Mohon tunggu...
Rahmat Mubarak
Rahmat Mubarak Mohon Tunggu... Wiraswasta - mahasiswa

Menjual Kopi, di Simpang empat Arterial Road, Kota Mamuju

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Urusan Personal: Iman, Makan, Sex, dan Kematian

28 November 2021   15:50 Diperbarui: 28 November 2021   15:57 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dua malam lalu saya pergi ke pengajian memakai sarung, memakai jaket, memakai kopiah dan baru saja menyalakan rokok, ketika tuan di rumah itu menyuruh-nyuruh tamu mengisi kursi paling depan.

Tetangga saya baru saja meninggal untuk alasan yang bagi penduduk kampung, masih belum lengkap.

Di pengajian itulah, saya mendengar kalimat yang sering diulang-ulang, tapi justru secara sengaja pula sering dilupakan. Kalimat itu jarang dibicarakan orang, jarang diceritakan di khotbah-khotbah Jum'at, apalagi menjadi topik di warung-warung kopi. Hanya di acara takziah sajalah saya sering mendengarnya.

Kalimat-kalimat itu milik si Penceramah. Ia memberi petunjuk jika ada sanak yang sedang menghadapi maut. Konon, mendampingi sanak ketika menghadapi maut itu ada langkah-langkahnya.

Karena banyak langkahnya, dan, saya lupa, saya ambil yang paling membekas: ketika tangan sudah akan menutup mata si Mayit, bacakan Al Fajr ayat 27-28.

Terjemahan ayat itulah yang saya temukan lagi hari ini, ketika sudah membuka lembar khusus pada permulaan novel "Debu-Debu Qalbu" karya sastrawan terkenal tahun-tahun orde lama sampai orde baru, Motinggo Busye.

Novel yang mula-mula terbit 1980 oleh Kartini Group ini, bercerita tentang satu keluarga rukun yang rusak karena perselingkuhan. mereka bercerai setelah empat tahun secara sembunyi-sembunyi, Tom Jaelani menyimpan perempuan muda yang oleh Sarah kira-kira usianya masih 22.

Itu artinya, selingkuhan Tom itu, baru 18 tahun ketika mulai main serong dengan suaminya.

Sarah mendesak pisah saja; Tom tidak mau. tapi akhirnya Sarahlah yang menang. Mereka berdua bercerai sejak enam bulan rahasia itu terbongkar. Nyaris setiap malam mereka bertengkar. Sarah pulang ke rumah orang Tuanya.

Tapi setelahnya, Sarah tetaplah manusia biasa. Selama dua, tiga, empat sampai lima hari ia masih bisa menyembunyikan dukanya itu. Tapi tidak di hari-hari berikutnya.  Sarah mangkir dari banyak panggilan iman.

Diam-diam, sejak keributan itu Sarah ternyata bekerja di Salon D'elite, sebuah gedung pelacuran berkedok salon sebagai perempuan pendendam yang berdikari. Tidak seperti tempat pelacuran pada umumnya, Salon D'Elite menyediakan Fasilitas luar bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun