Mohon tunggu...
rahmat yuki
rahmat yuki Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Nature

Quo Vadis Reklamasi Jakarta

10 November 2018   00:21 Diperbarui: 24 November 2018   11:58 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proyek reklamasi Teluk Jakarta bukanlah hal baru dalam perkembangan pembangunan Ibukota. Sejak awal telah mendapati penolakan dari masyarakat dan nelayan karena dampaknya terhadap pemburukan lingkungan pesisir maupun penggusuran ruang hidup dan penghidupan nelayan di Teluk Jakarta. Celakanya, meski kepemimpinan di DKI Jakarta berganti dari satu gubernur ke gubernur baru, berbagai kajian akademik maupun pengalaman warga terhadap dampak buruk proyek reklamasi tidak cukup menghentikan proyek tersebut. Sebaliknya, semakin agresif dengan rencana pembangunan 17 pulau baru di depan Teluk Jakarta. Sejak pertama kali dilantik 19 November 2014, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok telah menerbitkan sebanyak 4 (empat) izin pelaksanaan reklamasi, masing-masing:

  1. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G Kepada PT Muara Wisesa Samudra terbit pada tanggal 23 Desember 2014;
  2. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F Kepada PT Jakarta Propertindo, terbit pada tanggal 22 Oktober 2015;
  3. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2269 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I Kepada PT Jaladri Kartika Pakci, terbit pada tanggal 22 Oktober 2015;
  4. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K Kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk, terbit pada tanggal 17 November 2015.

Dikeluarkannya keempat izin pelaksanaan reklamasi tersebut cenderung dipaksakan hingga melanggar berbagai peraturan-perundangan di atasnya. Untuk menutupi berbagai pelanggaran tersebut dipilih jalan-pintas untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan Ranperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), yang akhirnya oleh pengadilan dinyatakan reklamasi tersebut melanggar hukum. Materi ini dimaksudkan untuk menjelaskan kedudukan proyek reklamasi Jakarta dalam berbagai dugaan pelanggaran hukum pasca penutupan reklamasi dilihat dari sudut pandang hukum, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta perlindungan nelayan pesisir.

Prosedur hukum terbitnya izin reklamasi diatur dalam sejumlah peraturan-perundangan. Dari aturan-aturan tersebut berikut ini lima pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Pemprov DKI dalam menerbitkan Izin Pelaksanaan proyek reklamasi:

  1. Menerbitkan izin reklamasi di luar kewenangannya. 
  2. Menerbitkan izin reklamasi tanpa adanya Perda Rencana Zonasi. 
  3. Menerbitkan izin reklamasi tanpa didasarkan kepada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). 
  4. Menerbitkan izin reklamasi dengan penilaian lingkungan hidup secara parsial tanpa melalui kajian kawasan terpadu dan kajian yang dilakukan secara holistik.
  5. Menerbitkan izin reklamasi tanpa mengikuti prosedur perizinan lingkungan hidup berdasarkan PP No. 27 Tahun 2007.
  6. Pelanggaran prosedur hukum terbitnya reklamasi.

Dengan demikian, penghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta secara keseluruhan harus dilakukan. Hal ini didasari penolakan masyarakat nelayan dan warga Jakarta terhadap proyek reklamasi; penjelasan akademik yang membuktikan reklamasi bukanlah solusi pembangunan Jakarta; berbagai pelanggaran peraturan-perundangan terkait perijinan reklamasi; serta, terungkapnya praktik korupsi dalam penyusunan Ranperda Zonasi Pesisir untuk melegalisasi proyek reklamasi Jakarta.

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasca Penghentian

Dari 17 pulau reklamasi yang dicanangkan, sebanyak 13 pulau telah dicabut izinnya oleh Gubernur Pemprov DKI Jakarta, Anies Baswedan, namun 4 pulau lainnya sudah dirampungkan sehingga diperlukan kajian lebih lanjut untuk memutuskan pemanfaatan apa yang paling tepat terhadap pulau-pulau yang terlanjur terbangun. Faktanya telah terjadi perubahan bentang alam, dari yang tidak ada pulau, menjadi ada pulau-pulau buatan. Dari perubahan bentang tersebut (perubahan topografi), maka implikasi lainnya adalah perubahan pola arus, sebaran sedimen dan bahan pencemar lainnya, dampak ke perikanan dan lainnya. Selanjutnya empat pulau yang sudah terlanjur dibangun akan ditentukan melalui peraturan daerah yang akan disusun oleh Pemprov DKI Jakarta. Perda akan mengatur soal pemulihan wilayah Teluk Jakarta, terutama pada aspek perbaikan kualitas air sungai, pelayanan air bersih, pengelolaan limbah, dan antisipasi penurunan tanah (land subsidence).  Dengan adanya pulau reklamasi maka tingkat keanekaragaman hayati perairan akan berkurang, lebih lanjut dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan lamun dan mangrove. Penuruan ini menyebabkan dugong dan penyu yang mencari makan di sana akan hilang yang artinya dengan adanya pembangunan reklamsi sama saja dengan menurunkan keanekaragaman hayati di teluk Jakarta.  

Permasalahan Pemberdayaan Nelayan Tradisonal : 

Dengan luas perairan teluk jakarta yang mencapai 6.977,7 km2 (Suku Dinas Peternakan Perikanan Kelautan DKI Jakarta, 2014) sebenarnya teluk jakarta menyimpan potensi yang cukup untuk menaikkan ekonomi nelayan tradisoanal. Namun, tingkat pendidikan yang kurang menjadi sandungannya karena sebagian besar dari mereka hanya lulusan SD. Padahal dalam meningkatkan pemberdayaan nelayan tradisional tingkat pendidikan sangat diperlukan. Bermodal tingkat pendidikan yang minim, nelayan yang berada di teluk jakarta hidup dalam kemiskinan, sebagian besar dari mereka bahkan memutuskan untuk alih profesi. Pendidikan dan modal yang kurang menjadi batu sandungan bagi nelayan tradisonal untuk berkembang. Dengan rendahnya ilmu pengetahuan mereka mengenai duia perikanann, nelayan tradisonal banyak terlalu bergantung dengan peralatan yang tradisional. Selain itu, nelayan tradisonal menjadi rentan untuk dimanfaatkan oleh sebagian orang. Dari hasil wawancara dengan nelayan tradisonal diketahui bahwa nelayan tradisonal tidak berkeberatan dengan adanya reklamasi. Strata ekonomi yang rendah menjadi alasannya, mereka hanya berharap kapal-kapal mereka dapat tetap melaut walaupun luas tangkapan ikan berkurang dan akses ke laut menjadi susah.   

Penutup 

Secara keseluruhan efek yang ditimbulkan dari kegiatan reklamasi di teluk Jakarta tidak memihak terhadap ekosistem lokal. Semenjak awal kegiatan ini digaungkan telah banyak hukum yang dilanggar. Celakanya tidak hanya hukum yang dilanggar tetapi akibat lain dari pelanggaran hukum tersebut berimbas ke sektor lain, membuat rusaknya ekosistem laut dan terpinggirkannya nelayan lokal. Pemerintah harusnya berfikir untuk menyelaraskan ketiga hal tersebut apabila tetap ingin melakukan reklamasi. Dilanjutkan atau tidaknya proyek tersebut ekosistem laut di teluk jakarta telah rusak akibat dan nelayan telah lama terpinggirkan. Reklamasi menurut kacamata nelayan hanya mempersulit mereka mencari nafkah, mencari segenggam makanan untuk melanjutkan hidup mereka di esok hari.

Penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun