Mohon tunggu...
Rahma Septian
Rahma Septian Mohon Tunggu... Dosen - never stop to learn

belajar adalah salah satu yang harus diutamakan, pendidikan adalah hal yang paling utama, Never stop to learn

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perkembangan Teknologi Senjata dan Prinsip Proporsionalitas Dalam Membatasi Perkembangannya

8 November 2019   03:08 Diperbarui: 8 November 2019   03:32 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Rahma Septian

Faculity Oh Humanities, University of Darussalam Gontor

Email: Rahmaseptian278@gmail.com

"Ketika teknologi terus berkembang dan semakin canggih, tidak ada perang yang terjadi yang ada hanya membunuh diri sendiri (merugikan diri sendiri). Lantas ketika teknologi semakin maju dan berkembang untuk apa kegunaannya.  Apakah akan terus dibiarkan berkembang dan maju tanpa batas'

Seiring dengan kemajuan dan berkembangnya jaman beririgan dengan hal itu perkembangan teknologi. Ketika teknologi terus berkembang dengan kemajuan yang tak terbatas kemudian disandingkan dengan negara-negara saat ini yang sedang dalam keadaan tidak berperang, lantas kemudian untuk dan atas alasan apa teknologi terus dikembangkan? Apakah akan terus dibiarkan berkembang tanpa batasan? Jawaban dari dua pertanyaan diatas adalah tidak. Dalam ilmu hubungan inter nasionmal kita mengenal yang namanya Hukum humaniter. Kemudian setelah kita mengetahui kedua hal diatas kita akan coba membahas bagaimana peranan hukum humaniter dalam mengatur perkembangan teknologi senjata yang terus berkembang dan hubungannya dengan prinsip dasar proporsional.

Perang yang terjadi tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan teknologi, perkembangan teknologi beriringan dengan perkembangan manusia. Pada prinsipnya, manusia sendiri menggunakan teknologi tergantung pada Zamannya.  Martin Van Creveld mengidentifikasi pembabakan  sejarah persenjataan kedalam empat sejarah yaitu. Age of tools, age of machine, age of system dan age of automation. Perkembangan ini sudah dapat dipastikan memiliki korelasi antara dampak perkembangan teknologi dengan perilaku manusia dalam berperang. Semakin moderen system persenjataan yang digunakan maka semakin banyak kerugian yang akan dihasilkan oleh perang tersebut. Hukum humantiter internasional bertujuan untuk mengurangi dampak perang. Prinsip proporsionalitas diharapkan kemudian dapat menjadi panduan bagi para pihak bahwa tidak menyengsarakan, khususnya bagi penduduk sipil, meskipun hukum humantiter belum mengakomodir pengunaan senjata yang dihasilkan oleh perkembangan teknologi perang terbaru.

Perangadalah sebuah kondisi yang asangat sulit untuk di hilangkan. Upaya untuk menghapus perang dari muka bumi tidak mungkin berhasil dilakukan yang mungkin dilakukan adalah mengurangi penderitaan dan kerusakan yang diakibatkan oleh perang dengan  menggunakan aturan/hukum. Hkum yang dimaksud adalah Hukum Humaniter Internasional, atau yang dahulu dikenal dengan nama/sebutan hukum perang. Menurut Mochtar kusumaatmaja, hukum humaniter internasional adalah bagian dari hukum internasional yang mengatur ketentuan ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang ennyangkut cara peang itu sendiri.

Black's law  dictionary mendefinisikan hukum humaniter internasional adalah sebagai :"Low dealing with cuch matters as the use of weapons and other mean of warfare, the treatment of war victims by the enemy and greally the direct impact of war oon human" terjemahan bebasnya ialah "hukum perang adalah hukum yang berkatan denan pengunaan penggunaaan senjata pada saaat perang, perlakuan terhadap korban-korban perang oleh musuh dan secara umum adalah dampak perang terhadap hidup dan kebebasan manusia".

Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) adalah menentukan bahwa perang adalah cara atau metode (last respon)

yang dapat digunakan oleh para pihak untuk menyelesaikan  sengketa antara mereka sebagaimana yang telah tercantum dalam pasal 2 ayat (4) piagam PBB yang menyatakan bahwa "al members shall refrain in their international relation from the threat or use of force against the territorial integrity or or political independence of any state or any other manner inconsistent with the purpose oof the united nations"

Hukum perjanjian mengenai humaniter internasional yang ada saat ini merupakan produk hukum yang lahir sejak era perang dunia pertama dan perang dunia kedua, seperti deklarasi st. Petersburg 1868, konvensi DenHaag 1899 dan 1907, Konvensi Jenewa 1949 dan protocol tambahan 1977. Hal demikian menyebabkan hukum humaniter internasonal belum dapat mencakup seluruh perkembangan teknologi yang ada dan terbarukan dan yang lahir setelah perang dunia kedua. Khususnya perkembangan teknologi yang sangat pesat semenjak abad ke 20.

Dinamika perkembangan teknologi yang bberkembang saat ini seringkali dihadapkan pada persoalan bahwa teknologi yang digunakan seringkali menyebabkan penderitaan yang tidak perlu(unnecessary suffering), sebagaimana yang tercantum dalam prinsip proporsionalitas. Prinsip propolsionalitas sendiri bertujuan agar perang atau penggunaan senjata tidak menimbulkan korban, kerusakan dan penderitaan yang berlebihan yang tidak berkaitan dengan tujuan-tujuan militer (the unnecesarry suffering principles). Aturan dasar tersebut melarang penggunaan senjata, proyektil dan metode berperang yang menyebabkan luka berlebihan atau penderitaan yang tidak semestinya dan tidak diperluan.

Peran hukum humaniter sangatlah diperlukan dalam menghadapi perkembangan teknologi perang. Prinsip utama dalam pengunaan senjata adalah sebagaimana yang telah diatur dalam hukum humaniter adalah bahwa selama terjadinya perang, nilai-nilai kemanusiaan harus tetap dihormati. Tujuannya bukan untuk menolak hak negara untuk melekukan tindakan perang atau menggunakan kekuatan senjata untuk mempertahankan diri (self defence), melainkan untuk membatasi penggunaan senjata oleh suatu negara dalam menggunakan hak berperang tersebut untuk mencegah penderitaan dan kerusakan yang berlebihan dan tidak sesuai dengan tujuan militer. Berdasarkan latar belakang di atas,

Hukum humaniter Internasional pada umumnya.

Masyarakat internasional sebenarnya telah sepakat bahwa perang sebagai usaha terakhir untuk menyelesaikan sengketa harus dihindari, sebagaimana yang tercantum pada pasal 2 ayat (4) piagam PBB. Namun, sebagaimana fakta yang ditujuan selama ini, melarang perang merupakan suatu keniscahyaan yang hanya dapat dilakukan oleh yang mengatur perang.

Usaha masyarakat internasional untukk mengatur perang teah sama tuannya dengan perang itu sendiri. contoh , frilusuf asal cina bernama sun Tzu (298-238 SM) pernah mengeluarkan peraturan lengkap tentang peperangan. Demikian pula di jaman hindia kuno, ada ketentuan yang dituangkan laws of manu. Kedua aturan slalu memasukan pentingnya memperhatikan unsur kemanusiaan dalam perang. Walaupunn telah ada aturan --aturan tersebut tidak mengurangi kejamnya perang terhadap kehidupan manusia.

Dalam islam sendiri telah mengatur pelaksanaan peperangan. Nabi Muhammad SAW menunjukan bahwa selama peperangan perlindungan terhadap wanitta, anak kecil dan orang tua adalah suatu kewajiban. Ajaran islam tentang perang bisa dilihat dari dalam Al-Qur'an surahal-baqarah ayat 39, surah at-taubah ayat 5, dan surat al-haj ayat 39, yang memandang perang sebagai sarana pembelaan diri dan menghapuskan kemungkaran.

Perkembangan dalam hukum humaniter dimulai oleh sebuah buku yang berjudul Un Souvenirde Solverino yang dibuat oleh Henry Dunant. Buku tersebut menceritakan pengalaman penulisnya dapa perang di solferino (Italia Utara) pada tahun 1859. Dalam peperangan tersebut, banyak korban sipil yang memerlukan pertolongan buku ini memempengaruhi orang untuk berfikir pentingnya mengatur perlindungan bagi yang terluka saat perang.

Organisasi Internasional yang netral, yang akan memberikan pertolongan bagi korban perang. Pada tahun 1863, berdirilah international comitte of the red cross (ICRC) dan pada tahun 1864 diadakan konferensi jenewa  I. Aturan-aturan yang  disebutkan di  atas tadi  adalah  rambu-rambu yang  disepakati oleh  masyarakat internasional, agar  pihak yang   berperang  memperhatikan  dan menaati aturan-aturan yang telah disepakati. Sehingga,  tujuan hukum perang  itu  dapat tercapai.     Adapun   tujuan   dari    hukum humaniter  menurut  Mohammed Bedjaoui adalah tidak dimaksud kan untuk melarang perang  tetapi  adalah  untuk memanusiakan perang. dapun tujuan hukum humaniter menurut berbagai literatur yang ada, yaitu8:

1. Memberikan   perlindungan    terhadap kombatan maupun penduduk sipil  dari penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering)

2. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka  yang jatuh  ke tangan   musuh.  Kombatan  yang   jatuh ke  tangan  musuh harus  dilindungi dan dirawat serta berhak diperlakukan sebagai tawanan perang.

3. Mencegah   dilakukannya perang   secara kejam dan tanpa  batas.

Berdasarkan tujuannya, hukum human- iter mengatur dua hal pokok yaitu9:

1. Memberikan alasan  bahwa  suatu  perang dapat dijustifikasi yaitu bahwa perang adalah  pilihan terakhir (the  last resort), sebab   atau   alasan   yang   benar      (just cause), didasarkan atas mandat politik (keputusan politik, political authority) yang demokratis, dan untuk tujuan yang benar  (right intention);

2. Membatasi penggunaan kekuatan bersen- jata dalam peperangan atas dasar prinsip proporsionalitas dan  diskriminasi (pro- portionality dan discrimination). Dua hal pokok  ini yang kemudian menjadi  dasar prinsip pertanggungjawaban komando (command responsibility) yaitu  bahwa seorang komandan mempunyai tanggung jawab untuk menegakkan hukum konflik bersenjata atau hukum perang atas dasar dua hal pokok tersebut di atas.

Prinsip-Prinsip  Hukum   Humaniter  In- ternasional

Selain  bersandar kepada   aturan-aturan yang  telah  disepakati, perang  yang  dilaku- kan oleh negara baik yang bersifat inter- nasional maupun non-internasional, juga harus  memperhatikan prinsip-prinsip yang mendasar dari  hukum humaniter interna- sional.    Prinsip-prinsip  Hukum   Human- iter  Internasional yang harus  diperhatikan adalah :

1. Prinsip  Kemanusiaan (Principle  of Hu- manity)

Prinsip kemanusiaan ini menentukan bahwa  pihak  yang berperang diwajibkan untuk berperilaku memperhatikan kema- nusiaan, dimana  mereka  dilarang  meng- gunakan kekerasan yang  dapat  menim- bulkan  penderitaan yang berlebihan. Individumempunyaihakuntukdihormati hidupnya,integritasnyabaikfisikmaupun moral dan atribut yang melekat pada per- sonalitasnya.

2. PrinsipPembedaan(DistinctionPrinciple)

Prinsip ini mengatakan bahwa  pada waktu terjadi  perang/konflik\bersenjata harus   dilakukan pembedaan antara penduduk sipil ("civilian")  di satu pihak dengan   "combatant" atau  antara  objek sipil di satu  pihak  dengan  objek  militer di  lain  pihak.  Berdasarkan prinsip ini, hanya  kombatan dan  objek militer  yang boleh terlibat dalam perang dan dijadikan sasaran.

Prinsip pembedaan ini diatur dalam Konvensi Den Haag 1907 walaupun tidak secara  eksplisit,   namun secara  implisit dapat  kita  temukan dalam  Konvensi  IV, khususnya   dalam    Hague    Regulation, juga  terdapat dalam  Konvensi   Jenewa, Pasal 13 (Konvensi I dan II), Pasal 4 (Konvensi  III   dan   IV).   Dalam   Pasal 43   Protokol    Tambahan  1977,   istilah kombatan dinyatakan secara tegas, yaitu

"angkatan perang  terdiri dari semua angkatan bersenjata yang  terorganisasi, kelompok  (group)  dan  kesatuan (units) yang terorganisasi, yang berada di bawah pimpinan/komando yang bertanggung jawab kepada pihak tersebut atas kelakuan dan tingkah laku mereka".

3. Prinsip Proporsionalitas (Proportionality

Principle)

Prinsip proporsionalitas adalah "prinsipyangditerapkanuntukmembatasi kerusakan yang disebabkan oleh operasi militer  dengan  mensyaratkan bahwa akibat dari sarana dan metode berperang yang digunakan tidak boleh tidak proporsional (harus proporsional) dengan keuntungan militer  yang diharapkan."

4. Prinsip Larangan Untuk  Menyebabkan Penderitaan yang Tidak  Seharusnya (Principle of   Prohibition    of   Causing Unnecessary Suffering)

Prinsip ini sangat  erat kaitannya dengan    prinsip   kemanusiaan.   Pihak yang bersengketa dilarang  menggunakan kekerasan yang dapat menyebabkan penderitaan yang  berlebihan dan penderitaan yang tidak perlu. Masyarakat internasional  memahami bahwa walaupun perang  dapat  dipakai  sebagai cara  untuk menyelesaikan sengketa, namun hak pihak yang bersengketa dalam menggunakan sarana dan metode perang dan tidak tak terbatas (is not unlimited).

Para  pihak  yang berperang memiliki keterbatasan dalam memilih  alat dan metode    berperang.   Para    pihak    tidak dapat      menggunakan    senjata    yang dapat  menyebabkan penderitaan yang berlebihan (superfluos injury) atau penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering).

5. Prinsip  Kepentingan  Militer   (Military

Neccesity Principle)

Sumber-sumber  Hukum   Humaniter  In- ternasional

Berbagai konvensi internasional yang mengatur mengenai hukum humaniter dapat dibedakan menjadi  dua yaitu Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Sebagaimana diketahui, bahwa  Hukum Den Haag adalah hukum   yang    mengatur   mengenai   alat dan  cara  berperang sedangkan Hukum Jenewa  mengatur mengenai perlindungan terhadap korban perang. Pembagian hukum humaniter  ke  dalam   Hukum  Den   Haag dan   Hukum  Jenewa,    dewasa    ini   tidak dapat dipisahkan secara rigid. Karena kenyataannya, suatu  perjanjian tertentu sering kali berisi ketentuan-ketentuan yang merupakan Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa.

1. Hukum Den Haag

Hukum Den Haag merupakan keten- tuan  hukum humaniter yang  mengatu

Sumber-sumber  Hukum   Humaniter  In- ternasional

Berbagai konvensi internasional yang mengatur mengenai hukum humaniter dapat dibedakan menjadi  dua yaitu Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Sebagaimana diketahui, bahwa  Hukum Den Haag adalah hukum   yang    mengatur   mengenai   alat dan  cara  berperang sedangkan Hukum Jenewa  mengatur mengenai perlindungan terhadap korban perang. Pembagian hukum humaniter  ke  dalam   Hukum  Den   Haag dan   Hukum  Jenewa,    dewasa    ini   tidak dapat dipisahkan secara rigid. Karena kenyataannya, suatu  perjanjian tertentu sering kali berisi ketentuan-ketentuan yang merupakan Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun