Mohon tunggu...
rahmad nasir
rahmad nasir Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Seorang aktivis mahasiswa Cipayung. Tinggal di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masjid Lempuyangan dalam Sujud-sujud Kematian

23 Juni 2016   15:34 Diperbarui: 23 Juni 2016   15:38 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masjid Lempuyangan, itulah nama masjid yang sederhana tanpa menggunakan nama dalam bahasa Arab seperti kebanyakan masjid lainnya. Masjid dengan nama kampung yang merupakan warisan budaya dengab SK Walikota Yogyakarta bernomor 798/KEP/2009 ini terletak di Jalan Ronodigdayan DN 3/ 364 RT. 17. RW. 05 Lempuyangan Yogyakarta ini terletak persis di depan kontrakan saya yang berjarak sekitar 4 s/d 5 meter. Apa yang menarik dengan masjid ini? Masjid ini terletak bersebelahan dengan Kantor urusan Agama (KUA) Kecamatan Danurajen dan sebagian besar bangunannya dikelilingi oleh pekuburan terutama di bahagian depan masjid.

Sekilas terlihat sedikit menyeramkan sewaktu pertama kali saya tinggal di kompleks ini, hal ini juga diakui oleh salah seorang penjaga masjidnya ketika pertama kali menginap di masjid ini. Beliau mengatakan bahwa ada sedikit gangguan gaib saat menginap waktu itu. Tapi entahlah dalam benak saya antara percaya dan tidak, yang akan saya bahas dalam tulisan ini bukan persoalan itu namun jika anda mampir untuk sholat di tempat ini entah secara berjamaah atau pun secara sendiri saat anda akan berdiri takbiratulihram akan sangat jelas terlihat hampir seluruh area pekuburan.

 Jika anda sujud kepala anda akan sangat dengan kuburan-kuburan yang berciuman dengan dinding masjid, menariknya adalah tembok pembatas sangat rendah mungkin selutut manusia dewasa dan di atasnya pembatasnya berbahan kaca bening polos sehingga sangat jelas seakan tak ada pembatas.

 Saat melakukan sholat kita benar-benar sholat di samping kuburan-kuburan ini, selain itu sangat jelas tulisan-tulisan di batu nisan nama orang dan waktu lahir dan waktu wafatnya. Ini membuktikan pada manusia tentang adanya batasan usia manusia yang diberikan Tuhan untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Mungkin kita bisa saja gugup/takut jika melakukan sholat lail seperti tahajjud di masjid secara sendirian saat tengah malam dalam masjid ini karena, namun kepada siapakah rasa takut itu layak diberikan?

Saat sujud, kepala kita benar-benar persis di samping pekuburan itu yang ditumbuhi banyak bunga tulip. Sholat di masjid ini benar-benar mengantarkan kita pada kesadaran akan dekatnya manusia dengan kematian yang merupakan ketetapan pasti dan mutlak bagi nasib manusia. Kematian seperti yang sering diceramahkan bahwa sangat dekat jaraknya seperti ajan dan iqomat yang selalu dikumandangkan sehari-hari di masjid ini. Selain itu, di samping masjid ini juga berdiri kantor KUA yang identik dengan pernikahan yang juga adalah ketetapan atau takdir yang bisa berlaku bagi manusia.

Masjid sebagai bangunan diam yang berdiri diam di depan kontrakan saya ini seakan berbicara kepada manusia tentang banyak hal terutama berbagai takdir yang akan mempengaruhi nasib manusia. Pengumuman kematian anak manusia lewat corong masjid, jenazah manusia yang juga disholatkan di sini sekaligus dikuburkan di area masjid membuat manusia yang hidup di area ini hampir pasti mendapatkan pendidikan tanpa sadar tentang kepastian manusia dengan waktunya masing-masing. Setiap manusia punya sejarah yakni punya waktunya masing-masing. Saya begitu bersyukur bisa ditakdirkan hidup di area ini untuk mengenyam pendidikan dengan SKS tak berbatas.

Cerita tentang sujudnya kepala manusia yang dianggap paling mulia di tanah/bumi sebagai simbol kerendahan/kehinaan diri di mata Tuhan apalagi di sampingnya ada batu nisan diam yang seakan memberikan kuliah hakikat kehidupan kepada manusia yang masih hidup membuat sujudnya anak manusia insha Allah akan semakin khusyu. Sujud dengan kesadaran penuh membuat sholat bukan sekedar olahraga tanpa makna namun semakin menambah keimanan manusia pada Tuhannya.

Terkadang saya berdiri termenung sambil memandang area pekuburan ini, kemana orang-orang yang jasadnya tertanam dalam tanah ini?.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun