Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Percakapan Tanpa Gadget

7 Februari 2019   13:07 Diperbarui: 8 Februari 2019   01:14 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay.com/TheVirtualDenise

Perjalanan dalam kereta menjadi hal yang selalu menarik untuk dilakukan. Walaupun nuansa hiruk pikuk dan berdesakan menjadi tantangan, tetapi tidak mengurangi kenikmatan dan aroma perjalanan dengan segala makna yang dapat dipelajari didalamnya. Apalagi jika kereta kelas ekonomi yang dinaiki, sangat banyak fenomena - fenomena yang sama sekali jarang kita temui ditempat lain, banyak humornya, banyak dukanya, banyak sukanya.

Tak terkecuali bagi saya, kereta ekonomi selalu saja menyimpan keunikan. Tentu ekonomi merupakan jenis kereta yang harganya paling bersahabat dengan dompet saya, dan oleh karenanya kebanyakan penumpangnya pun kebanyakan diisi oleh kelas masyarakat menengah kebawah. Ada untuk keperluan dagang, pekerjaan, dan sekolah.

Belum lama ini saya menemukan kisah yang mungkin bagi sebagian orang dianggap biasa, namun bagi saya ini merupakan salah satu kisah yang perlu direnungi, patut menjadi pelajaran hidup, apalagi di era modernitas yang begitu membuat orang menjadi individualis.

Kisah ini begitu sederhana dan menyenangkan untuk disimak, dan bagi sebagian orang bisa saja menjadi tamparan keras atas realitasnya. Kejadian ini cukup sederhana, yaitu mengisahkan sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ibu dengan tiga orang anak, dua diantaranya laki - laki dengan masing - masing berumur sekitar enam dan sepuluh tahun, dan satu orang anaknya adalah perempuan yang tampaknya sudah masuk jenjang SMP.

Disebelahnya terlihat juga dua orang lansia yang ternyata merupakan kakek dan neneknya. Mereka duduk dalam satu susunan kursi yang saling berhadapan dengan nuanasa kekeluagaan yang begitu cair. Betapa sejuk hati tatkala sang kakek dan nenek bercerita tentang pengalamannya yang sudah kesana kemari dengan kereta api kepada para cucunya.

Belum lagi ketika si bungsu tak henti - hentinya menanyakan ini dan itu dari pemandangan yang ia lihat dari kaca jendela, dengan sabar mereka menjelaskannya. Sesekali mereka tertawa karena si sulung mengerjai adik - adiknya. Belum lagi kalau si bungsu sudah merengek, sang ibu seolah menjadi juru bicara handal dengan penjelasannya yang penuh keyakinan mampu membuatnya tenang dan kembali tersenyum.

Berbeda halnya dengan satu keluarga lainnya yang duduk dibelakang deret bangku keluarga tersebut. Mereka kaku, terlihat sang ibu sibuk memainkan gadgetnya, sang anak yang berumur sekitar lima tahun tak kalah sibuk bermain game dalam gadgetnya, sedangkan sang ayah hanya melihat pemandangan dari kaca jendela sambil sesekali melihat kedua anggota keluarganya yang tengah dirundung kesibukannya masing - masing.

Sudut duduk saya yang strategis begitu memungkinkan untuk mengamati dua peristiwa yang cukup bertolak belakang tadi. Satu keluarga harmonis, dan yang satu lagi nampak ironis. 

Satu ciri utama yang menjadi pembeda diantara keduanya adalah keberadaan gadget. Dimana keluarga yang harmonis tadi amat meminimalisasi kontak dengan gadget ketika mereka sedang melakukan perjalanan bersama, dan yang satu lagi menggunakan gadget sebagai anggota keluarga tambahan dalam perjalanannya.

Dari dua kisah diatas, sedikit menggambarkan bagaimana dasar dari keluarga harmonis itu bisa dibangun, dan atas dasar apa juga interaksi dalam keluarga bisa menjadi kaku. Poin penting yang mendasari dua hal itu bisa terjadi adalah soal komunikasi. Perbedaan pola komunikasilah yang membuat perbedaan juga dalam bentuk interaksi keluarga, menjadi harmonis atau ironis.

Menjadi suatu pelajaran penting dalam memahami kisah ini. Begitu mahalnya harga sebuah keharmonisan jika harus digadaikan dan terpisahkan oleh satu benda bernama gadget. Jika keadaan tidak mendesak tentu baiknya sejauh mungkin penggunaan gadget perlu dikurangi, apalagi ketika sedang berkumpul bersama keluarga. Karena harta paling berharga adalah keluarga, dan cerita paling indah adalah bersama keluarga.     

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun