Mohon tunggu...
Rahmad Daulay
Rahmad Daulay Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

Alumnus Teknik Mesin ITS Surabaya. Blog : www.selamatkanreformasiindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tahun Baru Harapan Baru Pencegahan Korupsi

13 Januari 2018   23:17 Diperbarui: 14 Januari 2018   01:10 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan kepala daerah kini dengan pola pilkada serentak. Tahun 2018 kepala daerah yang akan menjalani pilkada sebanyak 171 pemerintah daerah berupa 17 propinsi, 39 kota dan 115 kabupaten akan melaksanakan pilkada. Dan kepala daerah terpilih nantinya akan memimpin e-gov. e-gov bertujuan baik. Bagaimana caranya agar kepala daerah terpilih secara konsisten menjalankan e-gov ? 

Tidak ada pilihan lain yang terbaik harus terpilih dalam pilkada. Salah satu kriteria terbaik yang wajib untuk diterapkan adalah tidak memakai politik uang. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa pilkada identik dengan politik uang. Dan momen pilkada merupakan momen bagi rakyat untuk memeras para calon kepala daerah. Semua sogokan pilkada akan diterima dan tak jarang untuk menjaga konsistensinya rakyat menusuk semua pilihan atau lebih dari satu calon yang memberikan uang padanya. Segala macam edukasi anti politik uang tidak mempan kepada rakyat. 

Karena kondisi ekonomi rakyat sangat tidak mendukung untuk meminta rakyat menolak politik uang. Satu-satunya jalan adalah dengan memotong mata rantai distribusi politik uang tersebut. Kunci utama distribusi adalah pengangkutan uang dan marketingnya. Uang puluhan milyar bahkan ada yang melebihi seratusan milyar takkan bisa dibawa dengan kenderaan roda 2. Itu akan dibawa dengan kenderaan roda 4 bahkan roda 6. Dan uang tersebut akan dipasarkan ke para pemilih lewat struktur tim sukses paling bawah yaitu tim sukses tingkat desa bahkan tingkat RT RW.

Pencegahan korupsi paling hulu seharusnya di tingkat distribusi politik uang pilkada. KPK dalam menjalankan fungsi koordinasi dan supervisinya dengan lembaga penegak hukum harus bergerak dalam pencegahan korupsi pilkada pada distribusi politik uang. OTT terhadap truk pengangkut uang dan penghapusan struktur tim sukses kampanye tingkat desa dan RT RW sudah mendesak untuk dilakukan. Pilkada biaya tinggi sudah waktunya untuk diberantas. 

Gerakan ini harus didukung oleh operasi senyap terintegrasi. Rasanya tidak sulit bagi KPK dan lembaga penegak hukum untuk menangkap truk pembawa duit ini. Dengan demikian, OTT ini bisa dikembangkan dengan menelusuri siapa pemodalnya. Dan dilanjutkan dengan pemberian sangsi diskualifikasi dan proses hukum serta dilakukan pendaftaran ulang calon kepala daerah. Pendaftaran ulang ini penting untuk memancing kembali calon kepala daerah terbaik namun kurang modal. Dengan adanya OTT ini maka calon kepala daerah yang mengandalkan uang akan berpikir 1000 kali untuk ikut pilkada. Dan optimisme akan muncul pada calon kepala daerah berkualitas namun modal kurang.

Pencegahan korupsi tingkat tinggi pada pilkada tentu hanya akan terjadi di level elit. Sedangkan di level terendah pergerakan korupsi masih terus terjadi baik dalam bentuk subsidi antar kegiatan maupun untuk memperkaya diri. Diperlukan kombinasi pencegahan dan penindakan pada gaya korupsi akar rumput ini. Baik KPK maupun penegak hukum seperti Saber Pungli masih terfokus pada gaya lama yaitu perlunya barang bukti materil. Sedangkan korupsi tingkat akar rumput bergerak nyaris tanpa meninggalkan barang bukti dan bergerak secara senyap. Penyebabnyapun terus muncul dengan berbagai variasi dan terus berkembang. Saatnya KPK dan lembaga penegak hukum mengembangkan pola baru yaitu pola tanpa barang bukti yaitu pola Semprit.

Pola Semprit ini meniru semprit wasit pada permainan sepak bola. Wasit memakai semprit dengan tingkatan peringatan, kartu kuning dan kartu merah. Pencegakan korupsi tingkat akar rumput ini dilakukan dengan melakukan rekrutmen secara rahasia kepada para pelakunya menjadi informan. Informan akan menyampaikan informasi secara senyap. Pelaku akan dipanggil menghadap lembaga penegak hukum teritorial terendah untuk mendapat peringatan tingkat pertama. 

Apabila tidak diindahkan dan masih terus diulangi maka Semprit kedua akan diberikan dalam bentuk peringatan kedua oleh penegak hukum teritorial setingkat lebih tinggi. Apabila masih terus juga tidak diindahkan maka peringatan terakhir disampaikan oleh KPK struktur pencegahan. Apabila masih tetap tidak diindahkan dan masih diulangi lagi maka jalan terakhir ditempuh yaitu penindakan. Pola Semprit ini tidak perlu fokus pada barang bukti namun lebih fokus pada rekrutmen para pelaku, informan, informasi dan kesaksian. Pola Semprit ini akan menarik dan perlu dikaji efektifitasnya.

Perjalanan malam dan angin malam berujung pada sampainya ke tempat tujuan yaitu rumah orang tua. Anganpun berakhir. Harapan tetap akan menjadi harapan. Tak banyak yang diharapkan. Cukup pencegahan korupsi dengan pola OTT politik uang pilkada pada truk pembawa uang dan pencegahan korupsi pola Semprit. Kedua pola ini akan menggeser para koruptor ke pinggiran dan menggeser para PNS bersih ke pusat pemerintahan daerah.

Kenderaan kuparkirkan dengan baik. Ku tatap jam dinding sudah menunjukkan kira-kira pukul 02.00 WIB. Kepala agak sakit karena efek makan durian. Baru teringat kolesterol dan hipertensi. Kubaringkan raga ini. Ku tutup mata. Bermimpi indah tentang pencegahan korupsi yang lebih realistis. Selamat malam Indonesiaku.

Salam reformasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun