Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Karena Kritis Tidak Mengajarkan Kita Menjadi Egois

6 Mei 2019   21:25 Diperbarui: 12 Mei 2019   07:49 1837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: Pixabay/Johnhain)

Tidak asing tentunya bagi kita mendengar kata egois. Bagi banyak orang mungkin kata ini begitu terdengar menjengkelkan bahkan memuakan. Jika dilihat dari makna katanya, egois sendiri berarti suatu perilaku yang mementingkan diri sendiri. Tentu dari makna katanya saja kita sudah dapat menggambarkan bagaimana menjengkelkannya tingkah laku orang-orang yang memiliki sifat egois.

Egois berpangkal dari paham individualisme. Orang yang egois cenderung mementingkan kepentingan atau pemikiran sendiri daripada kepentingan orang banyak. Koruptor merupakan contoh kasus dimana jiwa dan pikiran seseorang telah dirasuki oleh sifat egois yang klimaks, ia hanya mementingkan kebutuhan pribadinya tanpa melihat penderitaan orang lain atas tingkah lakunya itu.

Terlalu jauh jika koruptor sebagai contohnya. Dalam laku kehidupan sehari-hari pun sering kali kita mendapati orang lain atau bahkan kita sendiri berperilaku egois. Memang secara sekilas sifat ini memerlukan waktu untuk dapat diidentifikasi. Seseorang yang dikatakan egois dapat terpancar dari tingkah lakunya. Itu berarti sifat egois ini dapat dideteksi setelah adanya action dari pelaku.

Mungkin secara tidak sadar seringkali kita sendiri bertindak egois terhadap orang lain. Dari yang paling simpel contohnya adalah perkataan, berapa banyak kata yang sudah kita lontarkan kepada orang lain dan itu menyakitinya? Berapa kali kita bersikap masa bodo terhadap aturan yang sudah ditetapkan? Berapa kalikah kita bersikap seolah paling benar diantara orang lain?

"Sifat kritis membuat orang tidak mudah percaya dan skeptis, membuat orang menganalisa lebih tajam, bahkan cenderung mencari-cari kesalahan orang lain."

Tentu sebuah kesialan ketika kita harus berhadapan dengan seseorang yang egois, apalagi jika tingkat keegoisannya kelas kakap. Kita pasti sering mendengar kasus ibu-ibu naik motor yang tidak pakai helm kemudian pasang sen kiri tapi beloknya ke kanan bukan? Lalu ketika si ibu ditilang dan ditegur ia malah balik menegur bahkan menganiaya. Nah itu merupakan contoh kecil dampak dari sifat egois, dimana terkadang orang lain yang justru menjadi korban.

Contoh lain, ketika ujian sekolah misalnya, ketika dihadapkan dengan keadaan mandek dalam mengisi soal, kita diam-diam membuka contekan dan menuliskannya dilembar jawaban, bukankah itu juga bukti bahwa sifat egois tengah menguasi jiwa raga kita? Mungkin orang lain tidak ada yang dirugikan dalam hal ini, tapi bukankah kita telah merampas, menipu bahkan melangkahi rasa keadilan orang lain.

Kemudian contoh yang juga pernah saya temui, ketika dalam sebuah kegiatan study tour ke suatu daerah, beberapa orang protes karena tidak ingin berbeda bus dengan temannya, dan kekeh ingin disatu-biskan dengan mengancam akan menolak turut serta dalam kegiatan itu jika permintaannya tidak dipenuhi. Bukankah perilaku tersebut mencerminkan sikap egois dan bahkan cenderung kekanak-kanakan?

Orang yang egois juga cenderung agak sulit untuk menerima kesalahan, mereka merupakan tipikal orang yang keras kepala. Dalam suatu diskusi ada seseorang yang mengatakan bahwa sifat itu bukanlah egois, tapi kritis. Seseorang itu mencontohkan dengan suatu kasus ketika dalam perkuliahan dan tengah berlangsung perdebatan, dimana pihak satu bersikukuh mempertahankan argumennya dengan mengatakan pihak lain adalah salah, ia mengatakan bahwa itu adalah sifat kritis bukannya egois.

Sejenak mari kita pahami lagi apa makna dari sifat kritis. Memang sifat kritis membuat orang tidak mudah percaya dan skeptis, membuat orang menganalisa lebih tajam, bahkan cenderung mencari-cari kesalahan orang lain. Tapi ada makna selanjutnya dari sifat kritis ini.

Kritis tidak hanya berhenti pada kesimpulan bahwa terdapat kesalahan pada orang lain dan ia sendirilah yang paling benar. Ujung dari sikap kritis ini adalah terciptanya solusi bagi semua. Lalu apakah dengan satu pihak kekeh mempertahankan argumennya itu bisa disebut solusi untuk semua? Bisakah itu disebut kritis? Saya rasa belum tentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun