Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kakek Penjual Kursi Panjang

28 Desember 2021   09:51 Diperbarui: 28 Desember 2021   09:58 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, sumber: pixabay.com 

"dulu?, saya sekarang juga masih memikat den. Istri saya yang terakhir ini bahkan bule dari rusia den". Ucapannya ini membuatku tergelak dalam hati dan menjatuhkan simpulan ucapannya sebagai bualan dan kurasa sudah cukup perbincangan kami.

"wah begitu ya, ya sudah pak mohon maaf saya tinggal dulu mau mengerjakan tugas kuliah", ucapku ingin memutus perbincangan ini.

"ya silahkan den, tapi jangan terlalu tinggi kalau sekolah tidak mendapatkan pujaan hati den", ucapnya sedikit bercanda.

"hahaha iya pak, saya bukan bapak yang punya daya pikat luar biasa jadi harus sekolah tinggi dulu. Gelasnya taruh saja di situ pak", Aku menjawabnya dengan candaan getir.

Aku lalu masuk ke kamar dan membuka laptopku mencoba menyelesaikan tugas-tugas kuliahku sambil mengawang pembicaraan si kakek tua penjual kursi tadi dengan keanehan dan keheranan. 

Lalu di malam hari saat kami sekeluarga berkumpul menonton televisi di ruang keluarga, nenek masih sedikit kecewa dengan kursi panjang yang baru dibeli siang tadi.

Aku berinisiatif menceritakan perbincangan kami dengan si penjual tua itu. Saat semua cerita si kakek tua telah ku ceritakan,lalu Ayah, Ibu, dan saudara-saudariku tergelak. Nenekku juga berkata bahwa sudah mengisyarakatkan untuk pergi saja meninggalkan si penjual tua itu melantur tidak jelas.

"orang susah kadang tidak mengaku mereka susah jadi mengarang hal yang tidak betul di masa lalu", ujar nenekku.

"ya mereka membual seperti itu untuk tidak dilihat sebagai orang yang patut dikasihani, tapi cerita memikat hati perempuan bule itu patut diberi apresiasi ceritanya",ucap Ayah menambahi yang lalu diikuti dengan gelak tawa.

"kau harus mencari pekerjaan yang bagus kelak setelah lulus, Sam. Jangan jadi seperti si kakek tua tadi itu, sudah bekerja berat suka melantur pula dia", nenek mengucap seperti biasa tentang pandangan pekerjaannya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun