Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menerawang RKUHP

7 Desember 2022   16:38 Diperbarui: 7 Desember 2022   16:47 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak lama perang terhadap buta huruf dilakukan, yang akhirnya menunjukkan hasil cukup memuaskan.  Kemudian muncul gerakan baru tentang minat baca, dan yang terkini sedang digalakkan peningkatan daya baca.

 

Memang  peradaban manusia dibentuk oleh manusia-manusia yang membaca tapi amat sedikit jumlahnya. Sejarah kerap tidak ditentukan oleh rakyat miskin yang hanya berkutat pada makan-minum,  bertahan hidup di setiap harinya, melainkan rakyat yang intensif melakukan komunikasi untuk mendapatkan akses, mendayagunakan, menguasai, dan menikmati berbagai sumber daya.

Kita tidak akan menemukan letak geografisnya, tapi Fareed Zakaria menjuluki Google sebagai The Democratic  Republic of Google ( Newsweek, 25/01/2010 ). Yah! Seperti berbagai perusahaan swasta besar lainnya di dunia, yang memiliki kekayaan yang lebih besar dari Negara-negara berkembang, mereka tidak lagi berunding dengan direktur-direktur, pemilik perusahaan  di berbagai kota, di lintas Negara, melainkan kepada Kepala Negara dan Perdana Menteri.

Menurut majalah Fortune tahun 2010, perusahaaan terbesar dunia diantaranya: 1. Wal-Mart stores;  2. Royal Dutch Shell; 3. Exxon Mobil; 4. Sinopec Group; China National Potrelium; State Gride; Toyota Motor dan Chevron.  Kesemuanya itu memiliki jangkauan operasi lintas batas Negara dan benua seperti google yang merupakan reifikasi ultimate dari politik. Konvensi Montevideo 1923 tidak lagi menjadi acuan utama sebagai syarat adanya batas wilayah terhadap kekuasaan, Negara.

Pelan tapi pasti, rakyat suatu Negara diarahkan menjadi stakeholders ( pemangku kepentingan ). Keterlibatan pemanfaaatan teknologi informasi bukan lagi ilusi. Tapi tidak demikian bagi rakyat yang masih berkutat pada pemikiran usaha-usaha "esok makan atau tidak?".

 

Fenomena penolakan RRT/China  terhadap Google tentang sensor terhadap informasi  para  konsumennya hingga kini masih membuat Amerika gusar, padahal itu masalah sebuah perusahaan terhadap sebuah Negara. Di Indonesia menyikapi dengan menelurkan undang-undang ITE, namun sepertinya belum cukup hingga  melahirkan RKUHP yang menyelipkan perihal penggunaan sarana informasi.

RKUHP disyahkan tanpa melibatkan" stakeholder", yang sekilas menunjukkan kekalahan   Republik Demokrasi Googgle. Padahal sebuah gambaran menunjukkan, total asset Googgle bulan September 2012 adalah USD89,73 milliar ( http://ycharts.com/companis/GOOG/asset ( 2012-11-21 ) dan menurut Bank Indonesia, asset total Republik Indonesia Desember 2011adalah USD55,800 milliar( http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+perbankan/Statistik+BPR/total +aset/(2012-02-04 ).

Disyahkannya RKUHP membuat Amerika teriak, juga Australia. Mereka mengingatkan warganya yang berkunjung ke Indonesia, dan mengingatkan dampaknya terhadap iklim investasi di Indonesia. Kita lihat apakah perusahaan besar yang telah bercokol di Indonesia akan bereaksi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun