Setiap kali nilai tukar rupiah jatuh terhadap dolar, minat terhadap pilihan investasi emas langsung meningkat. Emas dianggap sebagai aset aman yang bisa menjaga nilai kekayaan. Namun, banyak dari keputusan membeli emas ini tidak didasarkan pada strategi yang matang, melainkan pada tren yang sedang ramai.
Banyak orang merasa perlu ikut membeli karena melihat lingkungan sekitar melakukannya. Inilah yang disebut sebagai FOMO Investasi (Fear of Missing Out dalam investasi)---fenomena di mana keputusan finansial dipengaruhi oleh tekanan sosial dan ketakutan tertinggal momen.
FOMO Investasi: Ketika Emosi Mengalahkan Logika
FOMO Investasi bukan hanya istilah tren di media sosial. Ia adalah refleksi nyata dari keputusan finansial yang lebih banyak dipicu oleh emosi daripada pemahaman.
Dalam bukunya The Psychology of Money, Morgan Housel menuliskan:
"People do crazy things with money. But no one is crazy. People just make decisions based on their own unique experiences and emotions."
Dengan kata lain, kebanyakan orang tidak mengambil keputusan finansial berdasarkan logika ekonomi, tetapi berdasarkan perasaan---takut kehilangan, ingin merasa aman, atau ingin terlihat pintar di mata orang lain.
Pilihan Investasi Emas: Simbol Keamanan atau Strategi Finansial?
Tidak bisa dipungkiri, pilihan investasi emas sering dipilih karena persepsinya sebagai "benteng terakhir" saat ekonomi goyah. Tapi benarkah semua pembelian emas dilakukan secara rasional?
Banyak orang membeli emas saat harga sedang tinggi hanya karena panik melihat rupiah melemah. Padahal, jika dilakukan tanpa perencanaan, emas bisa menjadi aset yang kurang optimal, apalagi untuk kebutuhan jangka pendek.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!