Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Babad Ikhwan Mistis: Takut Demokrasi

26 November 2019   13:33 Diperbarui: 26 November 2019   13:46 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/geralt

Masih menulis, senang ia menulis, saat sedih masih juga menulis, apalagi kalau sedang jengkel inspirasi begitu cepat menghampirinya. Wahyu, manusia urakan yang kebetulan jadi mahasiswa ini suka sekali menulis, entah apa motivasinya, untuk pamerkah? Uangkah? Wanitakah? Atau apakah? Tak begitu jelas.

Belakangan ini ia lebih sering menulis, hanya sebatas opini dengan tata bahasa yang awut-awutan. Rupanya ia jengkel. Jengkel dengan kondisi kampusnnya. Ia tuliskan kejengkelannya dalam sebuah tulisan. Bukan untuk dipampang di facebook, bukan untuk dipampang di instagram. Cukup di mading saja.

Ia menggugat fasilitas, toilet, masjid, lapang, apalagi wi-fi. Kinerja guru pun tak lepas dari pandangannya. Entah kenapa ia seolah jadi kritikus kacangan begini. Ia menulis di kantin belakang kampus. Menyendiri, melepas penat, kicauan burung jadi musik pendampingnya, ditemani juga gemericik air selokan, hawa segar menyelimuti tubuhnya. Ia mendekat pada alam. "saaaantaaaaiii" gumamnya.

Mulai ia tuangkan keluhan, keresahan, dan harapan dalam tulisannya. Selesai menulis bergegas ia mencetak tulisannya, mading mulai memanggil, menunggu tulisannya. Tak lama kemudian berpapasan ia dengan Dede.

"Yu, mau kemana lu? ke basecamp yuk! Ini gue bawa kulub sampeu!"

"Ntar, gue mau nempel tulisan dulu di mading"

"Itu yang lu bawa, sini gue liat dulu" jawab Dede sambil mengambil tulisan di tangan Wahyu, lalu membacanya.

"Eh, kampret asal bawa aja lu!"

Cukup lama Dede membaca, kelihatan mimik wajahnya berubah muram, kemudian tertawa, lalu muram lagi, ntah apa yang ia pikirkan, mungkin jijik melihat kacaunya tulisan itu.

"Yu, yakin ini lu mau tempel di mading?"

"Etdah, kenapa pri" Wahyu heran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun