Mohon tunggu...
Rahmanda Ary Adi
Rahmanda Ary Adi Mohon Tunggu... Freelancer - Orang Biasa

Manusia yang ingin berkontribusi bagi kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akankah Kita Menyambut Resesi Seks?

27 Maret 2023   15:27 Diperbarui: 27 Maret 2023   15:30 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilansir dari Trading Economics, Angka inflasi di negara-negara maju masih cukup tinggi seperti di Eropa dengan level, 9,9% dan inflasi amerika juga masih di level 6,0%. Di indonesia sendiri mencapai level 5,47%.

Hal ini bisa memicu naiknya harga barang dan naiknya biaya hidup. Tak hanya itu inflasi ini bisa memicu gelombang PHK.

Kalau kita lihat fenomena resesi seks, ini merupakan fenomena yang baru di tengah masyarakat global. Terpukul oleh kondisi ekonomi banyak generasi baru yang masih di usia produktif enggan untuk menikah atau memiliki anak. Kebanyakan dari mereka mulai berpikir ulang untuk membangun rumah tangga atau memiliki keturunan, karena hari ke  hari makin tingginya harga barang-barang dan biaya hidup yang kian meroket. Dengan banyak pertimbangan terutama biaya membesarkan anak ini, membuat terjadi lonjakan resesi seks di beberapa negara seperti China, Jepang bahkan di Singapura.

Dilansir dari detikHealth, negera tetangga Singapura mencetak tingkat kesuburan terendah sepanjang masa sebesar 1,05 pada tahun 2022. Ini lebih rendah dari angka sebelumnya di tahun 2020 sebesar 1,1 dan 1,12 pada tahun 2021.

Akankah kemudian kita juga menyambut resesi seks tersebut?

Seperti yang diungkap oleh Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, "Ada, potensi (untuk kita resesi seks) itu ada. Karena usia pernikahan kita makin lama meningkat."

kemudian di beberapa wilayah di indonesia yang menagalami kurangnya pertumbuhan penduduk (minus growth) hingga zero growth.

"Misalnya di Jawa Timur, Yogyakarta dan Jawa Tengah itu beberapa kabupaten sudah ada yang zero growth atau minus growth. Sehingga ada daerah-daerah yang orangnya bukan semakin banyak malah semakin habis," katanya. 

Melihat krisis ekonomi global yang masih berkepanjangan mengubah perspektif banyak orang mengenai keluarga. Keluarga tak lagi dianggap sebagai prokreasi tapi berubah hanya menjadi rekreasi. Banyak generasi muda menunda menikah muda untuk safety terlebih dahulu mengenai finansial atau bagi yang sudah memiliki pasangan banyak yang kemudian memilih menunda atau bahkan sepakat tidak memiliki keturunan.

Pada akhirnya, situasi ini semakin menambah krisis dan kontradiksi ekonomi kapitalisme di suatu negara. Efek dari resesi seks ini mengurangi jumlah buruh produktif dan konsumen yang ada di pasar, sehingga menghambat laju perekonomian negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun