Mohon tunggu...
Rahma Roshadi
Rahma Roshadi Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer Bahagia

Penikmat tulisan dan wangi buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Live in Manislor", Mengenal Lebih Dekat Komunitas Ahmadiyah (Bagian ke-1)

29 Oktober 2019   06:37 Diperbarui: 29 Oktober 2019   08:36 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peserta sudah berkumpul sejak sore di Masjid Nusrat Jahan Semarang. Sesuai dengan rundown acara, rombongan dari IAIN Salatiga, Gusdurian Semarang, dan Persaudaraan Lintas Agama (PELITA) Semarang, akan bertolak ke Manislor untuk mengikuti kegiatan live in selama 3 hari, pada tanggal 25 sampai 27 Oktober 2019.

Live in mahasiswa dan para beberapa perwakilan dari komunitas ini adalah salah satu program kerja dari Pelaksana Penyelenggara Perayaan Tasyakur Seabad Ahmadiyah Daerah Jateng 3, berkolaborasi dengan Sekretatis Tabligh Pengurus Besar, Pengurus Pusat Lajnah Imailah, dan Pengurus Pusat Majelis Khudamul Ahmadiyah Indonesia.

Setelah mendirikan sholat Isya berjamaah di Masjid Nusrat jahan, peserta mengawali perjalanan dengan doa bersama yang dipimpin oleh Mubaligh Ahmadiyah Wilayah Jateng 3, Bapak Maulana Saefulloh Ahmad Faroukh. Tidak hanya mahasiswa, turut hadir juga beberapa dosen dari IAIN Salatiga sebagai pendamping.

Alhamdulillah perjalanan sangat lancar karena karunia Allah taala. Rombongan tiba di Masjid An-Nur, salah satu masjid Jemaat Ahmadiyah di Desa Manislor sekitar pukul 23.30 WIB, dan langsung disambut dengan sangat mulia oleh tuan rumah. Setelah sejenak menghangatkan badan dengan suguhan minuman hangat, para peserta dipersilakan untuk beristirahat di tempat yang telah disediakan. Para peserta ikhwan menginap di asrama yang menyatu dengan Masjid An-Nur, sedangkan peserta akhwat tersebar di beberapa rumah warga. Hal ini, selain karena adab agar tidak ada percampuran antara laki-laki dan perempuan lain mahram, juga agar peserta bisa membaur bersama warga di desa ini, yang memang 80 persennya adalah anggota jemaat Ahmadiyah.

Acara dibuka secara resmi keesokan harinya oleh Bapak Yusuf Ahmadi, Ketua Jemaat Ahmadiyah Cabang Manislor yang juga sekaligus Kepala Desa Manislor. Bertempat di Masroor Hall, sebuah gedung pertemuan dua lantai di area Masjid An-Nur, Mln. Irfan Maulana selaku Mubaligh Daerah Majalengka-Kuningan menyampaikan agar para peserta tidak sungkan untuk membaur dan memanfaatkan acara ini dengan bertanya tentang hal apapun yang ingin diketahui tentang Ahmadiyah dengan detail. Para peserta yang berjumlah 51 orang kemudian dibagi menjadi empat kelompok, di mana masing-masing kelompok didampingi oleh mentor dan mubaligh Ahmadiyah.

Kegiatan hari pertama dimulai sekitar pukul sepuluh pagi sampai menjelang waktu zuhur, peserta secara berkelompok dibawa berkeliling mengenal Ahmadiyah secara umum, dengan mengunjungi beberapa ruangan yaitu, Tabligh Center, Perpustakaan, dan bagian dalam masjid.

Dari ruangan Tabligh Center, peserta disambut dengan jajaran foto pendiri dan khalifah-khalifah Ahmadiyah, yang telah membawa jemaat ini menyebar hingga ke 213 negara. Beberapa poster tentang sejarah berdirinya Ahmadiyah di Qadian, hingga masuknya Ahmadiyah ke Indonesia pada Tahun 1925, syahadat, rukun islam, dan rukun iman yang dianut oleh organisasi Ahmadiyah. Beberapa peserta mengabadikan dengan kamera ponsel, karena setidaknya mereka menemukan bukti, bahwa tidak ada perbedaan tentang akidah keimanan dan kalimat syahadat yang diucapkan oleh para ahmadi (sebutan untuk anggota jemaat Ahmadiyah).

Selain menyuguhkan persamaan, tentu saja ada hal yang disinyalir menjadi perbedaan antara Ahmadi dan non Ahmadi, yaitu akidah tentang kewafatan Nabi Isa alaihissalaam, dan figur Al Masih yang dijanjikan.

Semua muslim sepakat bahwa Almasih akan datang kembali sebagai penyelamat umat di akhir zaman, tetapi hanya Ahmadiyah yang sudah meyakini bahwa figur Almasih yang dijanjikan tersebut ada dalam diri Hazrat Mirza Ghulam Ahmad.

Lain halnya dengan Tabligh Center yang memantik pertanyaan tentang imam akhir zaman, ruang perpustakaan menyuguhkan sebuah 'tema besar' yang juga sering digadang-gadang menjadi kesesatan Ahmadiyah oleh publik yang hanya berkutat pada prasangka, yaitu kitab suci Ahmadiyah. Mubaligh Irfan menunjukkan sebuah buku bertuliskan 'Tadzkirah'. Buku yang sering disangka sebagai kitab sucinya penganut Ahmadiyah ini, dijelaskan, tidak lain adalah sebuah buku yang bahkan ditulis beberapa tahun setelah kewafatan Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri jemaat ini.

Tadzkirah
Tadzkirah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun