Perilaku pilih-pilih makanan atau picky eater adalah bagian normal dalam perkembangan anak karena dia butuh waktu untuk terbiasa dengan rasa, warna, dan tekstur makanan baru.
Sebagai orang tua, pastinya kita khawatir karena takut anak jadi kekurangan gizi. Oleh karena itu, ada sebagian orang tua yang menerapkan parenting VOC atau pengasuhan otoriter agar anak tidak pilih-pilih makanan. Misalnya dengan memaksanya makan makanan yang tidak disukai, mengancam, atau menghukum anak.
Sebagian orang tua yang lain sebaliknya. Mereka terlalu lembek dan mengiyakan segala keinginan anak sehingga anak hanya memakan makanan yang disukainya walaupun nilai gizinya kurang.
Saya ingin berbagi cerita tentang anak pertama saya yang waktu kecilnya sangat picky eater. Â Saya sampai bingung harus memberinya makan apa.
Pernah suatu hari, dia hanya mau makan roti saja tanpa makan yang lain. Itu tidak berlangsung hanya 1-2 hari, tapi sebulan lebih. Saya jadi harus memberinya susu formula yang diberikan untuk anak-anak yang sulit makan.
Jika dia makan, tidak bisa langsung nasi dan lauk pauk bersama dalam satu sendok. Urutannya adalah makan nasi dulu. Setelah nasi habis, beralih ke lauknya. Kemudian yang terakhir makan sayurnya.
Hal itu membuat waktu untuk menyuapi jadi tiga kali lipatnya. Kadang itu membuat saya kesal dan gregetan. Apalagi jika tidak saya suapi, dia tidak akan makan. Tapi mau bagaimana lagi. Saat itu saya pikir lebih baik begitu daripada asupan makanannya kurang dan anak saya jadi kurang gizi.
Hal tersebut masih berlangsung sampai anak saya kelas 1 SD. Melihat itu, suami saya bertindak tegas. Dia bilang, saya tidak bisa seperti itu terus. Saya harus membiarkannya makan sendiri.
Suami juga bilang pada anak kami, kalau dia tidak mau makan sendiri, ya sudah dia bakal kelaparan karena tidak akan ada yang menyuapinya lagi.
Akhirnya, anak kami mau makan sendiri setelah ditegur ayahnya. Walaupun begitu, tetap saja dia masih picky eater.