Mohon tunggu...
rahmad joko lusiyanto
rahmad joko lusiyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Amtenar

Menulis untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengganggap Orang Lain Buruk, Padahal Kita yang Tidak Bercermin

4 Juli 2020   13:50 Diperbarui: 4 Juli 2020   13:42 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Aku lebih baik daripada kalian."

Terucaplah perkataan yang demikian dari si anak mudah baru hijrah ini ketika dia mulai meninggalkan tongkrongannya untuk yang dia bilang dengan nama hijrah. Seringkali kita mendapati orang lain atau bahkan kita yang merasa diri lebih baik dari orang lain, karena mungkin orang lain terlihat begajulan dan kita terlihat normal di mata sendiri atau karena merasa kita lebih terpandang dibandingkan dengan orang lain.

Ada rasa yang  tumbuh secara alami ketika melihat orang lain melakukan hal-hal yang menurut pandangan kita itu tak baik, lalu menganggap bahwa kita lah orang yang bisa masuk surga lebih dulu. Astagfirullah. Di lain hal kita tak pernah menyadari bahwa seringkali orang yang kita anggap lebih rendah dari kita , sejatinya melakukan hal-hal yang lebih luar biasa dari apa yang kita lakukan.

Seperti yang terjadi dengan teman kerja saya di suatu kota. Saya mempunyai teman yang menurut orang-orang dia adalah orang yang jauh dari agama, nyeleneh, begajulan, orang gk bener dan sebagaimana macamnya lah persepsi teman di sekitarnya.  Tapi, teman saya ini tak pernah sekalipun menghiraukan ocehan orang-orang disekitarnya.

Lambat laun saya dihadapi dengan pekerjaan yang mengharuskan berinteraksi dengannya dan bisa mengenal orang itu lebih dekat. Alangkah kagetnya dari cerita-cerita yang dituturkan olehnya, ia  jauh dari kesan yang dipersepsikan oleh publik. Dia bercerita bahwasanya ia selalu menggandeng tangan ortunya saat kondangan, mengambil makanan , dan mempersilakan orang tuanya duduk saja sembari dia mondar-mandir mengambil makanan ke piring orang tuanya. Ia pun diketahui setiap tahun selalu membelikan kambing qurban yang ditujukkan kepada orangtuanya.

Suatu ketika saya juga mendapatinya jika ia rajin melaksanakan dhuha secara rutin tanpa orang lain di ruangan tahu karena ia pun tak mau orang lain tahu. Itulah kisah nyata dari teman saya yang membuat saya merasa malu sekaligus kagum terhadapnya yang bisa menyembunyikan amalannya dari orang-orang sekitar dan mempunyai sikap masa bodoh tentang apa yang dikatakan oleh orang lain. Bahkan orang yang memberikan persepsi buruk kepadanya mungkin saja tidak pernah melakukan itu sepanjang hidupnya.

Satu lagi kisah yang membuat kita merenung tentang hakikat pentingnya untuk tidak cepat menilai orang lain ialah kisah yang datang dari Imam Hasan Al-Basri. Di suatu keadaan ia mendapati seorang laki-laki dan seorang perempuan sedang asyik berbincang di tepian sungai dajlah, botol yang dicurigai sebagai minuman haram pun turut serta membersamai mereka yang tengah berbincang dengan akrab nan mesra di tepian sungai yang syahdu itu. Maka dalam hati imam para 'ulama Bashrah itu berkata ,"Betapa buruknya akhlaq sebegini dan alangkah baiknya jika si lelaki seperti diriku ini."

Tak disangka terjadilah kejadian yaitu adanya  perahu terbalik di sungai itu. Tujuh orang yang berada di dalam perahu pun berusaha keras menggapai apa saja untuk bisa bertahan hidup agar tak tenggelam. Melihat hal itu pemuda yang sedang berduaan tadi pun bergegas untuk masuk ke sungai dan menyelamatkan orang yang hampir tenggelam tadi. Ia pun bisa menyelamatkan keenam korban kecelakaan perahu tapi untuk orang ketujuh ia tak mampu menyelamatkannya karena tenaganya sudah habis.

Begitu naik ke darat, ia mendekati sang imam dan berkata, " Aku tahu tadi tuan menganggapku buruk." Ucapnya dengan tersenyum." Jika tuan merasa lebih baik, kenapa tidak selamatkan yang satu orang yang tertinggal tadi ?"tukasnya.

" Tuan hanya diminta menyelamatkan satu orang dan aku sudah menyelamatkan 6 orang , bukan begitu ?" Sang imam pun mengangguk dan meminta maaf.

" Ketahuilah." ujar si pemuda tadi." Wanita yang bersama ku tadi adalah ibuku dan botol yang berada di sampingku hanyalah berisi air biasa bukan minuman yang memabukkan." pungkas si pemuda itu.

Menangislah Imam Hasal Al-Basri dan muncul penyesalan yang mendalam setelah mendengar pengakuan dari pemuda yg telah disangkakannya tadi. Ia pun meminta sesuatu kepada si pemuda. " Sebagaimana engkau selamatkan 6 orang tadi dari sungai selamatkanlah aku dari tenggelam terhadap ke'ujuban dan ketakaburan," lirih sang imam berkata.

"Aamiin, semoga Allah selalu memberikan taufiqnya kepadamu." tutup si pemuda.

Sejak saat itu sang imam terkenal dengan ungkapannya tentang zuhud.

"Seorang zuhud itu ialah insan yang setiap kali berjumpa denga sesama, maka dia akan berkata kepada dirinya,'orang ini lebih baik daripada saya.'"

Maka sering-sering lah kita berkaca terlebih dahulu kalau perlu beli cermin yang paling besar di dunia ini sebelum kita menilai orang lain. Karena bisa jadi bukan dia yang jelek tapi kita lah yang tidak mempunyai sebuah cermin yang berkata jujur apa adanya kepada diri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun