Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Enggan Diskusi Sesat Pikir Kemudian

10 Desember 2018   08:27 Diperbarui: 10 Desember 2018   13:11 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay.com/geralt

Diskusi menjadi hal yang seolah tabu untuk dilakukan. Orang-orang kini tak lagi menjadikan diskusi sebagai cara untuk menjaga kewarasan. Memang di era pertik-tokan yang durjana seperti sekarang ini, diskusi dianggap terlalu buang-buang waktu dan minim manfaat. Banyak yang beranggapan bahwa diskusi tak lebih dari bualan-bualan semata yang tak menghasilkan permbaharuan, apalagi menghasilkan duit.

Secara pragmatis pandangan diatas bisa jadi benar, tapi bisa jadi juga salah besar. Diskusi sebagai kata kerja tentu mempunyai makna dan orientasi yang tidak melulu soal hasil. Diskusi sejatinya menitikberatkan pada proses, dialektika, dan penalaran. 

Sebuah diskusi memang agak sulit jika dikaitkan secara praktis dalam upaya menghasilkan duit. But you know-lah, bukankah para pengusaha sukses pun mengawali karirnya dengan berbagai macam diskusi dan menyusun strategi market place supaya untung ?

Ya, output dari sebuah diskusi tidaklah instan seperti Ind*mie. Untuk mendapatkan produk pemikiran (abstrak) ataupun produk praktis (konkret) memerlukan refleksi dan silang pendapat yang cukup memakan waktu dan memeras tenaga serta pikiran. Lantas kemudian seseorang pernah nyeletuk begini "Emang apa sih untungnya diskusi itu mas Rahman? Cuma buang-buang waktu yang jelas mah?"

Untuk pertanyaan yang diajukan oleh orang awam seperti itu tentu saya bisa memahami kealpaannya dalam memaknai proses dalam sebuah diskusi. Skeptisme macam ini lahir karena pola pikir pragmatis dari orang-orang yang hanya memikirkan produk ketimbang proses. Stigma yang berkembang di masyarakat dalam memandang diskusi tidak dapat dinafikan memang begitu adanya dan begitu menyedihkannya.

Jangankan bagi masyrakat awam, bagi kalangan intelektual macam mahasiswa dan dosen pun tak jarang banyak yang anti dengan aktivitas yang satu ini. Sama seperti pandangan umum lainnya, mereka pun menganggap bahwa diskusi itu membosankan dan tak membangkitkan ghirah untuk melawan. Parahnya jika seorang dosen atau pejabat sudah anti bahkan mungkin "mengharamkan" diskusi dalam kamus hidupnya, jelas ini berbahaya.

Hakikatnya diskusi bagi kalangan intelektual macam mahasiswa, dosen, atau pejabat adalah keniscayaan. Apalagi yang didiskusikan dalam mimbar akademis dan kenegaraan, tentu hal ini adalah asam garam kehidupan yang wajib dijalani bagi mereka yang bergelut di dunia akademis. Mereka yang menolak diskusi bahkan "mengharamkannya" secara tidak langsung maka ia menafikan keniscayaan dunia akademis itu sendiri.

Ironi, banyak saya temukan dari berbagai sumber bacaan, bahkan saya pun mengalami sendiri tak enaknya di "semprot" oleh orang-orang yang anti diskusi. Pernah suatu ketika saya membantah kerangka teori kurikulum pendidikan yang diberikan oleh dosen, tak lama setelah saya mengemukakan argumen itu, dosen tersebut langsung mengeluarkan jurus ampuh yaitu "ketuk palu" dimana ia mengeluarkan fatwa bahwa apa yang ia sampaikan adalah paling benar, dan saya tidak diberi kesempatan lagi untuk mendebatnya.

Padahal teori itu bikinan manusia, yang mana tidak ada kebenaran mutlak di dalamnya. Namanya juga teori, pada dasarnya masih bisa diperdebatkan relevansinya di era sekarang, dan parahnya argumen saya pun tak dijelaskan salah dan kelirunya dimana. Ya, ketika fatwa dari sang dosen telah inkrah, mahasiswa langsung jinak, melongo seketika, dan mengamini fatwa dosen tersebut.

Semangat diskusi umumnya bagi masyarakat luas harus kembali dikobarkan. Saya percaya bahwa tatanan masyarakat madani yang kita idam-idamkan bersama itu adalah masyarakat yang melek dan doyan disuksi. Sikap apatis tentu dapat direduksi oleh kegiatan diskusi, sehingga kita tidak akan lagi melihat masyarakat yang abai dan sabodo teuing ketika banyak permasalahan bangsa yang kian carut marut seperti sekarang ini.

Diskusi adalah jalan menjaga kewarasan, kejernihan pikiran dan upaya menumbuhkan kesadaran kritis. Mereka yang mau berdiskusi adalah sebijak-bijaknya manusia, mereka toleran memandang setiap perbedaan, mengakui kesalahan jika ada pendapat yang sekiranya lebih benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun