Bukan anti pengetahuan dan ilmu kedokteran modern. Namun, apa yang saya alami sendiri, ketika masuk angin, badan pegal atau gejala flu dan demam ringan, cukup kerokan, minum air putih hangat, setelahnya tidur, bangun-bangun badan sudah terasa segar lagi. Kejadian itu terjadi berulang-ulang, sehinga meyakinkan saya bahwa untuk urusan sakit seperti di atas tak perlu harus ke dokter atau minum obat, cukup kerokan!
Bahkan, Â ketika tersiar kabar bahwa kerokan tak baik, membuat pori-pori kulit terbuka sehingga bisa menyebabkan bakteri mudah masuk yang berdampak tubuh rentan sakit, saya sempat berhenti kerokan, hasilnya gejala deman dan flu tak berhenti, sehingga akhirnya harus dirawat di rumah sakit.
Sejak saat itu, saya selalu mempercayakan pengobatan gejala flu atau deman ringan, pegal-pegal cukup dengan dikerok saja. Terlebih ketika saya membaca dari berbagai sumber bahwa ternyata kerokan, sebagai tradisi leluhur memang bisa dinalar secara ilmiah.
Berikut beberapa yang sempat saya baca. Pertama,bahwa kerokan bisa menciptakan energi panas yang berdampak pada membuka atau melebarnya pembuluh darah (pori-pori) yang menyempit gara-gara cuaca dingin. Meski penjelasan dari para orang tua yang menjelaskan terbukanya pori-pori tersebut untuk mendorong keluar angin yang terlanjur masuk ke dalam tubuh, berbeda dari temuan secara ilmiah yang menerangkan bahwa pembuluh darah menyempit karena cuaca dingin sehinga otot kekurangan oksigen, yang menimbulkan gejala masuk angin, nyeri otot dan pegal-pegal, setidaknya membuka pembuluh darah dan mencipta energi panas dengan jalan kerokan menjadi titik temu.
Kedua,secara turun temurun, dari nenek hingga emak, selalu menjadikan punggung saya sebagai tempat utama untuk dikerok ketika masuk angin, pegal atau demam. Hal itu juga bisa dijelaskan secara ilmiah, bahwa punggung merupakan area yang memiliki pembulug darah paling panjang dan terhubung ke semua bagian tubuh, punggung adalah pusat syaraf. Termasuk di punggunglah tempat yang memiliki tulang kanan-kiri yang alurnya bisa diikuti untuk kerokan dengan arah miring mengikuti alur tulang tersebut.
Ketiga,kerokan membuat senang dan segar. Ternyata hal tersebut juga bisa dinalar secara ilmiah. Kerokan, selain melancarkan darah sehingga bisa mengurangi pegal dan nyeri otot, ternyata dengan kerokan juga bisa memproduksi zat atau hormon semacam morfin yang disebut beta endorfinsecara alami, produksi hormon ini diatur oleh jaringan endotel yang merupakan bagian terdalam dari pembuluh darah. Maka, tak perlu heran, jika kerokan dan pijat banyak membuat orang seperti kecanduan.
Jadi, soal pelebaran pori-pori kulit yang bisa memudahkan bakteri masuk sehingga tubuh rentan terkena penyakit, selain tidak pernah terbukti secara ilmiah karena sesungguhnya regenerasi kulit manusia juga begitu cepat, sehingga tidak perlu kekhawatiran yang berlebihan terjadi penipisan dan peradangan, selama kerokan juga tidak dilakukan berlebihan setiap minggu, misalnya.
Mutakhir, di era milenial ini kerokan akan tetap menjadi pilihan setiap orang Indonesia, apalagi dikuatkan oleh hasil penelitian Prof.Dr.Didik Gunawan Tamtomo, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Solo (UNS), bahwa kerokan bisa menyembuhkan masuk angin, nteri otot, pegal dan mual, sehingga kerokan akan tetap aktual di segala jaman, meski ia berasal dari era di mana ilmu kedokteran belum semaju era milenial kini
Prof.Dr.Didik Gunawan Tamtomo, PAK, MM, M.Kes., sebelumnya melakukan riset karena untuk mengungkap mekanisme tradisi leluhur yang terus dilestarikan ini bisa menurunkan myalgia (nyeri otot), sehingga ditemukan hasil bahwa pada perlakuan kerokan terjadi penekanan dan peregangan secara berulang pada kulit. Peregangan itu menyebabkan bilur berwarna merah. Efek yang sering melakukan kerokan rata-rata ingin mengendurkan otot-otot yang tegang. Mereka juga ingin merasakan sensasi relaksasi pada kulit, dan secara medis, kerokan merangsang reaksi inflamasi dibawah kulit.
Semua penjelasan ilmiah tersebut bisa dibaca secara lengkap dalam Disertasi beliau yang beerjudul, Â "Kajian Biologi Molecular Pengobatan Tradisional Kerokan Pada Penanggulangan Myalgia", yang menghantarkannya mendapat gelar Doktor di Universitas Airlangga Surabaya.