Mohon tunggu...
Rahmana Fadilah
Rahmana Fadilah Mohon Tunggu... Human Resources - Universitas Negeri Jakarta

nama saya rahmana fadilah, saat ini saya berumur 20 tahun dan sedang meneruskan pendidikan di Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Aksesibilitas Pendidikan Kaum Difabel

11 November 2019   13:11 Diperbarui: 11 November 2019   15:08 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap orang berpeluang menjadi cacat (difabel). Tak disangkal, tingginya tingkat kecelakaan akhir-akhir ini seperti kecelakaan transportasi lalu lintas, gempa bumi, ledakan bom, tawuran antar etnis, maupun kerusuhan-kerusuhan lainnya memungkinkan petaka cacat menyapa setiap orang. Belum lagi kecacatan yang disebabkan oleh faktor bawaan sejak lahir ataupun karena penyakit tertentu, disamping ada pula beberapa orang yang menjadi cacat akibat malapraktik dokter.

Sungguh tak ada seorang pun yang mampu menghindari kecelakaan atau penyakit tertentu yang berujung pada kecacatan. Atau tak seorang pun yang bercita-cita dilahirkan menjadi cacat. Sehingga kecacatan seseorang bukanlah kehendaknya, melainkan kenyataan yang tak dapat ditolak. Bukankah seharusnya pemahaman semacam ini menjadi kesadaran dari kemanusiaan seseorang? Agar setiap orang menjadi lebih bijak dan arif dalam memandang realitas di sekitarnya.

Menurut data estimasi dari World Health Organisation (WHO) menyebutkan sekitar 20 juta rakyat Indonesia atau 10% dari seluruh penduduk Indonesia adalah penyandang cacat. Dari jumlah itu, baru 6% dari penyandang cacat itu yang tersentuh pendidikan. Sementara menurut data Indonesian Society for Special Needs Education (ISSE)--lembaga yang fokus memperhatikan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia, sekira 2,6 juta lebih anak berkebutuhan khusus (special needs) usia sekolah di Indonesia.

Sedangkan menurut data Direktorat Pendidikan Luar Biasa, ada 1,3 juta anak difabel usia sekolah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, yang masuk ke sekolah khusus hanya mencapai sekira 48 ribu orang. Artinya, ada lebih dari 98% anak berkebutuhan khusus masuk dalam pendidikan nonformal, tetapi jumlahnya diperkirakan tidak lebih dari 2 persen dari 98% tersebut.

Jumlah peyandang cacat tersebut memang relatif lebih kecil, dibanding jumlah penduduk Indonesia yang normal. Namun sekecil apa pun jumlahnya, mereka tetaplah warga negara yang mempunyai kesamaan aksesibilitas yang harus diperjuangkan dan dipenuhi hak-haknya.

Sebenarnya, mengenai penyediaan aksesibilitas sudah diatur dalam Undang-Undang No 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat; Bab 1 Pasal 1 Ayat 4 berbunyi, "aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan". Sayangnya realitas berbicara lain?

Aksesibilitas Pendidikan
Aksi unjuk rasa yang dilakukan kaum difabel beberapa waktu yang lalu, yang mendesak pemerintah agar melaksanakan Undang No 4 tahun 1997 merupakan keniscayaan. Dalam aksinya, mereka menuntut aksesibilitas di bidang pendidikan, kesamaan dalam berpolitik dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Relitas menyedihkan tersebut, merupakan bukti betapa kaum difabel masih tersisihkan.

Padahal Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menjelaskan dalam pasal 31 ayat 1, bahwa: "Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.'' Diperjelas, UU No. 20 tahun 2003 pasal 5, bahwa: ''Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus."

Dengan begitu semestinya para penyandang cacat juga harus berhak mendapatkan Pendidikan yang layak. Sebagaimana mestinya undang-undang di NKRI ini, dipenuhi dan dijamin hak-haknya sebagai warga negara lainnya. Setidaknya ada alternatif untuk menyelesaikan permasalahn ini.

1. Pemerintah merekomendasikan agar PTN/PTS yang ditunjuk untuk membuka Fakultas Khusus (FK) bagi para difabel. Kebijakan semacam ini menjadi sangat urgen, ditengah tingginya persaingan ujian masuk PTN. Persaingan yang tak berimbang antara calon mahasiswa baru yang ''normal'' (mempunyai kelengkapan fisik) dengan calan mahasiwa baru yang berasal dari kalangan difabel.

Persaingan keduanya jelaslah diskriminatif. Di satu pihak, calon mahasiswa baru ''normal'' dengan segala kelebihan fisiknya akan memiliki peluang lebih besar. Di lain pihak, calon mahasiswa baru ''difabel'' dengan segala keterbatasan tentunya akan memperkecil peluangnya untuk bisa lolos di PTN. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun