dua negara) maupun multilateral (antara beberapa negara) di bawah naungan World Trade Organization (WTO) . Di dalam perjanjian ini dinegosiasikan antara tarif dan kuota ekspor yang saling menguntungkan antar keduanya sehingga tidak terjadi trade barrier yang begitu restriktif antar negara yang bernegosiasi. Sebagai contoh, di perjanjian antar negara ASEAN yang diwacanakan akan memberlakukan tarif nol persen dengan catatan kuota ekspor juga tidak terbatas. Namun, para petani Indonesia sendiri belum siap menghadapinya. Ditambah lagi perjanjian bilateral seperti antara Indonesia dengan Cina yang saat ini produknya sudah membanjiri Indonesia tentu tidak dapat membendung serbuan produk dari negara-negara lain. Serta budaya konsumtif masyarakat dibandingkan produktif juga akan menghambat jalannya perdagangan internasional yang adil antara kedua belah pihak. Sehingga yang tampak Indonesia banyak dirugikan dengan perjanjian dagang ini.

  • Subsidi Pertanian yang tepat

Dalam teori ekonomi makro, kebijakan subsidi yang besar terutama pada komoditas ekspor unggulan seperti produk pertanian yang menjadi icon  Indonesia sangat perlu diterapkan. Apalagi ini untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Petani-petani saat ini sangat mengharapkan uluran tangan pemerintah untuk memberlakukan subsidi pertanian yang adil dan merata seperti pada benih-benih unggul, pupuk organik ataupun non organik yang ramah lingkungan serta irigasi yang cukup dan tidak rentan cuaca ekstrim. Dengan demikian pemerintah seyogyanya benar-benar fokus memperhatikan nasib para petani. Misalkan pemerintah tidak dapat mengadakan pupuk non organik, pemerintah dapat mengajak pelaku usaha swasta ataupun peternak untuk mengadakan pupuk organik. Sehingga nantinya dengan terwujudnya kebijakan ini, tercipta juga lapangan kerja dan peningkatan PDB perkapita masyarakat lokal baik secara langsung maupun tidak langsung.

  • Sumber daya Manusia yang berkualitas dan Teknologi yang Memadai

Seorang pemikir Muslim Ibnu Khaldun di dalam magnum opusnya Muqaddimah pernah menegaskan bahwa sumber daya manusia adalah faktor penentu pembangunan suatu negara. Meskipun sumber daya alamnya bagus tetapi yang perlu diperhatikan bagaimana SDM dapat berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan negara. Kita dapat lihat negara Venezuela yang awalnya sangat membanggakan hasil buminya yang menjadi krisis karena sumber daya manusianya kurang begitu baik dan juga utang luar negeri yang semakin berbunga dan memberatkan.

Untuk mendapatkan SDM yang baik saat ini tentulah tidak begitu sulit karena kampus-kampus di Indonesia juga secara khusus mengajarkan ilmu tentang pertanian dan teknologi mesin pertanian yang canggih. Dari lulusan-lulusan tersebut, pemerintah dapat menyerapnya dengan mengutusnya ke lahan-lahan pertanian masyarakat, memberikan kesempatan untuk mengukir pengalaman dalam meneliti lahan pertanian, terjun langsung ke masyarakat dan memberi pelatihan-pelatihan gratis kepada masyarakat tentang cara mengoperasikan mesin.

Dengan demikian, pemerintah juga seharusnya menganggarkan dana yang besar dalam hal membeli alat-alat teknologi pertanian yang sangat dibutuhkan dan menyaring secara langsung atau tidak langsung SDM yang baik, jujur dan amanah melalui magang dan tes di lapangan.

  • Produk Pertanian yang Berdaya Saing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun