Mohon tunggu...
Rahman Key
Rahman Key Mohon Tunggu... Penulis - In GOD we trust!!

LLM Student in St. Petersburg State University, Russia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Era Baru Dakwah Salaf dan Selamat Tinggal Kesalahan Tafsir Wahabisme

20 Mei 2019   13:18 Diperbarui: 20 Mei 2019   13:40 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Rahman Key

Tahun 2015 saya sempat mengikuti diskusi kebangsaan di DPP PGK yang berlokasi di bilangan tebet, Jaksel. Sebuah organisasi besutan Bang Bursah Zarnubi, Aktivis Senior yang masyhur. Pembicara kunci yang di undang pada saat itu adalah Kapolri, Jenderal Pol. Badrodin Haiti. Beliau membedah kondisi keamanan Negara beserta potensi gangguan keamanan yang ditimbulkan dari beberapa Ideologi yang berkembang di Indonesia. Karena diskusinya menarik, saya cukup fokus pada setiap paparan pembicara. Namun ketika Kapolri membahas soal gerakan dakwah salafi, yang dia sebut WAHABI adalah manhaj "tidak toleran" yang suka menyesat-sesatkan Pemerintah. Saya cukup kaget dengan keterangan beliau. Bagaimana mungkin pengajian dari asatidz manhaj salaf yang sering saya ikuti ini langsung maupun tidak langsung, selalu "keras" dalam ajakan patuh dan tunduk kepada pemerintah atau sering disebut "Ulil Amri", Fatwa "haram" bagi gerakan demonstrasi terhadap pemimpin Daerah maupun Negara, serta sering menghindari pembahasan Politik. Namun sayapun tidak dapat kesempatan untuk menanyakan lebih lanjut ikhwal pembahasan Salafi-Wahabi oleh Kapolri Jenderal. Pol. Badrodin Haiti karena banyaknya penanggap pada acara diskusi itu.

Pada dasarnya, dakwah salaf selalu fokus pada Aqidah tauhid yang senantiasa menentang praktek TBC (Tahayyul, Bid'ah, & Churafat), Fiqih, Sirah Nabawi, Asbabunnuzul dari ayat2 Quran, sababul wurud dan derajad dari Hadits, serta ketauladanan para sahabat Nabi Muhammad SAW. Namun kerasnya dakwah salaf terhadap praktek TBC memang menuai banyak pro & kontra, karena ada pandangan bahwa Islam di indonesia sudah menjadi warisan nenek moyang yang memang banyak tercampur oleh budaya & tradisi hindu-budha. Konsistensi penolakan terhadap praktek TBC membuat dakwah manhaj ini dianggap paling teguh memegang prinsip tauhid dan tidak toleran terhadap praktek TBC. Sebuah pandangan yang kontradiktif jika dakwah salaf yang akrab disebut WAHABI ini diidentikan dengan kegiatan pemberontakan terhadap pemimpin, kekerasan fisik, apalagi ekstrimis terorism.

Waktu berganti, menjelang pertengahan Juli 2016, presiden Joko Widodo mengambil keputusan untuk tidak meneruskan masa dinas Jenderal Badrodin Haiti sebagai Kapolri dan menggantinya dengan Komjen Tito Karnavian, sebagai Kapolri baru. Dikenal sebagai seorang jenderal cerdas berlatar belakang pemberantasan terorisme membuatnya paham betul dengan aneka jenis ideologi dari kiri hingga kanan, bahkan jenderal Tito bagi saya adalah sosok yang sangat memahami gerakan2 islam, termasuk dakwah salaf. Hal ini terbukti ketika beberapa kali mengeluarkan statement mengenai terorisme, ia tidak menyangkut pautkan dengan dakwah salaf. Ia paham betul bahwa dakwah salaf menghukumi haram dalam hal ketidak patuhan terhadap pemimpin, sikap protes dengan demonstrasi, dan pemberontakan. Apalagi terhadap tindakan2 ekstrim seperti menghilangkan nyawa makhluk Allah.

Ditengah kesemberonoan dalam mengartikan istilah, saat ini orang non muslim pun banyak yang coba mencomot nama dakwah salaf sebagai salah satu penggerak huru-hara politik. Dengan kedangkalan wawasan mereka sebut WAHABISME. Padahal jika yang dimaksud adalah paham dari dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, maka itu sangat jauh dari tindakan2 pemberontakan, kekerasan fisik, bahkan pembunuhan. Ada beberapa teman non muslim saya yang pernah berdiskusi dengan saya tentang gerakan WAHABISME yang mereka pahami, adalah jauh dari kenyataan sesungguhnya. Karena yang merka anggap sebagai tokoh2 WAHABI itu justru berulang kali menghujat WAHABI. Inilah contoh kesalahan tafsir dari orang2 yang tidak paham dakwah salaf yang sering di labeli WAHABI oleh beberapa firqoh dalam islam itu sendiri.

Jenderal Tito memahami betul dakwah salaf yang makin mendapatkan tempat di hati umat islam di Indonesia melalui para ulama nya seperti Khalid Basalamah, Syafiq Basalamah, Firanda, Abu Yahya Badrussalam, Abdul Hakim bin Amir Abdat, dan Yazid bin Abdul Qodir Jawas hafidzahumullah bukanlah dakwah yang berbahaya bagi keamanan negara. Dakwahnya konsisten & lebih fokus pada soal aqidah tauhid, dan senantiasa mengajak umat islam untuk kembali pada ajaran murni Muhammad SAW. Sehingga Alhamdulillah, saat ini dakwah salaf mulai masuk di segala instansi pemerintah. Tak terkecuali di wilayah kepolisian, dimana para asatidz bermanhaj salaf sering menjadi penceramah. Kebenaran tentang arti dakwah salaf semakin terbuka di instansi pemerintah semenjak jenderal Tito menjabat sebagai kapolri.

Karena pemahaman yang benar akan membawa kita pada tingkah laku yang benar, sedangkan pemahaman yang salah akan membawa kita pada kesesatan.

Mayyahdihillahu falaa mudhillalah, wama yudhlilh falaa hadiyalah

Jawa Barat 05 Mei 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun