Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Babad Ikhwan Mistis, Persatuan dalam Perseteruan

28 Januari 2019   11:40 Diperbarui: 28 Januari 2019   11:56 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay.com/Sasint

Kegiatan awal dimulai dengan menunjuk salah seorang dari kaum abu untuk menjadi moderator karena dinilai sebagai pihak yang netral dalam urusan ini. setelah sedikit bertukar argumen, Izal terpilih menjadi moderator, dan Babe diperlukan sebagai notulen dalam rapat ini, walau sedikit disadari tulisan Babe cukup ambyar tapi toh setidaknya dia menyanggupi.

"Langsung aja ke pokoknya yah Wa, Sok silahkan dikaji aja drafnya selama 5 menit, kalo bisa jangan banyak komen, gue laper belon makan!" Ujar Izal sambil cekikikan. Lepas dari itu wajah para ikhwan mistis mendadak kompak mengerenyitkan dahi, mereka cukup serius membaca draf yang sengaja telah diperbanyak itu.

Waktu sudah cukup lama berlalu, suasana hening masih terjadi, para ikhwan mistis diselimuti keseriusannya dalam membaca draf memorandum itu. Saking heningnya, Duls sampai tertidur dengan draf menempel di dahinya. Suara burung menjadi begitu nyaring terdengar, begitupula suara kodok, jangkrik, dan suara orang pacaran yang lagi berantem pun samar terdengar.

Izal melihat jam masjid, dan kemudian mencocokan dengan arlojinya "Waktu habis Wa, sok jadi gimana putusannya ? Sok dari ikhwan proletar kumaha ?"

"Sepakat, Sesuai draf!" Tegas Wahyu, Dede, dan Ical.

"Ikhwan borjuis ?"

"Setuju!" Ujar Egi dan Ivan

"And The Grey Man ?"

"SAH!1!1!1" Teriak Babe, Duls, Setia dan Kiki.

"Ah, muka lu kaya yang serius baca draf, kaya bakal interupsi ini itu!" Ucap Izal jengkel.

Memorandum dengan mudah disepakati, tanpa adu mulut, tanpa lempar kursi ini itu, tanpa saling hina atau ejek. Berjalan lancar dengan kekeluargaan meski berbeda pandangan. Sebagai sesama ikhwan mistis mereka lebih mementingkan persatuan dari pada peseteruan. Tidak lama setelah kesepakatan terjadi, telihat Ibu kantin menenteng 3 buah rantang, kemudian memanggil dari halaman masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun