Mohon tunggu...
Rahmat Asmayadi
Rahmat Asmayadi Mohon Tunggu... Guru - Pendaki ⛰

Pengajar💡 yang suka ngeblog✏, jejaring sosial, bola⚽, jalan-jalan, hobi dengan gadget dan teknologi📲~

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Merdeka Itu, Ibarat Secangkir Kopi

20 Agustus 2022   13:17 Diperbarui: 20 Agustus 2022   13:18 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyeduh Kopi via https://www.instagram.com

Merdeka itu adalah sebuah titik pencapaian. Titik pencapaian setelah melalui perjuangan panjang dengan pengorbanan harta, benda, jiwa, darah dan air mata. Untuk generasi sekarang mungkin akan sulit membayangkan bagaimana ada seseorang? sekelompok orang? yang mau mengorbankan segala yang mereka punya, harta bahkan jiwa, demi sebuah kata 'merdeka'.


Setelah Merdeka lalu mau apa?


Ibarat Secangkir Kopi, untuk bisa mencapai hasrat dan keinginan menikmatinya ada beberapa cara yang bisa ditempuh.


Berusaha menyeduh kopi sendiri, yang tentunya harus mau menempuh proses yang ribet, berjuang dari mulai mencari dan membeli kopi yang akan diseduh, memanaskan air, mempersiapkan cangkir atau gelas sebagai wadah seduhan kopinya, meracik dan mengaduk kopi yang terseduh sampai mencapai komposisi segelas kopi yang pas sesuai keinginan, setelah itu semua baru kita bisa menikmati segelas kopi. Berusaha membeli segelas kopi di warung kopi. Nah, kalau yang ini kita tinggal menuju warung kopi, pilih menu yang ada terus tunggu kopinya diantar, tapi jangan lupa tetap ada yang harus dibayar untuk bisa menikmati kopi yang belum tentu pas dengan selera kita. Udah gak pas rasanya... Eh, tetap harus membayar... Mau ?


Menunggu kebaikan teman untuk ngajak ngopi. Kalau cara yang ini berarti kita harus super sabar menunggu seseorang, entah teman atau kenalan kita yang bersedia mbayari kita jajan kopi. Lha, wong namanya juga nunggu sedekah, ya jangan ngeyel dan marah-marah kalau belum ada teman kita yang mau ngajak kita ngopi....Yang sabar ya....


Terus kita mau pilih cara yang mana?


Jika kita pilih cara yang pertama, ya kurang lebih begitulah kemerdekaan Indonesia ini bisa diraih. Banyak orang yang harus berjuang dan berkorban demi kita bisa menikmati secangkir kopi kemerdekaan. Dari mereka yang menanam kopi, yang memetik biji-biji kopi dari pohon, yang mengolah biji-biji kopi sampai akhirnya sang biji kopi bisa sampai ke dapur kita.
Proses ini saja melibatkan banyak orang dan bisa jadi kita nggak puas dengan kopi yang sudah kita beli dan siap seduh. Mungkin saat menanamnya yang kurang nutrisi, mungkin saat memanenya yang sedikit tergesa-gesa, mungkin juga saat roasting biji kopinya yang terlalu matang. Sehingga kita mengalami kekecewaan-kekecewaan saat terima kopi hasil gilingannya.


Lalu apakah hal tersebut kemudian membuat kita tidak bisa mensyukuri dan akhirnya berhenti untuk ngopi?
Begitu juga dengan kemerdekaan ini. Indonesia sudah merdeka 77 tahun, tapi masih banyak hal yang kemudian mengecewakan. Banyak hal yang kemudian membuat kita merasa jengkel dan selalu bersungut-sungut hingga lupa bersyukur dengan segala hal yang sudah kita nikmati dan dapatkan selama hidup, bernapas, makan, minum hingga BAB di negeri kita Indonesia tercinta ini.


Kembali kepertanyaan saya diatas 'Setelah Merdeka lalu mau apa?' Segalanya kembali membentuk pilihan-pilihan bagaimana cara kita bisa menikmati dan mensyukuri berkah kemerdekaan yang sudah diperjuangkan para pendiri bangsa ini.


Berbuatlah sesuatu. Lakukan pengolahan dan racikan yang pas untuk secangkir kopi kita sendiri, sehingga kita bisa menikmati sekilas pagi walau kemudian kita menyisakan ampas-ampas kopi di dasar gelas kita siang ini.
Tidak pernah ada kopi yang sempurna, karena sesempurna apapun kopi menurut kita, kopi itu akan tetap berwarna hitam dan membawa kepahitan mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun