Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mimesis Aksara Bernyawa

30 November 2022   07:00 Diperbarui: 30 November 2022   08:32 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mimesis atau meniru, sudah mengandung pengertian menyalin secara imajinatif kreatif. Berbeda dengan plagiat yang mengklaim hasil dari imajinasi orang lain.

Peniruan imaginatif didasarkan pada hakekat obyek-obyek estetis yang dapat mempengaruhi jiwa seseorang secara halus. Karya ( hasil imajinasi ) ini bukan kebenaran ilmiah yang didasarkan pada obyektifitas dan pembuktian logis, melainkan untuk menghadirkan kenikmatan estetis yang memiliki aspek sensual dan spiritual, bersifat sublim ( keindahan tertinggi ) dan membangkitkan kepekaan terhadap keindahan alam transendental ( semesta ).

Proses peniruan jiwa yang menyebabkan karya seni timbul dari hubungan obyek estetis dengan realitas yang bisa menghasilkan citra-an, bukan tiruan kasar terhadap obyek zahir, terumuskan dalam :

1. Efek hiasan, gaya tertentu/stilisasi ( tahsin )

2. Efek perusakan/deformasi dan

3. Balance dimensi jasmani ruhani.

Dari sedikit keterangan di atas, mungkin kita akan berusaha memahami apa yang kita baca dari banyak karya/tulisan yang sering disebut sastra, curhat,  puitis, mistikisme, siloka, sufistik atau apalah istilah yang hanya dapat dimengerti oleh si penulis dan yang mau memposisikan dirinya sebagai si penulis tersebut.

 Dengan kata lain mimesis/takhyil mengarahkan pada “satu” kenikmatan, bukan pada realisme, naturalisme, materialisme atau isme-isme lainnya. Kadang kita sulit menerjemahkan “Apa sih maksud tulisan/ karya kamu?” Namun karya itu mengundang rasa tertentu.

Seperti ungkapan, “ Kupanggil tak terhitung bayang-bayang

Orang yang terlanjur masyuk dengan imajinya, bakal terheran-heran saat kembali melihat dunia ini, karena hanya ada kegilaan, hal yang  mencirikan seorang sastrawan atau bahkan kritikus sastra. Tapi satu yang perlu ditekankan,  mengutip WS. Rendra yang mengatakan, “Perubahan yang hanya berganti dari sampah ke sampah, mana mungkin bisa didiamkan?”. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun