Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Kardun: Bertanya Merdeka, Terjawab Nestapa

15 Mei 2019   20:51 Diperbarui: 15 Mei 2019   20:57 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Skitterphoto

Tubuh Kardun terkulai lemas, terbaring tanpa daya di atas ranjangnya. Tatapan matanya kosong, bibirnya kaku. Kardun nampak sekali makin murung beberapa hari ini. Bahkan sejak malam hari ia tidak dapat tidur, mulutnya memang tertutup rapat, namun batin dan jiwanya terus menjerit dan menggugat. Pikirannya terganggu sekelumit permasalahan, sampai-sampai membuat raganya angkat tangan dan stress dibuatnya.

 Kardun memang tipikal orang yang perasa. Tatkala ia dihadapkan pada beberapa permasalahan kehidupan seringkali Kardun memikirkannya secara berlebihan. Hal itu kemudian membuatnya kehilangan rasa tenang. Pada saat Kardun menjadi orang yang sangat gelisah dan resah, nalarnya kadang menjadi tidak jernih karena kecamuk dan gejolak dalam dirinya membuat pandangannya menjadi bias.

Pada keadaan seperti itu biasanya ia mengasingkan diri dengan berteduh di bawah rindangnya pohon jambu belakang rumah, tepatnya di kebun yang dikelilingi pohon bambu. Ia bersandar dibawahnya, mencari relaksasi, membebaskan beban pikiran sejenak. Meski tujuan itu yang dicari olehnya, namun tetap saja pikiran akan permasalahan hidup kembali menggerayangi mengganggu kekhidmatannya.

Perkara yang kini tengah dihadapi Kardun sampai menjadi beban pikiran baginya adalah ihwal kemerdekaan. Ia menghayati makna kemerdekaan yang kini sudah ia nikmati. Kardun dengan segala keterbatasannya mencoba mengulik perihal kemerdekaan yang sudah ia jalani. Semakin dalam pergulatannya tentang pemaknaan kemerdekaan semakin jelas pulalah berbagai kontradiksi yang ada di dalamnya.

Penelusuran Kardun tentang merdeka telah sampai pada kesimpulan yang nampaknya kurang membahagiakan. Arti dan tujuan merdeka yang ia ketahui untuk mempertinggi derajat dan hak kemanusiaan sedikit banyaknya tidak karuan. Setelah Kardun mencocokan hakikat kemerdekaan dengan hal empiris yang terjadi dalam peradaban manusia saat ini justru nyatanya memang bernada ironis.

Seringkali ia melihat berbagai macam tindakan yang memboikot bahkan mengatasnamakan "Merdeka" sebagai dalih untuk berbuat keburukan. Menjaga stabilitas dan kekondusifan cukup bersahabat di telinga Kardun manakala para aktivis diciduk ketika gencar-gencarnya menuntut penyelesaian kasus kemanusiaan yang belum terungkap.

Di sisi lain, Kardun juga cukup akrab dengan banyaknya berita dan ungkapan retoris penuh kebohongan dan pertikaian tatkala ia melihat orang-orang penting di negerinya berlomba pada kompetisi liga politik. Dari sana Kardun mulai pusing dengan makna dan fakta kemerdekaan yang ia telusuri. Cukup lama Kardun memejamkan mata, menghela nafas panjang "Merdeka? Tidakkah terlalu berlebihan?" batin Kardun.

Desiran angin senja tak sengaja membangunkannya dari alam bawah sadar, segera Kardun melihat jam tanganya. Tak langsung beranjak, ia masih santai dalam posisi tidurnya. Ia menatap langit cukup lama sambil mengawasi gumpalan awan di ufuk barat. Tak lama berselang, hembusan angin mengantarkan awan di sisi yang lain mendekatinya, sedikit memakan waktu sampai kedua awan tadi bertabrakan "Sebentar, ini bukan tabrakan, tapi penyatuan" Gumam Kardun. "Andaikan kemerdekaan tercipta bukan karena benturan, pasti ia akan lebih banyak membawa kedamaian" Tambahnya.

To be continued!      

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun