Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sepandai-pandainya Orang Mengumpat Hatinya Rapuh Juga

6 April 2021   09:35 Diperbarui: 9 April 2021   03:47 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mendengar umpatan. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Oke, hingga uraian ini mari kita coba sejenak untuk merenung dan merefleksi diri, sebetulnya mengapa hal yang dalam istilah bang Rhoma "sungguh terlalu" ini bisa sampai membudaya? 

Sumber Foto: Instagram/kkiirrooii
Sumber Foto: Instagram/kkiirrooii
Umpatan-umpatan yang berseliweran di mana-mana tak bisa kita lepaskan dari kurang berdampaknya pendidikan kita. Apa dan bagaimana kondisi demikian bisa terjadi?

Untuk itu mari kita kembali melakukan loncatan besar ke masa lalu dengan menyelami kembali gagasan-gagasan cemerlang dari bapak pendidikan nasional kita yaitu Mas Suwardi Suryaningrat atau biasa dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara.

Tujuan pendidikan nasional yang digagasnya bila kita merangkumnya tak lain bermuara kepada pengembangan olah rasa, olah cipta, dan oleh karsa.

Akal, rasa, dan perbuatan baiklah yang hendak dilahirkan dari proses pendidikan nasional. Fenomena yang kini terjadi seperti menunjukan pincangnya aspek-aspek yang harus dikembangkan oleh sistem pendidikan tersebut. 

Ya, olah rasa misalnya, sebagai bagian vital dalam ekstistensi manusia kini keberadaanya justru antara ada dan tiada. 

Maka, anda tidak perlu heran jika generasi muda kita yang sebetulnya pinter lalu dengan mudahnya menjadi keblinger. Ini tak lain karena akal dan kepintaran yang mereka punya, tak seimbang dengan kehalusan budinya.

Lalu bagaimana dampak iringan dari kurangnya kehalusan budi yang kini tidak banyak hinggap dalam diri manusia Indonesia? Rapuh. Ya, inilah yang akan terjadi. 

Manusia Indonesia menjadi sosok yang rapuh sejak dalam hati dan pikiran, apalagi dalam perbuatan kalau meminjam sepenggal istilah Pram. Dari sinilah kita bisa menarik benang merah kaitan antara pendidikan, kerapuhan, dan berujung pada umpatan.

Upaya terbaik yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat mungkin tak dapat sebesar dengan mengubah kebijakan. 

Dalam skala mikro kita dapat menjadi orang yang mampu memberikan pemahaman kepada orang-orang di sekitar, seperti keluarga, tetangga, atau teman tentang perlunya bersikap bijak dalam pola interaksi baik secara langsung dan khususnya secara tidak langsung. 

Ya, tebarkanlah kebaikan walaupun hanya sepatah duap patah kata, setidaknya itu lebih bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun