Mohon tunggu...
Rahmat Riyadi
Rahmat Riyadi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Penggunaan Media Sosial Sebagai Media Pembelajaran

15 Juli 2018   16:32 Diperbarui: 15 Juli 2018   16:54 20308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

5. Facebook quiz, dalam fitur atau fasilitas ini, bisa dioptimalkan oleh guru atau peserta didik untuk latihan materi untuk evaluasi pembelajaran lewat quiz online yang interaktif.

6. Facebook share, fitur ini bisa digunakan untuk men-share materi (tulisan singkat, link, gambar, video dsb).

Model pembelajaran yang bisa di gunakan dalam penerapannya yaitu pembelajaran Group Investigation dan TPS (think, pair and share). Adapun strategi yang bisa dipakai adalah:

a. Guru bisa berperan aktif dengan cara membuat grup yang berhubungan dengan mata pelajaran yang berkaitan. kemudian dapat mensosialisasikannya kepada peserta didik.

b. Dalam grup, guru bisa berbagi (sharing) materi dari situs web lainnya, baik itu berupa link, gambar dan video. hal ini untuk menambah bahan ajar buat siswa, ruang konsultasi, dan ringkasan materi pada note.

c. Dalam fasilitas games quiz bisa dijadikan media latihan/evaluasi dengan membuat latihan/quiz di facebook.

4. Pemanfaatan twitter

Coba bayangkann apabila pada saat guru sedang menjelaskan materi, lalu siswa ngetweet tentang pelajaran pemahamannya. Sama persis seperti menulis di bukku catatan, hanya berbeda pada medianya saja. Setelah itu mereka dapat berdiskusi dengan menggunakan fitur-fitur yang ada di twitter seperti hashtag, reply, retweet, dll. Misalnya seperti #matematika untuk berdiskusi tentang pelajaran matematika. Hal itu berguna untuk mempermudah dalam mengklasifikasikan diskusi kelompok dengan siswa dan guru.

Dengan begitu, siswa dan guru tidak akan tersesat dalam komunikasi yang lebih umum, melainkan lebih spesifik ke pembahasan sesuai topik yang mereka inginkan. Ini juga menghindari percampuradukkan antara isu pribadi dan isu sekolah. Para siswa menyimak dan menemukan pelajaran yang menurutnya menarik. Siswa membuat ringkasan dalam 1 tweet yang berisi 140 karakter. Bisa jadi, siswa membuat tweet tentang pertanyaan yang muncul di benaknya. Maka selama ia sekolah akan terkumpul tweet-tweet yang juga jadi catatan sekolah.

Lalu apa bedanya dengan mencatat secara tradisional ? Ketika mencatat secara tradisional mahasiswa dapat menuliskan apa saja dan tanpa batas karakter. Otak ketika mendapat tantangan cenderung mengikuti cara yang nyaman, menyalin kata-kata persis yang didengar.

 Beda dengan ngetweet, otak kita ditantang untuk menemukan inti pelajaran yang panjangnya tidak lebbih dari 140 karakter. Bahkan harus membuat sebuah kalimat baru yang melukiskan materi yang didapatkan. Meski hanya 140 karakter, tapi membuat sebuah tweet bukanlah hal mudah. Butuh kreativitas kita untuk membuat tweet yang memikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun