Mohon tunggu...
Rahmad Hidayat
Rahmad Hidayat Mohon Tunggu... Penulis - Influencer | Marketing | Blogger

Selalu berusaha menjadi pribadi yang bermanfaat bagi yang lain.. Admin : https://www.ahmaddzaki.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hidroganik, Revolusi Pertanian Tanpa Macul Untuk Milenial

22 Mei 2019   10:52 Diperbarui: 22 Mei 2019   11:02 3560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang sore sekitar jam 2 siang, aku bergegas pergi ke rumah temanku untuk mengantar undangan pernikahan. Ia adalah teman sewaktu SMA dulu, sudah lebih dari 3 tahun kami tidak bertemu. Tak heran apabila siang itu kami melepas rindu dengan membual saling bertukar cerita. 

Ia adalah seorang pria berusia 23 berbadan gemuk dengan kulit hitam, rambutnya lurus dan lebih sering memakai topi, hobinya menembak dan beternak ayam. Sebut saja namanya Syarif.

Sudah dua tahun ia berada di Sumatra dan bekerja sebagai sopir disalah satu perusahaan BUMN. Setelah dua tahun bekerja di perantauan, ia harus pulang ke kampung halaman dikarenakan sesuatu hal. 

Dari pertemuan singkat itu, ada cerita yang masih saya ingat sampai sekarang, ketika sampai di kampung halaman ia tidak lantas mendapatkan pekerjaan. Ada jeda waktu sekitar 6 bulanan ia meganggur dan hanya di rumah.

"Aku gak kerja 6 bulan mad, pas kui aku ditawari kon nggarap sawah ro bapakku, yoo aku emoh lah. Bar iku lagi golek gawean aku, entuk nang pabrik plastik tekan saiki".  Katanya waktu itu. (Aku tidak kerja 6 bulan mad, saya disuruh ayah untuk bertani di sawah, akhirnya aku tidak mau dan memilih mencari pekerjaan lain, dapatnya menjadi karyawan di pabrik plastik sampai sekarang). 

Mungkin Syarif adalah salah satu diantara jutaan anak muda di Indonesia yang juga memiliki gengsi untuk menjadi petani. Kaum muda menganggap bahwa dengan menjadi petani tidak akan sejahtera, hidupnya biasa-biasa saja dan terkesan "ndeso" alias kampungan.

Maka tidak heran apabila di antara banyak anak muda, hanya ada sedikit sekali yang ingin bercita-cita menjadi "petani", kebanyakan mereka ingin menjadi polisi, tentara, dokter, guru, dosen, pilot, pengusaha atau karyawan di BUMN yang bergaji besar atau malah jadi YouTuber yang saat ini sedang trend.

Maka sejak saat itu saya berfikir, "Jika anak mudanya enggan jadi petani, bagaimana nasib pertanian di Indonesia kedepannya? Apakah kita akan impor beras lagi? Impor bawang lagi? Impor cabe dan sayuran yang lain juga? Padahal jika dipikir-pikir tanah Indonesia sangat subur dan iklimnya pun sangat mendukung untuk pertanian dan perkebunan".

Itu hanya satu masalah tentang "generasi muda yang enggan menjadi petani", masih ada masalah lain seperti alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan. BPS menyebutkan bahwa luas lahan pertanian di Indonesia makin hari makin menurun. Pada 2018 saja, lahan tinggal 7,1 juta hektare, turun dari 2017 yang 7,75 juta. 

Begitu juga di Jogja tempat saya tinggal, lahan pertanian semakin menyusut karena alih fungsi ke bangunan dan perumahan. Jika lahan pertanian kita semakin sempit, bukankah juga akan membuat hasil produksi semakin berkurang. Ujung-ujungnya impor lagi.. Payah dahh.

Maka dari itu perlu sebuah terobosan untuk mengatasi sedikitnya minat menjadi petani dikalangan anak muda dan keterbatasan lahan pertanian. Hidroganik salah satunya, metode ini sejenis hidroponik dan tanpa bahan kimia (organik).

Metode ini juga sering disebut sebagai aquaponik, yang menggabungkan antara sistem hidroponik dengan kolam budidaya ikan di bawahnya. Air yang berasal dari kolam ikan akan dialirkan melalui pipa-pipa tempat tanaman tumbuh, air kolam yang mengandung kotoran ikan akan menjadi sumber nutrisi tambahan bagi tanaman.

dok.pribadi
dok.pribadi
Metode ini dapat digunakan pada berbagai jenis tanaman, mulai dari padi, sawi, kangkung, bawang dan jenis tanaman lain yang umum digunakan pada sistem hidroponik. Menurut penulis metode ini sangat pas untuk kaum milennials, mengapa? Setidaknya ada 7 alasan nih guys..
1.    Tanpa Macul
Kaum milennials banyak yang enggan jadi petani karena profesinya yang berada di sawah dan beradu dengan lumpur. Dengan sistem hidroganik ini tidak perlu lagi mencangkul atau membajak sawah yang kaitannya dengan lumpur. 

Dengan hidroganik proses dari penanaman sampai panen bisa lebih bersih, hanya membutuhkan media "cup" yang di dalamnya ditaruh campuran antara kompos dan arang. Kemudian di masukkan dalam media pelaron yang dialiri air dari kolam sebagai nutrisi.

dok.pribadi
dok.pribadi
Kerja seorang petani hidroganik lebih ringan daripada petani konvensional, tidak berurusan dengan lumpur, bahan kimia, hama tikus dan lain sebagainya. Bahkan tidak perlu melakukan penyemprotan pestisida seperti yang biasa dilakukan oleh para petani.

2.    Kesan Modern

Petani hidroganik memiliki kesan modern, apalagi jika konsep penanamannya didesain sedemikian rupa hingga terlihat cantik dan sedap dipandang oleh mata. Hebatnya, metode ini juga bisa digunakan untuk padi, sehingga dapat panen beras tanpa harus menanamnya di sawah.

Dengan sistem yang baik dan perawatan yang telaten maka sayuran yang dihasilkan akan berkualitas tinggi, banyak kok petani hidroganik yang sudah sukses dan menjadi suplier supermarket ternama dan hotel-hotel berbintang.

dok.pribadi
dok.pribadi
Maka dengan menjadi petani hidroganik ini tidak perlu lagi merasa rendah diri karena sudah menggunakan metode yang modern dan terlihat keren. Jika berhasil, maka akan menjadi petani hidroganik sukses berpenghasilan jutaan rupiah per bulan.

3.    Lahan yang Flexibel

Pertanian metode hidroganik tidak mengharuskan dilakukan di sawah, di lahan terbatas seperti pekarangan rumah atau belakang rumah sudah dapat dilakukan. Yang dibutuhkan hanyalah peralatan dan perlengkapan sebagai media tanam untuk hidroganik.

BTW, siapapun dapat melakukan metode hidroganik ini, ibu rumah tangga yang ingin mencari kegiatan bisa membuatnya di rumah, sehingga ketika membutuhkan sayuran tinggal memetiknya, selain lebih segar, lebih sehat juga lebih ekonomis karena akan memangkas biaya belanja harian.

4.    Organik dan Menyehatkan

Tanaman mendapatkan nutrisi dari pupuk kompos yang terdapat di media tanam, selain itu nutrisi juga diperoleh melalui kotoran ikan dari kolam yang disalurkan melalui pipa-pipa atau peralon. Inilah simbiosis mutualisme antara ikan dan tanaman, ikan mendapatkan makanan dari daun-daunan yang sudah layu sedangkan tanaman mendapatkan nutrisi dari kotoran ikan.

Media tanam berupa cup awalnya dilubangi, dan dibagian bawahnya diberi kain agar lebih mudah penyerapan air oleh tanaman. Kotoran-kotora ikan lama kelamaan juga akan menempel pada media tanam, kotoran inilah yang akan menjadi nutrisi bagi tanaman.

dok.pribadi
dok.pribadi
Karena itulah tidak perlu pupuk kimia atau pestisida dalam prosesnya, bahkan apabila menggunakan pestisida justru akan mencemari dan berbahaya untuk ikan di bawahnya.

5.    Modal
Ngomong-ngomong masalah pertanian hidroganik pasti butuh modal yang tidak sedikit, dan yaaa benar. Modalnya memang agak banyak, terutama untuk perlengkapan media tanam mulai dan pembuatan kolam, tapi dengan manajemen yang baik akan sangat cepat balik modal dalam kurun waktu 1 - 2 tahun. Untuk media tanamnya kurang lebih mampu bertahan hingga 10 - 12 tahun, tergantung dari perawatan yang dilakukan. Dengan total lahan 1/4 hektare, membutuhkan dana kurang lebih 10 juta rupiah. Modal yang cukup terjangkau bukan.

6.    Panen Sayuran Sekaligus Ikan
Hidrogani merupakan gabungan dari budidaya ikan dan pertanian hidroponik, selain sayuran yang bisa di panen tentu ikan yang berada di bagian bawahnya juga dapat di panen. Umumnya ikan yang digunakan dalam sistem ini adalah ikan lele. Dipilihnya ikan lele karena sifat ikan yang "wantek" atau tidak mudah terserang penyakit, dan dari segi makanan juga sangat mudah.

Lele dikenal sebagai ikan pemakan segala, ketika terdapat daun dari tanaman yang layu seperti sawi, kangkung atau makanan sisa maka bisa langsung diberikan kepada ikan. Terkadang para petani juga memberikannya KOHE (Kotoran Hewan) ayam, sehingga selain sebagai pakan ikan lele juga sebagai pupuk yang bernutrisi bagi tanaman.

Jika kalian menghendaki kolam yang lebih bersih, maka bisa menggunakan pakan yang lebih bersih (tanpa KOHE). Atau bisa juga mengganti ikan lele dengan ikan nila.

7.    Peluang Terbuka Lebar
Peluang menjadi petani sangat terbuka lebar, apalagi Indonesia belum menjadi negara yang berswasembada pangan, masih banyak komoditi yang mengharuskan impor. Itu artinya kebutuhan pangan kita masih kurang. Apalagi generasi muda saat ini banyak yang enggan menjadi petani, ketika petani dan lahannya semakin terbatas, tentu produksi pertanian kita akan semakin sedikit.

Maka dengan asumsi dasar dalam penawaran dan permintaan, ketika penawaran sedikit dan permintaan naik maka harga akan naik. Di bawah ini adalah contoh pertanian dengan metode hidroganik atau aquaponik pada jenis sayuran sawi dan selada.

dok.pribadi
dok.pribadi
So, jika kita mampu memanfaatkan peluang ini, bukan tidak mungkin kita menjadi pengusaha sekaligus petani yang sukses dan berpenghasilan jutaan rupiah.

Kesimpulan :
Ini hanyalah salah satu metode bertani saja, bukan untuk mengesampingkan petani konvensional. Metode ini dapat dipakai siapapun, ibu rumah tangga, bapak rumah tangga, mahasiswa atau karyawan swasta. Yang terpenting memiliki lahan untuk dibuat kolam dan media tanam, tidak perlu luas-luas yang penting cukup. Bisa dijadikan sebagai sampingan atau kegiatan di akhir pekan.

Kini siapapun bisa jadi petani. Untuk kaum milenial, jangan gengsi jadi petani yaa !. Ayo segera bergabung dengan barisan petani muda sukses.

The last !!

Para petani adalah manusia mulia yang berjasa bagi bangsa dan negara. Bahkan jika boleh, penulis akan meminta para petani untuk diangkat menjadi PNS berkat jasa-jasanya dalam menyediakan bahan makanan bagi seluruh rakyat Indonesia. Atau minimal diberi santunan dan gelar terhormat, sehingga kaum muda dapat tergerak untuk menjadi petani.

Para petani kita juga perlu sokongan dan dukungan, terutama dalam bentuk peralatan dan mesin pertanian. Sehingga proses bertani menjadi lebih cepat dan efisien, bila perlu Indonesia membuka lahan pertanian baru dan membuat kelompok tani berskala besar. Sehingga mampu mencukupi kebutuhan pangan negara kita, dan tidak perlu lagi impor beras lagi. Malu lah dengan negara tetangga, masa Indonesia yang tanahnya sangat subur begini berasnya masih impor. Kan maluu..

"Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman". Penggalan lirik lagu berjudul Kolam Susu oleh Koes Ploes.

Sumber gambar : Youtube Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun