Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kembang Tak Berkembang

5 Januari 2020   19:34 Diperbarui: 5 Januari 2020   19:38 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: wallpapermaiden.com

Sudah menjadi kebiasaan masyarakat untuk tidak bertindak macam-macam jika melewati bekas rumah almarhum haji Imron. Ya, ia adalah orang yang paling dihormati di desa. Berdasarkan cerita para orang tua, haji Imron adalah salah satu pendiri desa dan ia memilki ketinggian ilmu juga dianggap mempunyai karomah kesaktian.

Anak-anak di desa banyak tahu cerita tentang haji Imron dari orang tua mereka. Bisa dipastikan setiap anak jika ditanya akan mampu menjelaskan siapa itu haji Imron. Bekas rumahnya kini kosong, keturunannya berdasarkan cerita wa Aman telah pindah ke luar pulau. Kini rumah itu dijaga oleh wa Aman, ia merupakan cicit dari pembantu rumah haji Imron yaitu wa Usman. Katanya, haji Imron menitipkan rumah ini untuk dipelihara oleh keturunan wa Usman yang bersedia.

Kini pun wa Aman sudah sangat tua, dan sejak beberapa tahun yang lalu ia sering sakit-sakitan dan menjadi pelupa. Kondisi itu membuat rumah haji Imron menjadi kurang terawat meski tetap bersih. Anak dan cucu wa Aman semuanya merantau ke luar kota, sehingga tidak ada yang bisa diminta bantuan merawat rumah haji Imron juga merawat dirinya. Anak wa Aman yang perempuan mungkin yang paling sering menengok, sekitar satu bulan sekali ia datang dengan memberikan uang dan perbekalan bagi dirinya.

Oleh sebab itu wa Aman menyiasatinya dengan meminta bantuan warga desa untuk melalukan kerja bakti dua minggu sekali di rumah haji Imron. Warga desa yang tidak bisa menolak permintaan wa Aman, juga karena takzim pada haji Imron mengiyakan membantu. Begitulah kemudian yang terjadi selama beberapa tahun terakhir, wa Aman lebih sering di rumah beristirahat, dan selama dua minggu sekali warga membersihkan rumah haji Imron.

Namun belakangan ini warga sering dibuat geram. Anak dari warga baru desa ada yang sering membuat onar di rumah haji Imron. Ia sering masuk kesana tanpa izin, dan berlaku seenaknya. Mencabuti tanaman yang ada, mengotori lantai yang sudah di pel, dan yang paling membuat warga kesal adalah mengencingi bunga mawar di pekarangan rumah.

Warga kesal karena konon bunga mawar itu dianggap keramat. Bunga mawar ini unik, berdasar cerita wa Aman bunga mawar ini sudah tak lama lagi berbunga sepeninggal haji Imron dan sampai sekarang tetap begitu, ia kini lebih tepat dikatakan batang mawar sebenarnya. Tetapi karena sudah terbiasa disebut bunga mawar, warga tetap menggunakan kata itu, meskipun mereka belum pernah sama sekali melihat tanaman itu berbunga.

Anak itu biasanya masuk ke rumah haji Imron di siang hari saat orang-orang tengah bekerja. Ia biasanya pula di dapati oleh anak-anak yang baru pulang sekolah sedang mengacau di rumah haji Imron. Mereka mengadukan hal itu pada orang tuanya.

Di suatu siang, beberapa warga yang sudah kesal karena banyak laporan negatif itu berusaha datang dan menjebak. Mereka menunggu di sebelah rumah haji Imron sampai anak itu datang. Benar saja, sekitar sepuluh menit kemudian ia datang seperti biasanya. Ia datang dengan berjingkrak, bernyanyi dan bertepuk tangan. Warga yang melihat tak segera menghampirinya, mereka melihat dulu apa yang hendak dilakukannya.

Tepat seperti kata anak mereka, ia mencabuti tanaman yang ada di pekarangan rumah, bermain tanah, dan tentu saja mengencingi bunga mawar itu. Perlahan dengan melihat kejadian itu bebarapa warga menghampirinya

"Apa yang kamu lakukan bodoh!"

Anak itu kaget dan terperanjat "Kamu tidak tau ini tempat suci hah?" Salah seorang warga memegangi bahunya.

"Jawab bodoh, jangan diam saja!"

Anak itu tertunduk dan gemetar, lalu tak lama ia menangis sambil memanggil-manggil ibunya

"Sepertinya ia idiot, liat saja kelakuannya" Seru seorang warga.

Tak lama setelah itu warga kemudian mengantarkan anak itu pulang. Di perjalanan anak itu tetap menangis dan merengek. Warga yang mengantarkannya pun dibuat jengkel dan harus menahan kesal. Saat tiba di rumahnya ibunya langsung datang dengan berlari.

"Gusti, ada apa ini?" Tanyanya terkaget

"Anak ibu mengotori rumah haji Imron, ibu sudah tahu kan itu rumah siapa"

"Oh iya maafkan anak saya pak, ia tak akan lagi mengulanginya" Kata ibunya.

"Tolong dijaga dengan baik bu" Dengan sinis warga meninggalkan anak itu bersama ibunya.

Ibunya menatap nanar anaknya. Ia tidak mungkin bisa menjaga anaknya secara penuh, tiap pagi ia harus bekerja di rumah bu Ssarah, mengurus rumah mereka. Paling cepat jam 12 sudah bisa sampai rumah. Tentu di rumah anaknya terpaksa harus diam sendiri, bermain sendiri. Tak tega pula jika ia harus mengunci anaknya dalam rumah.

Anaknya masih tampak murung dan merengek, ibunya segera mendekap anaknya dengan berkaca-kaca.

"Nak, kamu tidak boleh main kesana, itu tidak boleh, tidak baik"

"Tunggu saja di rumah jangnan kemana-mana sampai ibu pulang, kamu mengerti nak"

Sambil termenung anak itu mengangguk pelan.

Beberapa hari selanjutnya, anak-anak sekolah masih kerap melihat anak itu berkeliaran di rumah haji Imron. Nampaknya anak itu tidak kapok juga. Dan di hari kemudian sudah menjadi kebiasaan warga untuk mengantarkan anak itu pulang kepada ibunya karena terpergok mengacau di rumah haji Imron.

Sampai pada suatu siang, warga benar-benar dibuat naik pitam dengan kelakuan anak iu. Mereka mendapati laporan dari anak-anaknya sepulang sekolah. Mereka mengadu bahwa siang itu pekarangan rumah haji Imron sudah tidak karuan, ia mencabuti tanaman dan menghamburkannya seenaknya, ia juga menumpahkan tong sampah, dan yang paling parah adalah dengan memberaki bunga mawar itu.

Warga bergegas berangkat dengan penuh amarah menuju rumah haji Imron, kemudian mereka melihat bahwa benar pekarangan rumah haji Imron sudah tidak karuan. Tanpa lama berdiam diri warga langsung menuju rumah anak itu. Tak ketinggalan, sekarang warga coba mengajak wa Aman agar bisa menjelaskan secara langsung tentang kesakralan rumah haji Imron dan siapa dia.

Ibu anak itu terkaget saat mendengar kerumunan di luar rumahnya. Sampai ia membuka pintu, ia makin gemetar karena melihat warga banyak datang, juga dengan emosi. Kemudian ia dipertemukan dengan wa Aman untuk membicarakan soal rumah haji Imron dan tentu tentang anaknya.

"Benar pak, maafkan anak saya, saya sudah melarangnya, tetapi dari pagi sampai siang saya harus bekerja, dan ia sendiri di rumah, saya juga tidak tega kalau harus menguncinya" Ratap sang Ibu.

"Saya paham dengan kesulitan ibu, tapi yang perlu ibu tau bahwa memang rumah itu keramat, terutama tentang cerita bunga mawar yang mungkin ibu sudah ketahui" Terang wa Aman.

"Bunga itu sepeninggal haji Imron sudah tidak lagi berbunga, cerita dari kakek saya bahwa hanya dengan sentuhan orang berhati suci bunga itu dapat kembali berbunga, dan tindakan anak ibu yang bahkan memberaki dan mengencinginya tentu tidak dapat dibenarkan" Tambahnya.

Setelah lama berbincang, ibu anak itu sepakat dengan wa Aman untuk menitipkan anaknya ke salah seorang warga guna menjaganya dari pagi sampai siang dengan membayar iuran perawatan rumah haji Imron seikhlasnya. Anak itu tak terlihat sama sekali, kata ibunya ia sedang terlelap tidur sepulang diajak belanja ke pasar olehnya.

Wa Aman dan warga yang mulai sudah tenang berangkat menuju rumah haji Imron untuk melihat keadaan rumah dan membersihkannya. Saat mereka baru masuk ke pekarangan rumah tercium aroma harum yang begitu menyengat juga menyejukan. Dan sesampainya di pekarangan, wa Aman terutama dibuat kaget dengan kondisi bunga mawar itu.

Ya, bunga itu kini berbunga secara penuh, bunganya merah, amat merona, dan baunya amat nikmat. Setelah kian di dekati, rupanya hal mengejutkan tak behenti memukau wa Aman, tepat pada batang-batangnya, berceceran bekas berak, tetapi anehnya tidak berbau busuk sama sekali, seolah-olahnya aromanya bersatu padu dengan bunga mawar itu.

"Siapa yang terakhir kesini?"

Warga yang masih kaget juga seperti wa Aman tidak segera menjawab.

"Siapa?" Pekik wa Aman.

"Ya, a, a, a a-anak itu Wa siapa lagi" Ujar seorang warga dengan tergagap.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun