Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Babad Ikhwan Mistis: A Man Called Ical

16 Oktober 2019   19:53 Diperbarui: 16 Oktober 2019   20:07 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Free-Photos

Ini adalah sebuah kisah tentang salah satu gembong dari ikhwan mistis. Ia merupakan pelopor pergerakan ikhwan mistis bersama Wahyu dan Dede. Ya, Ical namanya. Pria yang sering mendaku diri sebagai Afgan ini telah lama berkecimpung dalam usaha dan upaya penyebaran ideologi para kaum mistis di kampus. Secara ringkas kisahnya dimulai sejak ia menginjak tahun kedua sebagai mahasiswa, kira-kira kronologisnya begini:

Terlihat seorang pemuda sambil tertunduk duduk berpangku kaki di kantin belakang kampus. Tiupan angin yang berhembus beberapa kali menghempaskan poni rambutnya yang terurai sampai ke alis mata. Sikap duduknya tegap, mantap dan bersahaja. Sambil membalikan lembar demi lembar halaman, ia fokus membaca bukunya.

Ya, lelaki itu adalah Ical. Seorang pria yang dikenal karena kesenangannya membaca dan nongkrong di kantin. Sejak masih menjadi mahasiswa baru, eksistensinya sebagai manusia yang gemar membaca sudah ia tunjukan. 

Ke mana-mana Ical selalu menggenggam buku di tangan kirinya. Memang sudah sejak dulu Ical menjadi incaran dari para seniornya. Mereka pikir Ical adalah sosok mahasiswa yang layak untuk menggantikan mereka di organisasi.

Selain rajin membaca, Ical pun memliki daya nalar yang kritis. Ini pernah ia buktikan manakala berdebat dengan salah satu seniornya tentang kegiatan pengkaderan yang dinilainya sudah salah kaprah.

"Ini sudah tidak relevan lagi bung!"

"Lah memang apanya yang salah, dari dulu pun memang sudah begini alurnya" Jawab senior

"Ihwal budaya memang perlu dipertahankan, saya paham akan hal itu, namun, jika hal itu ternyata sudah tidak efektif lagi digunakan ya kita perlu memodifikasinya, bukan berarti menghapusnya bung" Balas Ical

"Kita sepatutnya tidak perlu lagi mempertahankan budaya feodal macam begitu. Cara berpikir kita tidak pula sepatutnya konservatif dan otoriter begini. Pengkaderan bukan soal mendidik kedisiplinan saja, tapi yang lebih penting adalah soal pengembangan daya nalar" Tambah Ical

Untuk seorang mahasiswa baru, bisa dikatakan ia cukup paham akan konsep pengkaderan yang belum tentu mahasiswa lain bisa sampai pada taraf itu. Berkat keluasan wawasannya itu, terkadang Ical sering menjadi orang yang dicari oleh beberapa senior untuk diajak berdiskusi tentang beragam hal, baik itu berkaitan dengan persoalan politik, pendidikan, maupun sejarah.

Seiring berjalannya waktu, Ical memang tetap dipandang orang sebagai cendikiawan kampus. Ia memang dalam kacamata orang banyak adalah seorang yang berwawasan luas. Itu sudah Ical ketahui sendiri meski ia tak mau mengakuinya. Dalam pandangan orang Ical tau bahwa ia tersemat sebagai mahasiswa cerdas.

Namun, banyak hal yang luput terhadap seluk beluk Ical. Kebanyakan orang hanya melihat yang tampak saja diluarnya, tidak dengan dalamnya, perasaannya, batinnya. Ical walaupun di puja-puji, tinggi eksistensi dan berprestasi tetap memiliki sisi kelamnya pula sebagai manusia. Dan, hal itu adalah dalam urusan cinta.

Untuk persoalan ini, Ical seringkali menghindarinya. Jelas ini mengindikasikan bahwa ada yan tidak baik-baik saja dalam benak dan batin Ical, ya, itu soal cinta. Asal muasalnya tidak terlepas dari pengalaman kegagalan untuk mendambakan pujaan hati. Tetapi persoalan ini tidak sekedar ihwal cinta ditolak, jauh lebih dalam, kejadian ini merupakan akibat pertentangan kelas dan efek kapitalisme yang mulai merambah dan meracuni otak para mahasiswa.

Supaya lebih jelas dan paham ceritanya begini. Ical pada suatu kala sudah jatuh cinta pada seseorang, ia cantik, berwajah khas wanita ras melayu, dengan lesung pipinya yang indah. 

Tubuhnya tidak terlalu tinggi, sekitar sebahu Ical, meski begitu ia tetap terlihat mempesona. Matanya indah berbinar, dengan alis matanya yang lentik semakin menampilkan rona anggun dalam pengelihatan. Itu yang Ical rasakan.

Singkat cerita, Ical tahu bahwa ia masih sendiri dan dengan alasan begitulah ia berani untuk mengungkapkan perasaannya. Nahasnya, saat ia menyampaikan niat sucinya, Ical harus menerima pil pahit, ia harus kecewa

"Maaf, bukan saya tidak suka, tetapi kalau boleh jujur saya sudah bersama orang lain, maafkan"

Ical tertegun, darahnya terkesiap. Kemudian dengan tatapan nanar dan sabar Ical bertanya "Baiklah kalau begitu saya turut bahagia. Terakhir, lantas siapakah ia yang kini sudah bersamamu?"

"Maafkan saya, untuk hal itu saya tidak bisa menjawabnya"

Sampai disana, Ical hanya bisa menahan rasa kecewa melalui sebuah garis senyuman kecil lalu tak lama pamit undur diri dihadapannya. Langkahnya berat, sendi-sendinya lemas, dan tentu, dengan kepala yang tertunduk lesu. Tak berselang lama, kekecewaannya lagi harus bertambah. Baru saja ia sampai di kantin dengan lemah, saat ia membuka HP dan membuka instagram, ternyata pertanyaannya yang tidak dijawab tadi telah menemukan titik terang. Ya, temannya, baru saja mengupload foto bersama wanita pujaannya dengan caption "Akhirnya ku memilikimu <3"

Hawa emosi langsung mengepul di ubun-ubun Ical, adrenalinnya untuk marah mengeggebu-gebu dalam sukma. Tetapi mau bagaimana lagi, ia tidak akan mungkin bisa merubah keadaan yang sudah terjadi. Darisanalah persepsi Ical terhadap cinta menjadi ambyar, dan persepsi terhadap tukang tikung menjadi sangat sensitif.

Ada hal yang selanjutnya merubah lagi cara pikir Ical terhadap kasus yang menderanya. Hal ini terjadi manakala ia bertemu dengan Wahyu dan Dede. Berdasarkan kesamaan nasib, kelas dan tragedi mereka jadi sering berkumpul. Hal-hal yang menjadi topik pembicaraan tidak jauh seputar bacaan, pergerakan dan tentu percintaan. Hingga pada suatu saat mereka memiliki kesamaan visi dan gagasan pada rencana pergerakan perlawanan.

"Kita sebagai kaum tertindas, sudah seharusnya bergerak dan melawan, bukan saatnya lagi kita terus menerus seperti ini, kita jangan mau menjadi kaum fatalis" Seru Wahyu

"Benar, kita harus terlepas dari jerat kesadaran naif dan magis" Tambah Dede

Ical termenung sebentar, ia berpikir bahwa haruskah revolusi dicetuskan guna menyelamatkan masa depan mahasiswa di kampus dari jerat konglomerasi dan ekspansi kaum kapitalisme, terutama dalam urusan pergaetan akhwat kampus. setelah berpikir, ia memantapkan pendirian dan sikapnya.

"Betul kawan-kawan, revolusi kita mulai sejak detik ini!" Ujar Ical dengan bersungut-sungut

"Kita sudah selaknya lepas dari jerat kaum kapitalis, mereka kaum borjuis yang dengan semena-mena melakukan ekspansi dengan kekuatan modal sudah seharusnya kita ganyang. Kita sebagai manusia yang beradab sudah seharusnya memiliki kesempatan yang sama dan setara dalam usaha mendapatkan akhwat!" Tambahnya

Atas dasar konvensi tersebut, maka dicetuskanlah upaya revolusi dari golongan yang mereka katakan sebagai kaum ikhwan mistis proletar. Yaitu kaum tertindas yang melawan ketidakadilan. Ical sebagai pionir dalam pendirian ikhwan mistis proletar, menjadi sosok yang penting dan sangat berpengaruh, baik itu dalam perumusan renstra, pembuatan agitasi, dan pengembangan kader.

Ical lewat gagasan-gagasan pentingnya, telah mampu menyebarkan virus perlawanan kepada para kaum yang tertindas untuk bangkit dan melakukan perlawanan. Bukti kerja keras Ical itulah yang kemudian menjadikan dirinya menjadi orang yang sangat diperhatikan gerak-geriknya oleh lawan politiknya yaitu kaum borjuis. Ya, Ical si cendikiawan kesepian patut diawasi, tak boleh diabaikan.          

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun