Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bahasa Indonesia Vis a Vis Bahasa Pergaulan

29 Oktober 2022   19:57 Diperbarui: 6 November 2022   17:45 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Murid kelas VII belajar menulis aksara Sunda dalam mata pelajaran muatan lokal Bahasa Sunda di SMP Negeri 25, Depok, Jawa Barat, Rabu (22/1/2020). Pelestarian bahasa Sunda dilakukan secara reguler melalui mata pelajaran muatan lokal yang diberikan setiap minggu sekali selama dua jam pelajaran. (Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Tidak hanya itu, kata bucin, gabut yang berkonotasi negatif menjadi trend. Tidak seperti kata yang berakar dari kata lainnya seperti mager, gercep, mantul, santuy dan sebagainya yang masih terkesan lebih baik karena berakar dari kata yang memang tidak kontroversi. Tapi sekali lagi, apa iya bahasa Indonesia menyerap diksi bahasa pergaulan?

Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia setidaknya sebagai lambang identitas dan jati diri bangsa yang berarti juga lambang jati diri orang-orang, penduduk Indonesia. 

Jika saja bahasa pergaulan yang secara bebas mengartikan suatu kata diterima, maka bisa jadi identitas jatidiri bangsa ini menganut kebebasan, kebebasan berbahasa. Jika demikian adanya di mana fungsi bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa?

Setidaknya ada tujuh ratusan bahasa daerah di negara tercinta ini. Dan bahasa Indonesia merupakan alat penghubung antar warga dari semua bahasa daerah masing-masing, penghubung antar budaya untuk menghindari kesalahpahamanan. 

Kekayaan bahasa ini bisa dipadukan dalam bahasa Indonesia untuk menjadi sebuah kebanggaan berbangsa dan bernegara. Lalu apakah bisa bahasa pergaulan melakukan hal yang demikian?

Sebagai warga negara yang baik tentu kita tidak menghendaki sesuatu yang tidak baik. Kita bisa saja mengatakan bahwa itu hanya bahasa pergaulan semata yang tidak akan kita gunakan dalam bahasa formal. 

Bisa jadi kita akan berkilah bahwa itu hanya bahasa bocil, bahasa para anak jalanan, masih wajar dan bisa dimaklumi. Tapi itu tetap menggambarkan sebuah identitas, bukan? 

Bahasa formil digunakan dalam suasana, acara-acara formil, sementara pergaulan lebih banyak terjadi daripada hal-hal yang bersifat formal. Kegiatan-kegiatan formal masih begitu eksklusif, masih ditertawakan dalam kegiatan yang bersifat pergaulan. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar belum bisa dilakukan di tiap pos ronda, di pinggiran jalan.

Sementara itu ada banyak diksi-diksi yang jarang digunakan lagi, diksi-diksi yang jarang diketahui banyak orang, diksi-diksi yang mengandung kearifan budaya. 

Diksi-diksi yang tidak diajarkan, tidak dianjurkan, yang pada gilirannya mungkin akan hilang dari identitas jatidiri kita sebenarnya. Kita ketahui penggunaan bahasa daerah semakin berkurang. 

Ini tidak lain karena pergaulan, baik dalam dunia nyata maupun dunia maya. Bahasa tata krama kedaerahan mulai tersingkir dengan bahasa daerah yang umum, yang terkesan kasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun