Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Mbah Sarip dan Udin Tak Sengaja Makan Kecubung

26 Juni 2022   22:18 Diperbarui: 26 Juni 2022   23:16 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 


Siang itu terjadi perdebatan antara Mbah Sarip dengan cucunya Udin. Perkaranya Udin ingin menjual sepeda bututnya demi modal trading sedangkan dia tidak punya kendaraan lain untuk pergi ke sekolah. Mbah Sarip tidak tahu apa itu trading sehingga dia menolak keputusan si Udin ini.


"nanti kamu berangkat sekolah naik apa, le?", kata Mbah Sarip kepada cucunya.


"gampang mbah, aku bisa jalan dari subuh", jawab Udin.


"Trading-trading kui opo(itu apa)? Semacam judi?", tanya Mbah Sarip perkara Trading.


"bukan Mbah, itu semacam investasi nanti uangnya balik lagi dua-tiga kali lipat", kata Udin menjelaskan.


"wes karep mu (terserah kamu), kalau lelah itu karena salahmu sendiri yo", kata Mbah Sarip memutus perdebatan.


Alasan Mbah Sarip mengakhiri perdebatan tersebut bukanlah karena merasa kalah debat dengan cucunya, tapi dia ingin pergi ke Pak Arif si rentenir guna menggadaikan sawahnya. Buat apa?, buat apalagi kalau bukan sedekah ke Kiai Said pekan ini. 

Hari itu tekadnya sudah bulat untuk menggadaikan sawahnya walau kepada seorang rentenir sekalipun karena sudah membayangkan imajinasi tentang pengembalian sedekah yang tujun kali lipat itu.


Kakek dan cucu itu akhirnya pergi menyelesaikan tujuannya masing-masing. Udin ingin menjual sepeda bututnya demi modal trading sedangkan Mbah Sarip menggadaikan tanahnya untuk sedekah kepada Kiai Said. 

Keduanya terbuai akan kemapanan dan terdorong karena kesulitan.


****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun