Mohon tunggu...
Rahma Roshadi
Rahma Roshadi Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer Bahagia

Penikmat tulisan dan wangi buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bergaya padahal Riba

4 Februari 2020   05:00 Diperbarui: 4 Februari 2020   05:11 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Untuk apa manusia dihidupkan, jika setiap gerak langkahnya tidak boleh dibantu dengan 'kemudahan' riba agar kekayaan yang dimiliki selamat sampai kepada anak keturunannya?

Untuk apa juga manusia diberi mata untuk melihat tetangga kanan kiri, mulut untuk bertanya simulasi cicilan mobil dan rumah, dan bahkan otak untuk menimbang angsuran mana yang paling masuk akal supaya kita juga bisa seperti tetangga yang punya rumah dan mobil di usia muda, dan tidak hanya selalu terpaku di dalam masjid dengan jadwal roadshow kajian kitab fikih muamalah?

Pertanyaan itulah yang membuat langkah saya pernah tidak mempedulikan nasihat orang tua tentang karunia Tuhan yang tidak semata-mata berupa harta, tapi juga nikmatnya pagi-pagi sarungan sambil minum kopi hitam. 

Sakit hatinya saya sebagai seorang anak yang gagal kuliah di fakultas kedokteran karena uang gedung yang nyatanya seharga membangun gedung, membawa saya melamar bekerja di bank, yaitu tempat bekerja yang tidak pernah peduli kita lulusan fakultas atau jurusan apa. Terima kasih bank.

Dalil keharaman riba, sesedikit yang saya tahu, disetarakan dengan mereka yang zina, dan menurut saya ini masuk akal, karena para pelaku riba, itu sama halnya dengan mereka yang jualan 'birahi'. Mereka para pemakan riba sama halnya dengan para prostitute, karena sama-sama bekerja sampai larut malam bahkan pulang pagi, sama-sama harus dituntut polesan make up di muka dan baju-baju bagus, sama-sama harus memberikan pelayanan prima kepada mereka yang membutuhkan jasa kita, juga ada insentif prestasi kerja yang hanya dibayarkan berdasarkan kinerja siapa yang lebih optimal dan memuaskan.

Riba sudah diharamkan sejak Allah menurunkan firman-Nya di dalam Alquran, namun tetap tidak mempan dan justru akan membuat para pekerja riba, khususnya bankir, meradang kalau pekerjaan maha keren ini disamakan dengan PSK.

"Beda dong. Kita 'kan diterima kerja karena kita sekolah dan punya ijazah kuliah. Kita punya kantor resmi dan ada lembaga pemerintah yang menaungi. Kita punya gaji tetap, dan insentif hanyalah tambahan dari pencapaian kerja, dan ini adalah pilihan hidup kita sebagai pegawai bank."

Atas nama peradaban, mereka tetap berjalan. Ditambah lagi jumlah para rentenir dan pezina ini sudah tersebar luas, maka tidak lagi dianggap dosa melainkan hal biasa. Kalaupun ini dosa, bukan hal yang mengerikan karena banyak orang yang menemani untuk sama-sama berbuat dosa.

Saya, sekali lagi bukan ahli agama. Saya hanya membaca Alquran dan sabdanya Kanjeng Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam, bahwasanya para pelaku riba, baik yang makan, yang memasarkan, yang menulis, atau yang sekedar menjadi saksi, semua sama-sama terlaknat. Bukan hak saya untuk melaknat, tapi saya punya kewajiban untuk menyampaikan karena saya tidak ingin punya teman yang, masih hidup saja sudah terlaknat, apalagi ketika meninggal nanti.

Saya tidak mengelak bahwasanya orang Islam harus bekerja, karena rezeki yang dijanjikan Allah bagi orang bertakwa juga harus dijemput dengan ikhtiar. Saya juga setuju bahwa orang Islam tidak boleh miskin harta dan ilmu, supaya kita tidak diinjak-injak, dibodohi, dan disingkirkan dari muka bumi yang notabene ciptaan Allah. Saya juga setuju bahwa Islam juga tidak boleh kuno supaya tidak tertinggal dan hancur dan tinggal namanya saja.

Tapi di saat yang sama, saya juga yakin bahwa Islam itu, bukan sekedar keyakinan atau agama yang mengajarkan ritual ibadah saja, tetapi way of life. Islam adalah cara hidup yang sejak awal diturunkan memang sudah menjadi rahmatan lil alamin. Artinya, sepanjang kita mengakui agama kita adalah Islam, maka segala aspek kehidupan di dunia ini haruslah mengikuti rambu-rambu yang sahih, dan memperhatikan urusan halal haram yang diperintahkan Allah dan dicontohkan para nabi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun